BURUK RUPA JADI RATU TUAN KEJAM

Seperti terkena sihir oleh ucapan, bentuk tubuh ditambah aroma parfum yang di pakai Rere, seketika itu juga perasaan Riko berangsur tenang.

"Duduklah dan kita bicarakan baik-baik."

Rere membantu Riko duduk dan anehnya pria itu mengikut begitu saja.

Widia yang saat itu memperhatikan mereka begitu jijik melihat ulah perempuan satu itu.

"Cih....dasar pelakor." ucapnya dalam hati.

"Sekarang kamu boleh keluar, soal Riko biar aku yang tangani."

"Tapi Bu, saya masih banyak urusan dengan pak Riko, banyak hal yang harus kami bicarakan serta berkas yang harus beliau tanda tangani."

"Aku tidak biasa mengulang perkataan ku, kamu lihat jalan keluar bukan?"

"Semua berkas yang harus di tandatangani pak Riko ada dalam map ini. Kalau begitu saya permisi."

Widia meletakkan map diatas meja Riko.

"Satu lagi, antarkan kami makan dan minum kemari karena sepanjang hari ini kami akan bersama, semua masalah kantor atau tamu yang datang pending dulu untuk sementara waktu paham!"

"Itu saja bu? Kalau begitu saya permisi"

"Jangan lupa kunci pintu dari luar" sambung Rere.

Widia mengangguk lalu berbalik dengan perasaan jengkel.

"Sekarang kita aman, aku akan memberi service terbaikku pada mas hingga mas benar-benar puas dan sulit melupakannya."

Rere mulai melakukan aksinya. Mencium bagian tubuh Riko dengan agresif.

Awalnya Riko hanya diam tapi setelah mendapat serangan bertubi-tubi dari Rere akhirnya tangan pria itu mulai membalas.

Tangan kekarnya menjalar kemana-mana.

Riko sudah tidak bisa mengendalikan diri, pria itu seperti kesetanan menerjang membabi buta.

Riko mengangkat tubuh Rere masuk dalam ruangan kecil tempat biasa dia gunakan beristirahat siang atau menginap saat pekerjaan kantor menumpuk.

Hampir 1 jam mereka di dalam sana hingga keduanya keluar dengan pakaian, rambut sudah acak-acakan dan tentunya keringat membasahi tubuh keduanya.

Keduanya kembali ke sofa

"Mas bagaimana?" manja Rere meletakkan kepalanya di dada bidang Riko.

"Ini yang terakhir kalinya Rere, aku tidak mau hubunganku dengan Kania semakin runyam karena kehadiranmu."

"Kania lagi Kania lagi. Mas sudah menikmati apa yang ada padaku tapi mas masih terus mengingat Kania. Memang apa lebihnya Kania dibanding aku?"

Rere memperbaiki posisi duduknya dengan pandanganya membelakangi Riko.

"Kania cinta pertamaku dan sebentar lagi kami akan menikah, aku harap kamu tidak lagi mengganggu hubungan kami."

"Jadi selama ini mas hanya menjadikan aku tempat pelampiasan semata? Kalau butuh mas lari padaku sedangkan hati mas ada pada Kania?"

"Kamu tidak usah protes, kalau bukan kamu yang datang merayuku tidak mungkin semua ini bisa terjadi. Sekarang pergilah aku banyak kerjaan."

"Mas....." protes Rere

Tanpa peduli Riko langsung berdiri menuju meja kerjanya. Membuka map lalu menandatangani isinya satu- persatu.

Dengan muka masam Rere berdiri dan mengambil tas kecil yang sengaja dia letakkan diatas sofa.

"Kalau aku tidak bisa memilikimu maka jangan harap Kania juga bisa"

Rere meninggalkan ruangan Riko dengan penuh kekecewaan, harapannya untuk memiliki Riko terus terhalang oleh adanya Kania.

Rere terus melangkah dengan linangan air mata hingga dia masuk ke dalam life.

"Apa yang terjadi denganmu nak?"

Terdengar suara pria di dalam life.

"Om......." rere memeluk pria itu.

Pria yang tidak lain adalah Sanjaya sedikit tersentak mendapat pelukan dari Rere.

"Tenangkan dirimu nak, ayo cerita di ruangan om."

Sanjaya merangkul tubuh Rere yang terus saja menangis di pelukannya dan membawa keruang paling puncak menggunakan life.

Setelah tiba dalam ruangan yang cukup luas Sanjaya mendudukkan tubuh Rere di sofa.

"Nak Kamu mau minum apa biar om menyuruh sekertaris Joni mengantarkan untukmu."

"Apa saja om yang penting bisa menenangkan hati Rere."

"Baiklah kalau begitu, kamu duduk disini sebentar."

Sanjaya beranjak menuju ke meja kerjanya lalu menelpon sekretarisnya.

Tidak lama kemudian pintu terbuka, seorang pria berjas masuk dengan membawa nampan beri minuman dingin.

Sanjaya segera mengambil gelas diatas nampan dan menyuruh Joni pergi.

"Minumlah, dan ceritakan apa yang terjadi padamu hingga membuatmu menangis seperti."

Sanjaya menatap iba pada perempuan beliau yang duduk dihadapannya.

Rere meneguk habis minuman dalam gelas.

"Terima kasih banyak om."

Rere meletakkan gelas diatas meja.

"Ini semua gara-gara Riko om, Riko begitu kejam pada Rere."

Rere kembali menangis dan memeluk tubuh kekar Sanjaya.

Sanjaya sebenarnya merasa risih dengan ulah gadis yang hampir seumuran dengan anak gadisnya yang meninggal akibat gagal jantung.

"Apa yang telah Riko lakukan padamu biar om beri pelajaran padanya."

Rere sejenak terdiam, perempuan licik itu memutar otak supaya Sanjaya semakin peduli padanya.

"Riko sudah merenggut apa yang selama ini Rere jaga. Rere malu om, apa kata orang-orang nanti jika mengetahui kalau Rere sudah tidak suci lagi. Hati orang tua Rere juga pasti akan hancur. Mengapa Rere begitu gegabah, Rere benar-benar tidak bisa jaga diri"

Tangisan Rere semakin dibuat-buat.

"Apa? Jadi Riko sudah menodai mu. Anak itu benar-benar kurang ajar. Om tidak akan tinggal diam, anak itu harus diberi pelajaran"

Sanjaya mencoba berdiri tapi segera di cegah Rere.

"Jangan om, takutnya Riko semakin membenci Rere."

"Tapi bagaimana kalau kamu sampai hamil, nama keluargamu dan keluarga kami pasti akan tercoreng."

"Kalau soal itu om jangan kuatir Riko sudah berpengalaman, Rere yakin sekali kalau Riko dan Kania sudah sering melakukan ini."

"Kasihan sekali kamu Rere, masih muda begini kamu sudah di nodai. Terus kamu mau apa sekarang biar om membantumu."

"Om tolong desak Riko untuk memutuskan hubungannya dengan Kania dan segera menikahi ku. Rere tidak mau Riko hanya memanfaatkan Rere sebagai pelampiasan saja."

"Itu pasti, om akan mendesak Tante dan Riko untuk menerimamu, suka atau tidak suka."

"Terima kasih om, om begitu baik pada Rere, Rere sayang om."

Tanpa diduga Rere mencium Sanjaya hingga berkali-kali.

Kembali Sanjaya kaget dengan perlakuan Rere padanya. Secepat mungkin sajaya mendorong tubuh Rere menjau.

"Cukup Rere tidak baik dilihat orang."

"Jadi maksud om kalau tidak dilihat orang ini baik-baik saja."

Rere tampak genit dan kembali mempererat pelukannya pada Sanjaya.

"Bukan begitu maksud om nak Rere. Kalau begitu kamu bersantailah disini, om mau bekerja menyelesaikan pekerjaan om dulu."

Sanjaya berdiri untuk menghindari hal yang tidak di inginkan karena Rere semakin agresif padanya

"Sepertinya orang tua ini susah di taklukan, tidak seperti anaknya, hanya di sentuh sedikit dia pasti sudah buas menerkam."

Ada beberapa saat Rere di sana hingga akhirnya dia pamit pulang.

👉 Jangan lupa untuk terus memberi dukungan ya dengan cara like, komen dan shere, terima kasih