NovelToon NovelToon
Mawar Merah Berduri

Mawar Merah Berduri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Aini

Mawar merah sangat indah, kelopak merah itu membuatnya tampak mempesona. Tapi, tanpa disadari mawar merah memiliki duri yang tajam. Duri itulah yang akan membuat si mawar merah menyakiti orang orang yang mencintainya.

Apakah mawar merah berduri yang bersalah? Ataukah justru orang orang yang terobsesi padanyalah yang membuatnya menjadi marah hingga menancapkan durinya melukai mereka??!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9 Makan siang

Inne tampak sangat cemas, sebab belum ada taksi yang lewat. Kalau pun naik bus, nyampenya pasti lama. Pesan dari Adit pun masuk lagi.

MY LOVE

Aku udah lumutan.

Kamu dimana sih, sayang?

^^^Bentar Dit, ini lagi di taksi^^^

Dari tadi di taksi mulu.

Kamu berangkat dari Bandung ya?

^^^Jalanan macet, Dit.^^^

^^^Bentar ya.^^^

^^^Sabar, sayangku.^^^

Tin, tin!

Mobil alpard berhenti di dekat Inne, pintu terbuka, di sana ada Brian.

"Naik kak, aku antar."

"Gak usah, makasih. Mending naik taksi aja."

"Bukannya kakak buru buru ya. Nunggu taksi kayaknya butuh waktu setengah jam deh."

Inne tampak berpikir, hampir saja dia mengiyakan tawaran Brian, andai taksi tidak datang tepat waktu.

"Taksi!" Inne tersenyum senang saat taksi itu berhenti.

"Kamu benar, taksi datang setengah jam kemudian. Lihat tuh jam tangan kamu, pasti sudah setengah jam berlalu." ledek Inne.

Brian hanya bisa merutuk kesal, karena dia masih gagal untuk mengakrabkan diri dengan Inne.

Sementara itu, tepat di depan grand hotel, Adit menunggu dengan perasaan kesal sebab yang ditunggu masih juga belum terlihat.

Inne yang baru saja tiba langsung berlari menghampiri kekasihnya yang super duper pemarah itu.

"Dit, maaf ya." ujarnya dengan napas ngos ngosan.

"Kamu tu sekarang jadi sering telat ya. Kenapa? Apa ketemuan sama cowok lain dulu..."

"Ya gak lah, Dit. Namanya juga naik taksi, emang kamu yang kemana mana naik mobil sendiri."

"Lah kok jadi nyalahin aku sih?"

"Gak Dit, aku gak nyalahin kamu kok." Inne merangkul lengan Adit guna membujuknya.

"Aku tadi udah tawarin buat jemput kamu loh, In. Eh kamu bilang gak usah. Lah giliran disuruh datang tepat waktu, malah telat."

"Iya, maaf. Jangan marah ya." Inne membuat ekspresi imut menggemaskan yang tentu saja membuat emosi Adit mereda seketika.

"Aku cium juga nih." Adit gemas sampai ingin mencubit pipi Inne.

"Eh tapi kita mau ngapain disini? Kamu gak renang?"

"Hari ini gak akan ada renang. Aku mau bawa kamu ke ruangan yang ada di dalam hotel."

"Ruangan apa?"

"Ade deh, nanti kamu juga tau." menarik tangan Inne untuk ikut masuk.

"Gak mau, kamu mau bawa aku kemana, Dit?" Inne berontak.

"Ke kamar." bisik Adit menggoda Inne.

"Adit! Aku gak mau."

"Udah ayo ikut aja. Aku gak sebrengsek itu kok, Inne."

"Tapi otak kamu mesum."

"Terserah kamu deh. Ayo!"

Adit tidak lagi menarik tangan Inne, dia malah merangkul pinggang Inne.

Karyawan hotel sih sudah biasa melihat hal itu, jadi mereka tidak terganggu sama sekali. Tapi, Adit belum pernah merangkul Inne seperti ini didepan papanya dan keluarga besarnya.

Mereka tiba di resto hotel itu yang mana mereka mendatangi ruang VIP khusus keluarga besar Pratama.

"Dit, kok banyak orang?!" Inne jadi gugup dia juga langsung menjauhkan diri dari rangkulan Adit.

"Gak apa apa, sayang. Itu semua keluarga aku."

"Aku gak mau ah. Aku takut, Dit."

"Gak usah takut, sayang. Ada aku." Adit menggenggam erat tangan Inne.

"Tapi, Dit. Pakaianku gak pantas." Inne merasa tidak percaya diri dengan stelannya hari ini.

"Kamu cantik sayang. Mau pakai apapun kamu tetap terlihat elegan, cantik dan menggemaskan." Puji Adit.

"Tapi, Dit..."

"Udah ayo, kita masuk. Gak akan ada apa apa. Percaya sama aku."

Mereka pun melangkah masuk, Adit melepas genggaman tangannya dengan Inne saat semua mata mulai menoleh pada mereka. Bukan Adit tidak ingin memperkenalkan Inne sebagai kekasihnya pada keluarga besarnya, justru Inne lah yang merasa belum siap untuk itu.

"Adit, sudah datang nak." sambut papanya.

"Iya, pa."

Adit dan Inne duduk di kursi yang bersebelahan. Inne jelas tampak gugup, tapi dia tetap mencoba tersenyum.

"Adit tumbuh dengan baik loh. Tante bahkan tadi sempat pangling." Puji tantenya.

"Om juga agak terkejut tadi, rupanya ponakan om sudah sebesar ini."

"Ini pacar kamu, Dit?" tanya tantenya.

"Bukan tante, saya Inne teman kuliah Adit." jawab Inne cepat.

"Oh teman kuliah. Kirain pacar Adit."

"Inne ini teman kuliah Adit sekaligus guru les Adit. Jadi, tugasnya membantu Adit menaikkan nilai nilainya disetiap mata pelajaran." Sambung papanya yang membuat senyum Inne semakin terlihat dipaksakan.

Ingin rasanya Adit mengumumkan bahwa gadis cantik di sampingnya adalah pacarnya. Tapi, Inne menggenggam erat tangan Adit seakan memberi isyarat agar Adit tidak melakukan itu.

"Inne kan teman dekat Adit, satu kampus dan satu jurusan juga. Adit sudah punya pacar belum?" tanya tante penasaran.

"Hmm, kalau memang Adit sudah punya pacar, pasti dia akan membawa pacarnya hari ini, bukan malah membawa saya. Iya kan, tante?" Jawab Inne santai.

"Iya juga sih."

"Ya sudah, dari pada sibuk membahas soal pacar, lebih baik kita nikmati hidangan yang sudah tersaji." ajak papa.

"Inne, kamu juga makan yang banyak."

"Terimakasih om."

Mereka pun menikmati hidangan makan siang mewah itu sambil berbincang. Seperti membahas tentang saham, ahli waris, dan juga tentang kuliah Adit.

Papa Adit selalu mengikut sertakan Inne dalam obrolan mereka. Dia sangat terlihat berusaha untuk membuat Inne merasa nyaman berada di sekitar mereka.

Perlakukan papa itu membuat tante tante dan om om nya curiga. Sampai mereka saling berbisik bisik.

"Mbak yu, sepertinya Inne tu pacarnya Adit deh. Mas Irwan juga suka banget kayaknya sama Inne." Bisik tantenya pada tante yang satunya.

"Kalau pun benar Inne pacarnya Adit, mas Irwan pasti sengaja memperlakukan Inne dengan baik, untuk kemudian menjauhkan Inne dari Adit. Kamu kan tahu sendiri mas Irwan seperti apa. Dia tidak akan mengotori tangannya untuk menyingkirkan apapun yang tidak dia sukai."

"Oya?"

"Iya."

Inne mendengar jelas bisik bisik itu, karena dia duduk disebelah mereka. Dia bahkan sempat hendak menarik tangannya dari genggaman tangan Adit. Tapi tidak diizinkan oleh Adit sama sekali. Adit terus menggenggam tangan Inne dengan erat.

"O iya, Dit. Bentar lagi kamu sudah mau magang, kan?"

"Iya, om."

"Kalau belum kepikiran mau magang dimana, kamu bisa magang di perusahaan om. Sekalian belajar mandiri, biar gak selalu manja dan apa apa minta uang sama papa kamu."

Adit sangat tidak suka saat dikatai anak manja yang selalu berlindung dibawah kekuasaan papanya. Padahal, selama ini Adit mendapatkan uang jajan sendiri dari hasil konten di instagram dan tiktoknya.

"Sudah saatnya kamu menjadi lebih dewasa. Kasihan papa kamu mengurus perusahaan sendiri, padahal dia punya anak cowok."

"Biarkan saja. Aku tidak pernah memaksa anak anak untuk menjadi seperti yang aku mau. Biarkan anak anak memilih jalan mereka sendiri. Selama itu tidak membuat malu keluarga besar Pratama." sambung papa Adit.

"Mas Irwan selalu saja memanjakan Adit. Itulah mengapa sampai saat ini Adit masih belum dewasa pikirannya, kuliahnya juga gak beresn" Lanjut tantenya ikut nyeletuk.

Adit terpancing emosi, jika saja bukan karena Inne yang menahannya, Adit mungkin akan mengamuk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!