"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kangen
Sudah lebih dari pukul 12 malam. Beberapa tempat kost sudah mereka datangi. Tapi tidak ada satupun yang kosong. Entah mengapa jadi begitu sulit...atau dipersulit seseorang? Viola menipiskan bibir menahan tawanya.
"Viola, lebih baik, sementara waktu kami tinggal di hotel murah." Ucap Dira, masih memangku Pino yang tertidur dalam posisi memeluknya.
"Tidak boleh!" Teriak Viola panik.
"Kenapa? Sudah malam, aku tidak enak pada---" Kalimat Dira disela.
"Ru... rumahku dalam proses renovasi. Ya! Dalam proses renovasi! Sebenarnya aku ingin membawa kamu dan Pino untuk tinggal di rumahku. Tapi, sementara waktu, lebih baik kamu menumpang tinggal di rumah Bima. Kamar di rumahnya banyak, jika kamu merasa tidak enak, kamu bisa membayar sewa padanya." Viola tersenyum, tertawa kecil. Memutar otak dengan cepat membuat alasan untuk menjadi Mak comblang sejati.
Lagipula dengan pengacara terkenal yang disewa Bima, sudah pasti dalam 6 Minggu perceraian akan di sahkan. Akte cerai akan turun.
"Tapi aku tidak bisa, aku masih berstatus istri Heru. Selain itu---" Kalimat Dira kembali disela.
"Dira sayang, Bima itu impoten. Apa yang dapat dilakukan pria yang tidak bisa berdiri bagaikan Kasim. Selain itu, di rumahnya ada paviliun terpisah. Apa ya... seperti bangunan yang terpisah dengan rumah utama. Walaupun kecil, jika kamu menggunakannya, tidak ada masalah bukan?" Jelas Viola panjang lebar.
Dalam hatinya sudah berkobar jiwa."Istri orang lebih menantang!" Teriak Viola dalam hatinya. Membayangkan bagaimana seorang Binara Mahendra harus menahan diri, harus berpura-pura acuh. Sebelum palu pengadilan diketuk.
Astaga! Singa yang harus pura-pura vegetarian. Kala seekor kelinci dilepaskan ke kandangnya.
"Tapi---" Dira masih ragu.
"Percaya saja padaku! Lagipula aku yang meminjamkan uang padamu kan?" Kalimat dari Viola seketika membuat Dira menunduk terdiam.
Sekitar 20 menit perjalanan. Pada akhirnya rumah itu terlihat, jangan bayangkan seperti rumah konglomerat yang bagaikan kastil. Tidak! Rumah milik Bima tidak seperti itu. Hanya rumah yang cukup mewah, memiliki bangunan minimalis. Mata Dira menelisik, memang terdapat bangunan kecil terpisah di bagian halaman. Seperti bangunan gudang? Atau mungkin tempat beristirahat? Entahlah...
Sebuah rumah dua lantai bertema minimalis. Seorang ART yang mungkin sudah hampir berusia 50 tahun membimbing jalan mereka menuju ruang tamu.
"Apa pekerjaan Bima?" Tanya Dira pada Viola.
"Dia... pesuruh! Seekor anj*ng yang bekerja siang malam untuk majikannya. Hingga majikannya memberikan banyak harta untuknya." Jawaban Viola sama sekali tidak dimengerti oleh Dira.
"Maaf! Tuan Bima belum pulang. Mungkin sebentar lagi." Ucap sang ART, menghidangkan minuman. Kemudian membantu Dira menidurkan Pino di sofa.
"Belum pulang? Tapi tadi sore Bima ke konveksi." Tanya Dira tidak mengerti tentang pekerjaan sang mantan.
"Bosnya tidak mudah percaya pada orang lain. Jadi jam kerja Bima pasti benar-benar tidak tetap. Terkadang dia menggantikan majikannya menghadiri pesta perjamuan, atau menjemput partner bisnis..." Kata-kata Viola terhenti, menyadari suara mobil memasuki gerbang."Nah! Itu si pegawai kesetanan pulang."
Sang ART, melangkah membukakan pintu untuk majikannya. Sosok Bima terlihat, membawa tas kerja, memakai pakaian rapi. Langkahnya terhuyung memegangi pelipisnya sendiri.
Bau alkohol tercium samar.
"Oliver menyuruhmu menggantikannya menghadiri perjamuan lagi?" Tanya Viola, cukup mengetahui tentang kenalannya ini.
"Dira ada disini? Akh! Sial! Aku terlalu banyak minum." Gumam Bima, mengira ini hanya ilusi akibat alkohol yang sempat dikonsumsinya dalam perjamuan.
"Bima?" Dira menatap ke arahnya.
"Vi... Viola! Aku sudah gila. Siram aku agar ilusi ini hilang." Ucap Bima, masih menatap keberadaan sang mantan di rumahnya.
Viola mengambil vas bunga, kemudian...
Byur!
Binara Mahendra benar-benar diguyur olehnya. Tapi anehnya Dira yang duduk di sofa tidak lenyap juga.
"Itu Dira yang asli. Lain kali, jangan setuju jika klien mengajakmu minum bersama." Kalimat Viola diacuhkan. Bima yang kesadarannya sudah sedikit kembali, melangkah melewati Viola, menuju ke tempat Dira.
Benar-benar! Pria sial! Yang mengacuhkan sang mak comblang.
"Dira? Ke... kenapa kemari? Jangan salah paham. Aku tidak biasa minum, ini karena klien bosku yang mengatakan ini sebagai kesepakatan kerjasama. Aku--- " Bima gugup bingung harus berkata apa.
"Aku sudah berkeliling mencari tempat untuk disewakan, tapi tidak ada. Boleh aku dan Pino menyewa bangunan kecil di halaman rumahmu?" Tanya Dira.
"Kamu tinggal disini?" Bima bertanya balik, dijawab dengan anggukan kepala oleh Dira.
Jawaban yang seketika membuat Bima ingin rasanya tertawa berguling-guling karena bahagia. Berusaha mengatur ekspresi wajahnya agar setenang mungkin.
"Berapa biaya sewanya?" Tanya Dira.
"Memasak dan membuatkan bekal untukku. ARTku sudah cukup tua, jadi...A...aku ingin kamu membuatkan masakan untukku." Jawab Bima mencari alasan. Masih teringat di benaknya, makanan penuh cinta dari sang mantan.
"Hanya menjadi koki?" Dira mengangkat sebelah alisnya.
"Aku sudah punya banyak uang! Jadi aku tidak memerlukan uang sewa. Memang apa lagi yang bisa dilakukan bau bawang olehmu. Kamu juga harus ke konveksi dan mengantar jemput Pino kan! Jadilah ibu yang bertanggung jawab, jika tidak ingin anakmu lebih sayang padaku." Jawaban dari Bima pada istri orang. Tidak ada lembut-lembutnya, mungkin nanti akan berubah selembut busa, jika palu pengadilan telah diketuk.
"Bau terasi..." Dira menghela napas kasar.
***
Pagi menjelang kala itu, beberapa orang datang, membawa barang-barang milik Dira dan Pino. Dira menepati segalanya, tidak datang ke rumah ini lagi.
Heru yang terbangun lebih awal, hanya dapat menatap barang-barang milik Dira dibawa oleh beberapa orang. Hanya tas berisikan pakaian, tanpa mengambil lemari atau tempat tidur.
"Sudah semuanya, aku harap harimu menyenangkan. Istrimu melahirkan anak kembar lima yang jenius, kemudian kamu hidup bahagia dengan istrimu sebagai CEO mafia." Ucap Viola penuh senyuman, kata-kata tajam, bagaikan doa yang baik bukan?
Kala Viola melangkah, entah kenapa Heru bertanya."Dimana Dira tinggal?"
"Tolong jangan pernah peduli. Karena sudah jelas tertulis bukan, kamu tidak memiliki hak untuk Dira maupun Pino lagi. Tapi---" Viola menggantung kata-katanya.
Heru menatap ke arah Viola seakan ingin Viola melanjutkan kalimatnya.
"Bagaimana harus mengatakannya ya...? Jujur saja tujuanku membantu Dira bercerai agar dapat menjadi Mak comblang. Temanku sudah bertahun-tahun melajang, karena dia mengagumi Dira. Jadi, aku ingin Dira segera berpisah dengan parasit sepertimu." Viola mengedipkan sebelah matanya, terlihat tengil. Kemudian melangkah meninggalkan rumah Heru.
Heru kembali terdiam, menahan kekesalannya. Membayangkan hal aneh...
Apa yang ada dalam bayangan Heru?
✨✨✨✨
"Aaa....sayang buka mulutmu." Dira tersenyum di pangkuan seorang pria, yang entah siapa. Menyuapinya dengan makanan buatan Dira yang... entah mengapa membuat Heru kangen.
"Sayang, syukurlah Viola membantumu bercerai. Hingga cinta kita dapat bersatu." Pria yang entah siapa itu mengecup pipi Dira.
"Ah...! Aku lebih bahagia denganmu. Kamu begitu kuat, perkasa dan tahan lama." Dira mengedipkan matanya tersenyum genit.
"Honey..."
"Sweaty..."
"Darling..."
"Kakanda..."
"Adinda..."
Dua orang yang saling tersenyum dan menggoda bagaikan ABG baru pacaran. Itulah yang ada dalam bayangan Heru ditambah dengan.
"Papa! Pino menggambar ini!" Pino menunjukkan gambarnya pada sang ayah baru yang entah siapa."Ini ibu, ini papa! Ini Pino!" Ucap anak itu.
"Lalu ini siapa?" Tanya pria idaman Dira yang entah siapa.
"Ini...ini ayah Heru, tapi lebih baik hapus saja." Ucap Pino mengambil penghapus, menghapus gambar Heru.
"Anak pintar..."
✨✨✨✨
Itulah isi khayalan tingkat tinggi dari Heru. Pria yang menggeleng dengan cepat. Tidak! Itu hanya imajinasi, Dira pasti sedang hidup sengsara bersama Pino saat ini.
Dirinya memiliki istri yang lebih dalam segala hal dibandingkan dengan Dira. Bahkan Soraya begitu wangi dan bersemangat semalam."Hanya imajinasi..." Gumam Heru, dengan tangan gemetar menahan rasa cemburu menikmati kopinya yang sedikit tumpah.
aahhhh semoga terwujud yaa bayangan heru
👍🌹❤🙏😁🤣
itu panggilan sayang dan cintanya ga kurang banyak...
🤣🤣🤣🤣🤣🤣