Gara-gara sahabat baiknya hamil menjelang kenaikan kelas 12, impian Alea untuk mengukir kisah kasih di sekolah dengan Dion, kakak kelasnya, harus buyar sebelum terwujud.
Dengan ancaman home schooling dan dilarang melanjutkan kuliah, Alea harus menerima keputusan ketiga kakak laki-lakinya yang mengharuskan Alea menikah dengan Yudha, sahabat Benni kakak keduanya.
Pernikahan tanpa cinta itu membuat hidup Alea kacau saat tidak satu pun dari kakaknya yang mau percaya kalau Yudha memiliki rahasia kelam sebelum menikahi Alea.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mama Kinasih
Pagi ini langkah Alea terasa ringan dan perasaannya bahagia, wajahnya pun terlihat sumringah dan penuh dengan senyuman. Alasannya bukan karena mama Kinasih yang menjadi walinya mengambil raport atau Alea berhasil menduduki peringkat ke-5 di kelasnya tapi penyebabnya karena liburan ke Semarang dibatalkan !
Semalam mama Kinasih mendapat kabar kalau adiknya yang tinggal di Palembang sedang sakit dan mengharapkan kakaknya bisa datang menemani.
Alea sempat merasa bersalah karena bahagia di atas penderitaan orang lain tapi rasanya benar-benar lega karena tidak perlu sering-sering bertemu dengan Yudha kalau sampai jadi diajak tinggal di rumah keluarga calon suaminya selama liburan.
“Siapa , Al ? Calon mertua ? Memangnya pawang elo lagi pada kemana ? Jangan bilang elo bakal dinikahin biar kagak senasib kayak Prita ?” bisik Eva sambil mencuri-curi pandang ke arah mama Kinasih yang sedang berbincang dengan beberapa orangtua teman Aleasambil menunggu antrian.
“Ya ampun Eva, nanyanya harus borongan gitu ? Nggak bisa satu-satu ? Mau satu atau tiga harganya tetap sama aja, nggak ada paket beli 2 lebih hemat,” sahut Alea sambil memutar bola matanya karena Eva selalu saja kepo.
Rangga dan Tio yang berada di dekat mereka tertawa sambil geleng-geleng kepala. Kalau Prita masih ada, sudah pasti Eva langsung kena semprot.
“Mama, teman Lea pada mau kenalan.”
“Eh Al, bukan begitu.” Wajah Eva langsung merona karena malu apalagi saat mama Kinasih langsung beranjak dan mendekati mereka.
“Masa nggak boleh.” Mama Kinasih mengulurkan tangannya dan disambut Eva sambil tersenyum canggung.
“Kamu bestie-nya Alea, ya ? Siapa namanya ?”
“Eva, Tante,” sahut Eva dengan wajah malu-malu.
“Terus cowok-cowok tampan ini siapa namanya ?”
“Saya Rangga, Tante.”
“Saya Tio, Tante.”
“Kalian pasti teman-teman dekatnya Alea, ya ? Satu circle kalau nggak salah istilah sekarang.”
“Wuih, Tante ternyata tahu juga istilah anak muda jaman now,” celetuk Rangga yang ditanggapi dengan tawa mama Kinasih.
“Oh ya Tante, tadi Eva nanya apa tante ini calon mertuanya Alea ?”
Alea langsung melotot ke arah Tio sambil bertolak pinggang.
“Ternyata elo sama keponya kayak Eva ! Mama Kinasih ini ibunya cowok kemarin yang datang sama Kak Benni dan Kak Bara menemui Pak Jun. Namanya Mas Yudha, alumni dari sekolah ini juga. Jangan aneh kalau dengar gue panggil mama ke ibunya Mas Yudha karena sudah jadi kebiasaan gue berempat panggil orangtua Mas Yudha papa dan mama, begitu juga sebaliknya. Udah jelas ?”
“Tapi kalau Alea mau jadi menantunya Tante juga nggak masalah,” canda mama Kinasih membuat wajah Alea langsung merona dan matanya ikut membola.
“Jodohin aja, Tante. Alea memang udah lama ngebet pingin kawin muda,” celetuk Rangga sambil tertawa yang diiyakan oleh Tio dan Eva.
“Daripada nikah sama kakak kelas yang belum tahu masa depannya, lebih baik sama cowok yang sudah mapan dan matang,” timpal Eva di sela gelak tawanya.
Spontan Alea melotot menantap sahabatnya satu persatu namun tidak bisa lanjut mengomel karena giliran mereka menemui Bu Ranti.
“Awas kalian !” gerutu Alea sambil mengangkat tangannya yang terkepal.
Rangga dan Tio kembali hanya menertawakan wajah Alea yang manyun sementara Eva menjulurkan lidah di sela gelak tawanya.
**
Rencana memberi pelajaran pada ketiga sahabatnya hanya tinggal keinginan karena Alea harus bergegas mengantar mama ke bandara ditemani sopir yang sudah disiapkan oleh Barry.
“Mama yakin nggak mau makan siang dulu ? Masih keburu kalau kita mampir ke restoran siap saji.”
“Kamu sudah lapar ya ?”
“Belum terlalu soalnya kebanyakan makan nasi goreng buatan mama, enak.”
Mama Kinasih tersenyum mendengar pujian tulus Alea yang mengacungkan kedua jempolnya. Selama calon mertuanya menginap di rumah, urusan sarapan pagi diambil alih oleh sang mama.
“Liburan ini kamu jadi nggak kemana-mana, dong ? Maaf karena semua ini di luar rencana. Kalau tidak lama, kamu bisa datang ke Semarang daripada gabut di rumah.”
“Mama tenang aja, Lea bisa cari kesibukan. Tadinya mau cari kerja sambilan mengisi liburan tapi nggak ada satu pun yang mendukung niat Lea.”
“Wajar kalau ketiga kakakmu khawatir dan sangat protektif, penampilan kamu nggak kayak anak kelas 2 SMA. Kamu masih ingat kan waktu mama ajak ke pasar dua hari yang lalu ? Mereka bilang kamu itu kayak anak SMP.”
“Nasib Lea punya badan kayak mama padahal kak Barry, kak Benni dan kak Bara badannya pada tinggi besar semua.”
“Biar adil, masa semuanya kayak papa kamu.”
Alea dan mama Kinasih sama-sama tertawa dan seperti anak kecil Alea bergelayut di lengan Kinasih lalu menyandarkan kepalanya di bahu wanita baya itu.
“Terima kasih mama sudah menginap di rumah. Rasanya kangen Lea sama papa dan mama bisa terobati sedikit.”
Kinasih mengusap kepala calon menantunya dengan penuh kasih sayang. Sejujurnya hati Kinasih kadang-kadang bergumul saat memikirkan pernikahan Alea dan Yudha. Di satu sisi, ia merasa kasihan pada Alea yang harus menikah muda, di sisi lain Kinasih tahu kalau Yudha memang tulus mencintai adik sahabatnya meski rentang usia mereka cukup jauh.
Kinasih hanya bisa berdoa semoga Alea bisa menerima cinta Yudha sebagai suaminya dan Yudha sendiri bisa menjalankan perannya sebagai suami yang bertanggungjawab dan selalu mencintai istri kecilnya ini.
Tidak lama mobil berhenti di terminal 1. Alea tidak membiarkan Kinasih membawa kopernya sendirian dan mengurus masalah check in hingga selesai.
“Terima kasih.”
“Mama nggak perlu berterima kasih, sudah tugas seorang anak membantu orangtuanya.”
Kinasih mengangguk-angguk sambil tertawa pelan. Alea kembali bergelayut manja sambil sesekali menyandarkan kepalanya membuat Kinasih kembali iba karena merasakan bagaimana Alea masih sangat membutuhkan kehadiran seorang ibu meski sudah ada 3 kakak yang sangat menyayanginya.
“Kamu mau makan apa ?”
Alea menimbang-nimbang sebelum mengajak Kinasih masuk ke salah satu restoran siap saji yang menyajikan menu ala Jepang.
“Jangan sungkan-sungkan menghubungi mama kalau kamu sedang butuh teman bicara.”
Alea mengangguk-angguk karena mulutnya sedang penuh makanan. Hatinya terasa hangat dengan kebaikan Kinasih, sayangnya ia tidak bisa bertukar pikiran dan curhat soal Yudha.
“Dan soal pernikahanmu, jangan khawatir, mama mengenal Yudha dengan baik. Keputusan yang diambilnya untuk menikah denganmu murni keinginan hatinya, bukan karena ingin membalas kebaikan keluargamu yang sudah banyak membantu selama ia bersekolah di Jakarta. Yudha menyayangimu bukan sebagai adik tapi cintanya murni antara laki-laki dan perempuan dewasa.”
“Mas Yudha sudah bilang pada Lea, Ma.”
“Mama mengenal anak mama dengan baik dan Yudha adalah laki-laki yang sangat bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambilnya. Jangan khawatir karena mama akan selalu berada di pihakmu. Mama tidak akan segan-segan menghukum Yudha kalau dia berani macam-macam padamu apalagi sampai menyakiti hatimu.”
“Terima kasih, Ma. Lea akan selalu ingat ucapan mama.”
Maafkan aku, Ma karena kemungkinan besar bukan Mas Yudha yang akan menyakiti pernikahan kami tapi aku-lah yang akan menyakiti anak mama karena tidak pernah bisa menerima pernikahan kami apalagi mencintai Mas Yudha.
*Dear readers, jangan lupa tinggalkan jejak like, vote, komen dan gift (bila berkenan) supaya author lebih semangat. Terima kasih **😊😊🤗🤗*
lanjut..lanjut