Sehari sebelum Dipta meninggal, ia meminta Liam untuk menikahi Vana, tunangannya.
Liam Mahendra adalah seorang dokter yang memutuskan hubungan bersama kekasih hampir empat tahun mengisi hatinya, ia memilih menepati janji yang ia buat di rumah sakit untuk menikahi Vana, calon istri sahabat baiknya Dipta.
Liam memang tak mencintai Vana, namun setelah menikah akankah bisa merubah perasaannya? Dan benarkah pilihan yang ia ambil memang ditentukan takdir?
Cinta, kecewa dan amarah mengisi penuh cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achakajayes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari menyedihkan
Amira merasa saat ini kunjungannya ke makam Dipta sudah selesai. Perempuan itu memilih pergi untuk ke kantornya. Ada rapat yang harus dijalankan seperti biasa..
Baru saja akan kembali ke mobil langkahnya dibuat terhenti sebab kehadiran orang tak disangka-sangka.
"Ngapain lo kesini?"
Alex berdecak, apapun kalau mereka bertemu pasti keberadaan nya dipertanyakan. Bagaikan Alex adalah seorang pencuri saja...
"Jenguk sahabat gua, lo sendiri?"
"Ah! Gua tau, pasti jenguk cinta monyet lo kan?"
Apa-apaan cinta monyet, dasar badjingan!
Pria mengesalkan itu mangut-mangut, ia menggeser tubuh Amira menggunakan sebelah tangan. Mentang-mentang badan hulk!
"Apa-apaan sih!", geram Amira membersihkan kemeja putihnya.
" Ini bukan kuburan nenek moyang lo", ujar Alex sengaja memancing kemarahan dan dengan entengnya dia meletakkan sepucuk bunga di makam Dipta.
"Heh! Nenek moyang gue nenek moyang lo juga oon!", Alex kembali berdiri sejajar sembari menutup mulut sok terkejut.
" Lupa! Sepupu tapi calon istri gua", sahut Alex lagi-lagi sengaja memancing api.
"IDIH AMIT—"
"Shh!! Lo tau kan kita dimana?", tangan Alex menutup bibir Amira.
Kali ini posisi keduanya semakin rapat, hampir Amira tidak bisa bernafas dibuatnya.
" Akh!", satu gerakan gigi Amira mampu menembus kulit telapak tangan Alex menimbulkan bekas kemerahan.
"Ngerih.. "
"Dasar mesum!"
...----------------...
"Apa? Kamu beneran ketemu Alex tadi?", di lorong rumah sakit Vana dan Liam berjalan sembari bercerita.
Liam merasa sebagai istrinya, patut Vana mengetahui perihal apapun tentang yang Liam lakukan. Terkecuali satu hal....
" Kamu kenapa panik gitu?", bagaimana tidak panik kalau terakhir kali kedua sahabat lama saling berkelahi.
"Yah.... Aku takut kalian—"
"Tenang aja, aku sama dia udah baikan Vana.. Lihat muka aku ada bekas luka enggak?", Vana merespon gelengan kecil. Bahkan wajah pria itu tampak mulus serta bersinar.
" Enggak kan? Jadi kamu jangan khawatir, ya?"
Syukurlah kalau gitu.
Vana mampu bernafas lega usai mendengar pernyataan Liam barusan kepadanya.
"Sekarang mas mau balik ke ruangan mas atau ke ruang kamar inap papa?"
Liam seketika menghentikan langkah hingga hal serupa pun juga dilakukan Vana. Mata Liam sengaja mengunci mata istrinya yang tampak indah namun sekarang berisi pertanyaan.
Srett...
Satu gerakan sekejap membuat Vana berada dalam gendongan Liam, tubuh ramping tak berat tentu tak sulit diangkat lengan kekar suaminya.
"Mas... Kamu ngapain?", bisik protes Vana. Gadis itu kesusahan untuk turun dari tubuh Liam, terlebih jeratan tangan Liam begitu kuat. Gak sakit loh! Tapi kuat banget...
"Wahhhh! dokter keliatan keren banget", pasien anak kecil yang sedang berjalan-jalan bersama seorang suster terus terang memuji kelakuan Liam.
" Iya dong, bener kan sayang?"
Apapun yang kini dilakukan Liam sama sekali tak masuk dalam akal sehat Vana, suaminya kalau tingkah terus bisa-bisa bikin istrinya kepalang baper bukan?
"Mas kita mau kemana?"
Liam sengaja tak memberitahu lagi dengan santai ia membawa Vana ke ruangannya lalu meletakkan istrinya begitu hati-hati di sofa.
"Mas mendingan kalau aku disuruh nunggu gini, ke pap—"
Deg.
Liam melepas jas nya, kemudian berbaring di paha Vana. Ia juga memejamkan mata seraya menggenggam jemari Vana.
"Lima belas menit, tunggu saya bangun ya?"
Bahkan aku nunggu kamu jatuh cinta ke aku mas..
...----------------...
Wilona menggigit kuku di jemari tangannya. Tampak raut kesal menghiasi wajah. Sudah beberapa kali dia mencoba menghubungi Alex dan Liam. Tapi apa hasilnya? Nihil...
Alex dan Liam kompak tidak aktif menggunakan ponsel mereka.
"Liam sih gue bisa tau dia sibuk, Alex? Lo sibuk apa sih?"
Sopir menatap pantulan wajah Wilona, ia bermaksud mengatakan sesuatu.
"Nona... Sebentar lagi kita sampai"
Mendengar nya wajah Wilona semakin ditekuk, dia hari ini berdandan semenarik mungkin tak lupa mengenakan dress hitam tanpa lengan. Tapi sungguh moodnya rusak total!
Cit//....
Dan disinilah wanita itu berada, tepat di depan restoran bintang lima pilihan orang yang akan dijodohkan bersamanya.
Brak!
Langkah gontai Wilona menunjukkan perasaan tak sukanya, begitu masuk ke dalam restoran tampak tempat ini sudah dipesan untuk digunakan hanya mereka berdua saja.
Tak jauh dari posisi Wilona terdapat pria ber—jas serta Kacamata yang melekat tengah berbincang dengan bawahannya.
Daripada hanya diam saja Wilona mendekati pria bernama Hiro, setengah keturunan bule.. Kelihatan dari wajahnya.
"Tuan Hiro?", ujar Wilona mampu mengambil atensi pria itu.
" Wilona?", wanita itu mengangguk seraya tersenyum palsu. Bukan apa-apa tapi mamanya meminta untuk tak melakukan hal beresiko buruk.
"Tinggalkan kami", sekertaris Hiro bergegas mengambil langkah untuk melaksanakan perintah.
Tersisalah hanya mereka berdua sekarang.
" Mau makan apa?"
...----------------...
" Jadi... Kamu yang akan menikah dengan saya?", baru akan menyentuh peralatan makan tapi sudah di tanyai.
"Sepertinya kamu sudah tahu itu"
Hiro tersenyum, wanita yang ada di hadapannya rupanya adalah orang yang sombong, persis seperti informasi yang ia dapat.
"Apa alasanmu menerima perjodohan ini?"
Wilona menghela nafas mencoba sabar meski tenggorokan nya sudah kesusahan menahan.
"Mama yang memintaku", pria itu mengangguk paham.
" Sebenarnya untuk menjadi istriku ada beberapa hal yang harus kamu patuhi", ucapan Hiro berisi puluhan pertanyaan dalam benak Wilona.
"Katakan, jangan bertele-tele"
Hiro mengangguk seraya membasahi bibir bawah.
"Pertama... Aku tidak suka wanita sombong, kedua... Jangan berani selingkuh dari ku dan terakhir... Ketiga—"
Baru dua saja mampu membuat Wilona meneguk ludah, dia memenuhi larangan dari Hiro.
"Wanita itu harus perawan..."
Oh god!
"Apa nona Wilona seorang gadis?"
Habis sudah riwayat Wilona sekarang, pria ini kan keturunan bule? Bukankah hal semacam (tidak perawan) itu amat wajar?
"Saya memang memiliki darah Belanda, tapi prinsip saya... "
"Tidak suka barang bekas"
Jleb!
Wilona meremas ujung dress, tanpa sengaja kuku jari juga mencakar bagian pahanya sampai sedikit mengeluarkan darah.
"Ck, tak perlu dijawab. diam mu mampu menjawab semua."
"Rupanya nona Wilona gadis murahan... Akh! Wanita murahan... "
Tanpa ingin membuang waktu percuma, Hiro menyerahkan sebuah foto mesra Wilona bersama Alex di lobby hotel. Entah kapan diambilnya tapi mampu meneteskan air mata Wilona dalam sekejap mata.
"Makanlah, sudah saya bayar"
Hari ini dia di permalukan meski tak di hadapan umum.
"Beritahu mama mu, perjanjian kita batal."
Bersambung.
