Soya Pinkblack Wijaya, pewaris tunggal Wijaya Company yang berusia 18 tahun, adalah gadis ceria, cantik, dan tomboy. Setelah ibunya meninggal, Soya mengalami kesedihan mendalam dan memilih tinggal bersama dua pengasuhnya, menjauh dari rumah mewah ayahnya. Setelah satu tahun kesedihan, dengan dorongan sahabat-sahabatnya, Soya bangkit dan memulai bisnis sendiri menggunakan warisan ibunya, dengan tujuan membuktikan kemampuannya kepada ayahnya dan menghindari perjodohan. Namun, tanpa sepengetahuannya, ayah dan kerabat ibunya merencanakan perjodohan. Soya menolak, tetapi pria yang dijodohkan dengannya ternyata gigih dan tidak mudah menyerah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nancy Br Sinaga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
Mobil SUV yang keduanya tumpangi akhirnya sampai di sebuah perumahan yang Soya tempati kurang lebih sejak ia duduk di bangku kelas 3 SMP akhir. Tepatnya beberapa bulan setelah sang ibu meninggal.
"Kami tidak terkejut, aku tinggal disini?" kata Soya tiba-tiba.
Alex yang siap menjawab pertanyaan Soya kembali mengatupkan bibir tebalnya saat Soya kembali mengucapkan kata yang membuat Alex terdiam sesaat.
"Yah, tentu anak buahmu sudah pasti mencari semua hal detail tentang aku," ujarnya.
"Thanks, dah sampai ni!" Soya membuka pintu mobil tanpa Alex membantunya.
"Soya!" panggil Alex.
Soya yang siap keluar dari mobil, menghentikan pergerakannya, "hem?"
"Bisakah, aku mampir? banyak hal yang seharusnya kita bicarakan, bukan?" pinta Alex dengan nada yang cukup serius.
Soya melihat tatapan intens yang Alex sematkan padanya membuatnya mendengus. Bukan tak ingin membuat hal ini jelas. Tapi Soya masih belum siap dengan kata 'PERJODOHAN' yang di antara mereka.
"Tak bisakah, lain kali saja?" ujar Soya malas.
"Oke, bisakah kita makan malam bersama?" pinta Alex, berharap Soya menyetujuinya.
Soya menatap pria ini dengan menjatuhkan dagunya. Sumpah serapah sudah Soya layangkan pada pria dewasa ini dengan segenap hati terdalamnya.
"Tidak! pulanglah, dan terima kasih sudah mengantar, dan bilang pada pak tua itu jika aku pulang bersamamu!"
"Kau takut?" celetus Alex membuat Soya menoleh menatap tajam manik mata yang penuh dengan binar itu.
"Takut?" Soya mengangkat kedua matanya.
"Yah, takut jika ayahmu tak mengembalikan fasilitas, iya kan?" cibir Alex.
"Sepertinya, asisten Anda belum mengantongi secara detail tentang ku?" seulas senyum terbit dari bibir Soya. Seolah berbalik mencibir ke arah Alex.
Pria dewasa itu mengernyit, menatap Soya seolah mengatakan 'apa yang belum diketahuinya mengenai Soya.
Sedangkan Soya sudah terbahak melihat seorang Alex yang notabene salah satu pengusaha muda yang cukup terkenal itu nampak terlihat seperti orang bodoh.
"Belajarlah lagi, wahai Tuan Alexis!"
...BRUK......
Pintu mobil Soya tutup dengan cukup keras membuat Alex terhenyak dan spontan menepuk dadanya karena terkejut.
"Astaga! pintu mobilku itu bisa rusak. Tenaga apa itu tadi. Dia perempuan atau jelmaan sih!" umpat Alex yang cukup kesal karena ia terlihat bodoh di depan seorang Soya anak remaja yang sayangnya telah dijodohkan dengannya itu.
"Hal apa yang aku tak tahu, atau justru memang masih banyak hal yang aku tak tahu tentangnya?" Alex menggelengkan kepalanya karena ia yakin sudah sangat detail mencari tahu tentang Soya, bahkan dari satu tahun yang lalu. Alex segera memutar setir untuk kembali meminta perusahaan untuk meminta pertanggungjawaban sang asisten karena tak becus mencari informasi tentang Soya. Serta sudah membuatnya seperti kedelai.
...***...
Matahari yang gagah kini telah berganti dengan bulan yang menampakkan sinar kelembutan. Bintang yang bertebaran cukup membuat malam ini sangat indah dan membuat sebuah ketenangan siapapun yang memandangnya. Namun, sayangnya, kejadian alam ini bertolak belakang dengan kedamaian Soya yang malam ini cukup berisik akibat ulah kedua sahabatnya. Siapa lagi? jika bukan Jino dan Hana.
"Kalian ngapain sih kesini, ngabisin makan malam aku aja!" sarkas Soya.
"Ya ampun, Ya! pelit amat sih, Bibi Hilda saja dengan sangat ikhlas ngasih ke kita, ya nggak Jin?" Jino mengangguk seraya menelan makanan yang cukup penuh itu ke dalam tenggorokannya.
"Sekarang nggak usah bahas makanan, kita kesini karena mau tahu tentang om-om tamvan tadi siang?!" tutur Soya memicingkan matanya melirik ke arah Soya.
Soya yang mendengar itu seketika menghela nafas panjang. Tentu saja kedua sahabatnya ini tak mungkin menahan diri tentang apa yang terjadi tadi siang, mereka pasti akan bertanya dengan segera karena Jino tahu betul, Alex bukanlah salah satu kerabat Soya.
"Kita ngobrol di kamar saja. Bawa cemilan kalian, jangan ngerepotin Bibi Hilda!" tegas Soya.
"Kita ke atas dulu ya, Bik!" ucap Jino tersenyum ramah kepada art yang sudah Soya anggap sebagai orang tua itu.
"Iya Mas!" balas Bibi Hilda.
Jino serta Hana mengambil cemilan yang sudah Bibi Hilda siapkan dan langsung menyusul Soya ke kamarnya yang berada di lantai atas. Kamar yang cukup luas walau tak seluas kamar yang ada di rumah mewah sang ayah, namun Soya lebih nyaman berada di kamar ini. Karena bagaimanapun kenangan bersama sang ibu cukup banyak di kediaman ini.
Sesampainya di dalam kamar, Soya menuju balkon kamarnya dan membuka pintu kaca yang ada disana lebar-lebar. Sebelum mengatakan sebuah kebenaran kepada dua
sahabatnya Soya lebih dulu menghirup udara luar dengan rakusnya.
"Dia, calon suami yang dipilihkan Ayahku!"
...Prang...
Duh makin penasaran nih kelanjutannya.