Gamil Arfan Wiguna sangat mengharamkan untuk balikan dengan mantan. Bahkan, dia memiliki jargon yang masih dia pegang teguh sampai saat ini.
"Buanglah mantan pada tempatnya."
Namun, kedua orangtuanya mendesak Apang untuk segera menikah karena Apang sudah dilangkahi adiknya. Di saat seperti itu, semesta malah mempertemukan Apang dengan mantan pertamanya. Perempuan yang belum Apang buang pada tempat semestinya.
Apakah Apang akan membuangnya juga ke dalam bak sampah sama seperti mantan-mantannya? Atau malah terjadi cinta lama belum kelar di antara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Takut
"Obat ini begitu keras dan memiliki efek samping cukup berbahaya. Apalagi, jika dikonsumsi dalam jangka panjang." Sang baba mulai memaparkan.
Apang menatap bunda Nena yang begitu mengenaskan. Banyak kejanggalan yang Apang lihat dari penderitaan Naira.
"Bawa ke rumah sakit milik keluarga Baba, dan datangkan dokter terbaik."
Khairan segera memandang Apang dengan begitu serius. Adik sepupu dari istrinya itu terlihat amat berbeda sekarang. Dia menjelma menjadi manusia dewasa bukan seperti bocah kematian. Ya, sebelum Tuan hadir, Apang dan Abang Er lah yang menjadi duo bocah paling menggemaskan yang selalu membuat dirinya emosian. Tapi, sekarang Khairan melihat jiwa yang berbeda dari Apang.
"Sebenarnya wanita itu siapa? Kenapa lu begitu peduli?"
"Gak usah banyak tanya dulu! Bang Khai kan dokter, pakailah jiwa keprikemanusiaannya," balas Apang dengan begitu telak.
"Bang ke!" umpatnya.
Baba Radit hanya akan menggelengkan kepala jika menantu ketiganya itu sudah bertemu dengan para adik sepupu Aleeya. Sudah pasti peraduan kata dan mulut tercipta. Untungnya baba Radit sudah terbiasa.
Sengaja Apang meminta bunda Nena dibawa ke rumah sakit keluarga Addhitama. Dia ingin sedikit membuat repot dua manusia biadab tersebut. Jika, disatukan dengan Naira sudah dipastikan itu akan mempermudah mereka. Tentunya Apang pun akan menjaga bunda Nena dengan ketat.
Baba Radit sudah menghubungi dokter terbaik di rumah sakit milik keluarganya. Jika, kondisi bunda Nena tidak juga membaik dia akan memanggil dokter dari Singapura. Meskipun, dia belum tahu bagaimana kronologinya kenapa bunda Nena bisa mengkonsumsi obat berbahaya itu, baba Radit tetap akan membantu.
"Apang percayakan ke Baba."
"Tolong bantu cari dokter yang memberi obat tersebut. Itu sudah melanggar etik." Baba Radit sudah sangat geram.
.
Membantu dengan totalitas itulah yang Apang lakukan. Bukan karena dia ingin dipuji oleh Naira, tapi Apang memang manusia yang begitu peduli terhadap sesama.
Dia juga sudah menyuruh beberapa orang kepercayaannya untuk menjaga kamar bunda Nena. Dia tak ingin ada yang menyakiti bunda Nena, wanita yang amat Naira sayang.
Seluruh administrasi pun Apang yang tanggung. Jangan ditanya bagaimana ketulusan Apang karena dia rela menggelontorkan uang yang tak sedikit untuk Naira dan bundanya.
Bunda Nena sudah mulai ditangani oleh dokter yang berkompeten. Apang menunggu di luar. Di dalam juga Khairan dan baba Radit ikut memeriksa kondisi bundanya Naira. Hembusan napas kasar keluar dari mulut Apang.
Pesan dari Reksa masuk ke ponselnya. Dia mengatakan jikalau sulit untuk meretas data dari Tuan Juan dan Justine. Dia meminta ijin kepada Apang untuk mengirim data dua orang itu ke Jepang. Rekan-rekannya yang akan membantu meretas data mereka berdua.
"Semakin sulit meretas data dua manusia biadab tersebut. Gua semakin curiga banyak kejahatan yang sudah mereka lakukan," gumam Apang dengan wajah yang menyeramkan.
Setengah jam berselang, pintu ruang pemeriksaan terbuka. Apang segera berdiri dan menghampiri paman juga kakak sepupunya.
"Dugaan Baba benar. Pasien sudah mengkonsumsi obat itu dalam jangka waktu yang lama. Kelumpuhan yang dialami pasien bukan karena penyakit yang diderita, tapi dikarenakan obat yang pasien minum terus menerus hingga Otot motoriknya melemah dan sekarang berimbas pada sulitnya bicara."
Dugaan Apang semakin menguat jikalau kejadian ini ada sangkut pautnya dengan dua manusia biadab itu.
"Kok gua mikirnya pasien itu sengaja dibuat kayak gitu. Biasanya yang melakukan hal itu bukan orang luar, melainkan orang terdekat." Khairan mulai ikut menjelaskan.
"Apa pasien tinggal sendiri?" Apang menggeleng.
"Lalu?"
Apang mengajak dua pria berbeda usia itu ke rumah sakit Wiguna Grup. Kebingungan terlihat jelas di wajah baba Radit dan Khairan.
"Apa keluarganya di sini?" tanya Baba Radit.
Apang membuka pintu ruang perawatan vvip. Khairan dan baba Radit mengerutkan dahi mereka dengan sangat kompak. Lalu, menatap Apang dengan penuh tanya.
"Dia anak dari pasien tadi."
Apang sudah berdiri di samping ranjang pesakitan Naira. Sedangkan Khairan dan Baba Radit berdiri di seberang Apang. Raut penuh ketakutan mulai terlihat. Naira menatap Apang seolah meminta penjelasan.
"Apa kamu anaknya Nyonya Nena?"
Mendengar nama sang bunda disebut Naira terdiam untuk beberapa detik. Lalu, dia memberanikan diri untuk menatap ke arah dua lelaki yang juga tengah menatapnya dengan serius.
"A-ada apa dengan Bunda aku?" Mata Naira sudah memerah.
"Tenanglah," ujar baba Radit dengan begitu lembut.
Khairan menunjukkan bungkus obat kepada Naira. Anggukan kecil Naira berikan.
"Itu obat Bunda," jawabnya.
"Sudah berapa lama ibu kamu mengkonsumsi obat ini?" Khairan sudah di mode serius.
"Kurang lebih lima tahun."
"What?" Khairan begitu terkejut.
"Kamu tahu obat ini tuh obat keras! Efek sampingnya bisa membunuh ibu kamu!" Khairan begitu geram.
Naira terlihat syok setelah mendengar kalimat yang terlontar dari bibir Khairan. Air matanya mulai menggenang.
"Jadi, selama ini aku membelikan racun untuk Bunda?"
Apang tidak tega. Tangannya mengusap lembut punggung Naira tepat di depan baba Radit dan Khairan. Sontak mereka berdua saling tatap melihat Apang seperti itu.
"Jelaskan kronologi sebenarnya."
Perlahan, Naira menegakkan kepala. Namun, pandangannya lurus ke depan dengan sorot mata penuh kepedihan.
"Sembilan tahun yang lalu, Bunda ditabrak oleh mobil yang melaju begitu kencang hingga Bunda koma. Pengendara itupun tewas di tempat." Baba Radit dan Khairan mulai mendengarkan.
"Banyak tindakan yang dilakukan karena aku ingin Bunda sadar. Namun, ternyata uang yang aku miliki tak cukup untuk membayar rumah sakit. Hingga ada seorang wanita dermawan merekomendasikan dokter terbaik untuk kesembuhan Bunda. Beliau juga yang membiayai semua perawatannya. Dan Alhamdulillah, Bunda sadar. Tapi, gak ingat apa-apa." Baba Radit dan Khairan mulai saling pandang.
"Apa sampai sekarang bunda kamu masih ditangani dokter yang sama?" Naira pun menggeleng.
"Sudah dua tahun ini aku hanya disuruh menebus obat tersebut jikalau habis. Dokter tahu bagaimana kondisi keuanganku," jelas Naira dengan nada lirih.
Tiga pria tersebut tak bisa berkata apa-apa. Hati mereka terasa sakit mendengarnya.
"Apa kamu bisa beritahu kami siapa dokter yang menangani ibu kamu?"
Naira terdiam. Lalu, dia menatap Khairan dan baba Radit dengan begitu dalam.
"Jika, aku kasih tahu. Apa aku dan Bunda akan aman? Aku takut berurusan dengan orang ber-uang."
Apang melihat ada trauma mendalam dari Naira. Dia seakan tak mau berurusan dengan orang berduit karena pada akhirnya dia juga yang akan disalahkan.
"Kami jamin kamu akan aman."
Sebuah nama Naira sebutkan. Khairan mulai mencari tahu nama yang Naira sebutkan itu. Dan kini hanya Apang dan juga Naira yang berada di kamar perawatan itu.
"Mereka siapa?"
"Om dan kakak sepupu gua," sahut Apang tanpa ekspresi.
"Apa mereka dokter?" Apang hanya mengangguk kecil.
Naira tak bertanya lagi. Dia bergelut dengan pikirannya sendiri. Hingga sebuah kalimat keluar dari bibirnya.
"Tempat teraman untukku sekarang adalah kamu, Fan." Naira mulai menatap Apang.
"Jangan tinggalkan aku karena aku benar-benar semakin merasa takut sekarang."
Apang segera memeluk tubuh Naira. Tangis Naira pun pecah di dalam pelukan Apang.
"Aku takut, Fan. Takut."
...***To Be Continue***...
komen dong ..
Glirn udh blikn sm mntan,mlah d sruh naik mbil smpah.....
nsibmu y pang pang... 🤣🤣🤣
kereeen abang Er....
semangat.....