Transmigrasi Ke Dunia Lain

Beberapa hari kemudian, di sore hari, saat ini Dika tengah berolah raga untuk melatih fisiknya di dalam hutan yang tak jauh dari dari desa Kio. Lalu ia memukul dan menendang sebuah pohon besar sebagai samsak latihan untuk mengasah mengasah dan kekuatan bela dirinya. Sesekali penduduk yang lewat menyapanya, dan dibalas baik juga oleh remaja itu.

Hari terus bejalan hingga tak terasa sudah 2 minggu terlewati remaja itu melatih tubuhnya. Ada sedikit perubahan pada tubuhnya, yaitu sedikit berotot saja, tapi tak kekar. Lagi pula Dika tak menyukainya bila memiliki tubuh yang berotot yang kekar, karena memiliki tubuh seperti tubuh seperti itu akan kesulitan bila membersihkan punggungnya saat mandi.

Sesekali Dika berburu ke dalam hutan yang sedikit jauh. Ia membawa busur panah, sebenarnya senjata itu adalah milik teman petualangannya Arc yang telah meninggal. Karena tak terpakai, Arc mengizinkan remaja itu untuk memakainya. Setiap kali pulang berburu, Dika selalu bawa hewan buruan, seperi kelinci hutan dan ayam hutan.

Lumayanlah untuk dijadikan bahan makanan, lagi pula ia sedikit bisa memasak, karena dasarnya ia tumbuh tanpa orang tua kandung semenjak kecil selagi tinggal di bumi, ia bisa bersekolah karena bantuan dari pamannya. Dan untuk pamannya di bumi, mungkin sedang kebingungan mencarinya.

Tapi mau bagaimana lagi, dirinya sudah di dunia lain dan pamannya serta keluarganya berada di bumi, jadi mustahil untuk bertemu. Ditambah, ia tak ingin terus merepotkan pamannya yang selama ini membantunya. Jadi, ia ingin bisa hidup mandiri dengan usahanya, meski saat ini terkadang merepotkan Arc.

Namun ada sebuah keajaiban kecil, yaitu Dika sudah bisa mengontrol energi mana dalam tubuhnya, meskipun ia belum bisa menggunakan sihir. Jadi, sambil melatih fisiknya, ia juga sesekali bermeditasi untuk bisa mengendalikan energi mananya, sehingga ia bisa melakukannya, ada kemajuan kecil, tapi tak masalah.

Dengan arahan Arc, Dika mulai mengontrol energi mana untuk mengendalikan kekuatan tubuhnya. Jadi bila kekuatan tubuh alami dan disertai energi mana, maka kekuatan tubuhnya akan meningkat hingga 2 sampai 3 kali lipat, itu pun sesuai kapasitas energi mana yang di kerahkannya untuk menjadikannya menambah kekuatan tubuh penggunaannya.

Semenjak remaja itu sudah bisa mengontrol energi mana, Arc menyarankannya untuk mengendalikan energi mananya untuk bisa menggunakan sihir. Tapi, namanya juga sosok Dika yang memang tak begitu suka dengan sihir, baginya saran-saran dari Arc hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Menurut Dika sendiri, sudah cukup untuk bisa mengendalikan energi mananya, la tak butuh mempelajari ilmu sihir. Lagi pula, ia sudah bisa menyamakan dengan orang-orang biasa disini, karena mengontrol energi mana adalah hal yang mendasar di kalangan umum, jadi tak masalah bila tidak bisa menggunakan sihir.

Arc pun akhirnya menunda melatih remaja itu untuk latihan ke selanjutnya. Karena Dika yang sedikit keras kepala, ia tak bisa memaksanya, setidaknya cukup dengan bisa mengontrol energi mananya, Dika sudah bisa dibilang cukup menguasainya, terlebih lagi remaja itu memang terlihat lebih ahli dalam fisik. Jadi, penyihir sepertinya kurang tepat bila mengajarkannya.

Dan sekarang, Dika sedang duduk santai sambil bersenderan di salah satu pohon di dalam hutan. Ia memilih bersantai dengan tenang, sejenak ia memejamkan kedua matanya. Tiba-tiba indra pendengarannya mendengar suara yang sangat membuatnya tak nyaman.

"Suara ini kok kaya suara aduan pedang ya ?" gumamnya setelah membuka kedua matanya.

Karena penasaran, Dika segera beranjak dari tempatnya sambil membawa busur serta anak panahnya, ia berlari pelan menuju sumber suara itu. Tak begitu jauh, karena semakin maju suara itu semakin terdengar sangat jelas, begitu dekat, remaja itu langsung mencari tempat persembunyian yang aman.

Saat ini Dika bersembunyi di semak-semak yang cukup tinggi, ia dalam posisi tengkurap, dan segera maju untuk melihat. Setelah melihat, ia langsung melebarkan kedua matanya, karena yang ia lihat adalah pertarungan antara dua orang yang saling beradu pedang, mereka seorang wanita dan seorang pria.

Setelah dilihat lebih teliti lagi, wanita itu cantik, tapi itu bukan maksudnya, melainkan wanita itu memiliki telinga yang runcing dan berbeda dengan kalangan manusia pada umumnya. Sedangkan pria yang menjadi lawannya, dia terlihat dewasa, dan telinganya normal seperti dirinya.

"Telinga runcing." gumamnya.

"Apa dia dari Ras Elf ?" lanjutnya bergumam dengan perasaan menebak.

Walaupun ini pertama kalinya Dika melihat sosok Ras Elf, tapi dari penampilannya, ia sudah sangat yakin kalau wanita cantik ini adalah Ras Elf. Karena dulu waktu di Bumi, ia pernah mendengar teman-teman sekolahnya sesekali menceritakan cerita fantasi, meski begitu Dika tak memperdulikan cerita tersebut.

Di dunia ini, dirinya memang baru pertama kali melihat Ras DemiHuman, secara ia tinggal satu desa dengan mereka yang bisa dikatakan mereka adalah tetangga. Dan sekarang, di matanya, remaja itu benar-benar melihat sosok salah satu Ras dari Elf yang terlihat begitu rupawan dan sangat betah sekali untuk dilihat.

Tiba-tiba pikirannya berhalusinasi, yang dimana dirinya menikahi sosok Ras Elf itu. Dika menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya. "Astaga, saking cantiknya, aku sampai punya pikiran aneh. Hehehe."

Lalu ia kembali memperhatikan pertarungan mereka. Yang dimana gadis Elf itu terlihat lebih unggul dalam berpedang, sedangkan pria dewasa yang menjadi lawannya sudah terlihat kewalahan.

"Kau masih belum mau menyerah ?" tanya dari gadis Elf itu sambil mengarahkan pedangnya ke arah pria dewasa yang kini tengah berlutut menahan sakit di kakinya.

Pria itu tersenyum licik. "Kau pikir hanya segini saja aku akan menyerah. Tentu saja tidak, aku tidak akan berhenti, selama aku masih hidup."

"Baiklah, aku akan membuatmu menutup mata selama-lamanya." ucap gadis itu dengan dingin.

Lalu dia menarik pedangnya dan memposisikan tepat di depan wajahnya. "Wahai sang putih yang mendinginkan dan menghilangkan kehangatan, pinjamkan 'lah kekuatanmu untuk membunuh musuh manapun, ice swords!!" ucapnya sambil mengarahkan pedangnya ke arah pria itu.

Bersamaan gadis Elf itu menyelesaikan rapalan mantra, tiba-tiba munculah puluhan pedang es melayang di sekitarnya. Setelahnya, semua pedang es itu langsung meluncur ke arah pria dewasa yang dijadikan target. Tiba-tiba siluet datang dan membawa pria itu untuk membantu menghindar.

Gadis itu menatap dingin ke arah siapa yang telah berani menyelamatkan lawannya, dari penampilannya, sungguh tak asing. Dan benar saja, ternyata yang datang menyelamatkannya adalah rekan dari pria itu.

"Kita harus pergi, bukankah sudah kuperingati untuk tidak bertindak sesukamu." ucap sosok pria tua lain.

"Cih, aku malas menunggu perintah." balas pria yang telah diselamatkan.

"Jangan bodoh, dia pengguna sihir tingkat raja, itu sudah jelas bukan tandingan kita. Tugas kita hanya menunggu perintah."

Tak menjawab rekannya, pria itu memilih diam sambil menahan rasa sakit. Lalu pandangan mereka kembali beralih ke arah gadis Elf itu yang kini masih diam berdiri di tempatnya, tatapannya dingin. Mereka sama-sama diam dan saling melempar tatapan musuh.