NovelToon NovelToon
Danyang Wilangan

Danyang Wilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Mata Batin / Roh Supernatural
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: neulps

RONDHO KANTHIL SEASON 2

4 tahun setelah tragedi yang menjadikan Desa Wilangan tak berpenghuni. Hanum masuk usia puber dan kemampuan spesialnya bangkit. Ia mampu melihat kejadian nyata melalui mimpi. Hingga mengarah pada pembalasan dendam terhadap beberapa mantan warga desa yang kini menikmati hidup di kota.
Hanum nyaris bunuh diri karena setiap kengerian membuatnya frustrasi. Namun seseorang datang dan meyakinkannya,
“Jangan takut, Hanum. Kamu tidak sendirian.”

CERITA FIKTIF INI SEPENUHNYA HASIL IMAJINASI SAYA TANPA MENJIPLAK KARYA ORANG LAIN.
Selamat membaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neulps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanum Sakit Lagi

Sesampainya di musala, Kartika meletakkan koper lalu merebahkan diri di lantai serambi yang dingin. “GUE KABUR KE SINI, GUYS!” teriaknya tiba-tiba.

Mahesa dan Nayla yang kebetulan selesai salat magrib di dalam musala buru-buru keluar. “Apa sih teriak-teriak? Kalo didenger anak-anak gimana, coba?” tegur Mahesa.

Kartika mengulet nikmat lalu bangkit dengan posisi duduk bersila. “Kalo anak-anak masih di sini ya jelas aku nggak bakal teriak, lah!”

Febri geleng kepala. Mahesa dan Kartika sejak dulu memang seperti Tom and Jerry. Meski satu tim tapi sering ribut mulai dari hal kecil. Beruntung mereka selalu kompak dalam pertarungan atau dalam melakukan segala hal yang berkaitan dengan kepentingan Mirandani.

“Kak, ini tas-tas mau taruh di mana? Nggak mungkin kan kamu tidur di musala?” tanya Febri sambil menyodorkan tas yang dijinjingnya pada Kartika.

Kartika mendengus. “Taruh sini aja dulu lah, ntar aku bilang ke Bang Topan, minta kamar.”

“Jiah! Kamu mau nginep di sini juga?” sembur Mahesa. Mendapat anggukan kepala dari Kartika, Mahesa langsung memicingkan mata. “Awas aja kalo kamu minta sekamar sama kami.”

“Sontoloyo!” damprat Kartika. Nayla hanya geleng kepala melihat percekcokan dua orang dewasa yang lebih mirip remaja puber itu.

“Pak! Kak! Tolong!” teriak sebuah suara yang mengagetkan Febri cs.

Seorang anak perempuan yang Nayla tahu sebagai teman sekamar Hanum tampak tergopoh-gopoh mendekat ke tempat mereka berempat. Nayla langsung berpikir negatif. “Yesi? Ada apa? Hanum kenapa?” paniknya, padahal Yesi belum menyebut nama Hanum pada mereka.

“Iya! Hanum!” jari Yesi menunjuk-nunjuk. “Dia kejang-kejang, trus nangis, ngigau—pasti mimpi buruk.”

“Oke, thanks!” sahut Febri yang kemudian melesat mengikuti Nayla yang sudah pergi lebih dulu menuju kamar Hanum.

Sesampainya di sana, Febri cs panik melihat Hanum kejang dengan mata terpejam sambil mengernyit seperti menahan sakit. “Num, Hanum?” panggil Nayla sambil mengusap kening basah gadis pucat itu.

“Ada yang bisa panggilin dokter yang biasa ngurus anak-anak panti?” tanya Febri.

Yesi langsung mengangguk. “Saya teleponin, Pak!” Ia lalu berlari keluar kamar. Kebetulan dokter yang biasa dipanggil Taufan untuk mengobati anak-anak asuhnya selalu bersedia datang kapan saja.

Kartika juga berlari keluar. Lalu tak berselang lama ia kembali sambil membawa kotak obat yang kelupaan masih ada di bagasi mobilnya. Ia keluarkan cooling patch dari sana lalu memasangkan ke kening Hanum setelah dihanduki Nayla.

Di tengah momen genting itu, Hanum sedang bermimpi.

Hanum merasa sangat takut melihat tangan dan kakinya mengecil. Ia sedang berdiri sendirian di tengah hutan yang dipenuhi pepohonan jati dan semak-semak belukar. Tempat seram itu sama sekali tak ia kenal. Meski saat kecil ia suka keluyuran bersama teman-teman, tapi tak pernah jauh-jauh dari ladang.

“Ini di mana? Kenapa aku jadi anak kecil?” gumam Hanum dengan badan gemetaran. Mengedar pandang, semak-semak di sisi kanan tiba-tiba bergerak. Hanum makin ketakutan. Ia sendiri heran, padahal sudah tak takut dengan makhluk astral, tapi kali ini ia merasa gentar.

“S—siapa di sana?” tanya Hanum dengan suara kecilnya.

Kemudian terpampanglah sebuah kepala ular sanca bertanduk, ukurannya sebesar rumah—hingga terlihat tak wajar. Hanum yakin ular itu bukan makhluk hidup. Ia langsung ambruk dan meraung ketakutan.

Hanum berusaha mengesot mundur. Lalu dengan tertatih berlari menjauhi si ular besar. Menyusuri jalan setapak kecil hingga masuk ke padang ilalang. Hanum terus berlari tak tentu arah, tanpa tujuan. Sesekali menoleh ke belakang, sosok ular mengerikan itu ternyata mengejar.

“AAAAAKH!! TOLOOONG!!!” Hanum menangis jejeritan.

Napas Hanum mulai menipis, panas, dan tersengal. Dadanya berat seperti dihimpit batu besar. Dan tiba-tiba ia keluar dari padang ilalang dengan tubuh melayang.

“AAAKH!” jerit Hanum sekeras-kerasnya saat menyadari dirinya akan jatuh ke jurang. Mata terpejam. Napas tertahan. Hanum yang sudah pasrah mendapati dirinya mendarat dengan aman.

Empuk, lembut, dingin.

Hanum segera membuka mata. Lalu histeris lagi saat melihat kepala ular besar sudah berjarak sejengkal dari wajahnya. Ternyata ia terjatuh di tubuh ular mistis itu. Seketika Hanum lemas, tak berdaya.

“Tolong jangan sakiti aku!” pinta Hanum kecil diikuti tangis pilu.

Tiba-tiba tangan besar hitam menempel di atas wajah Hanum. Hanum kalang kabut berusaha menjauh. Dilihatnya sosok Ireng muncul dari balik kepala si ular. Hanum makin ketakutan. Lagi-lagi heran, karena ia takut pada kemunculan Ireng yang mengerikan.

“Tenang, Nduk,” ujar Ireng yang perlahan berubah wujud menjadi wanita cantik.

Isak tangis Hanum berangsur reda. Ditatapnya wanita cantik berkebaya indah itu dengan nanar. Dalam hatinya penuh pengharapan agar tak lagi dibuat ketakutan. Meski sosok ular besar masih saja memacu detak jantungnya yang dipenuhi kengerian.

Ireng menarik kedua lengan Hanum secara perlahan. Lalu diangkatnya gadis itu ke gendongan. Ireng bahkan mengelus lembut punggung Hanum untuk ditenangkan. Lalu ia duduk bersimpuh di punggung si ular besar.

“Bawa kami ke sana, Danyang,” ujar Ireng dengan suara pelan.

Hanum agak terkejut mendengar Ireng menyebut nama Danyang. Masih tak tahu sosok apa lagi yang ada di dekat mereka bertiga yang Ireng panggil dengan sebutan itu. Yang jelas, usapan lembut disertai gumaman lagu lirih Ireng membuatnya mengantuk. Sejurus kemudian mata Hanum terpejam.

***

Dokter selesai memeriksa kondisi Hanum. Ia menyatakan bahwa gadis itu hanya terserang demam. Tapi tetap diberikannya obat yang bisa segera menyembuhkan. Lalu buru-buru pamit karena mendapat panggilan dari Taufan.

Meski Hanum sudah tak lagi kejang, nyatanya demam belum juga turun hingga pukul 10 malam. Febri dan yang lain terus berjaga di dekat Hanum sambil membahas Pak Dirman. Nayla tertidur di pangkuan Kartika karena kantuknya sudah tak tertahankan. Sedangkan Yesi dan dua teman sekamar Hanum yang lainnya diizinkan menginap di rumah Taufan.

“Pak Febri...” erang Hanum dengan suara lirih.

Febri tersentak dan buru-buru memeriksa Hanum bersama Mahesa. Hanum bergerak pelan dan tampak berat membuka mata. Diliriknya Febri dan Mahesa yang merapat ke samping ranjangnya. “Hanum, gimana keadaan kamu?” tanya Febri sembari mengecek kening gadis itu. Ia menoleh pada Mahesa lalu menggeleng. Demam Hanum belum turun.

“Kamu butuh minum? Atau mau ke kamar mandi?” tanya Mahesa.

Hanum menggeleng lemah sambil kembali memejamkan mata. “Tolong... bawa saya ke... tempat Danyang.”

DEG!

Febri, Mahesa, dan Kartika saling pandang. Febri mendekatkan wajah ke telinga Hanum lalu berbisik, “Apa kamu mimpiin sesuatu sampai pengen ketemu sosok yang kita nggak tahu siapa itu?”

Kali ini Hanum mengangguk. “Aku mimpi ketemu Ireng... Dia hampir bawa aku ke tempat Danyang...,” terang Hanum dengan napas pendek-pendek. “Aku juga inget... pernah mimpiin Tante Mirandani... yang nyuruh aku sambang ke sana...”

Febri menggenggam erat tangan lemas Hanum yang cukup panas dirasanya. “Oke. Kita ke sana sekarang juga.”

Mahesa langsung menarik lengan kemeja Febri. “Jangan sembarangan ngomong kamu, Feb!” hardiknya. “Sekarang jam 10 dan kondisi Hanum masih selemah ini.”

Giliran Kartika yang menarik kerah belakang Mahesa setelah Nayla bangun dari pangkuannya. “Kamu yang nggak lihat situasi, Sa!” sengaknya. “Kalo dibawa ke sana bisa bikin Hanum sembuh, ya ayok aja! Jangan buang waktu!” Kartika segera berdiri dan membenahi jaketnya. “Kita gas, Feb, aku anter!”

Mahesa tak sanggup mendebat dua orang yang menggebu-gebu itu. Nayla yang masih keriyipan bahkan membantu Kartika mengganti pakaian Hanum. Sedangkan Mahesa mengekori Febri ke kamar inap mereka.

“Feb, kita musti sabar nunggu hari Sabtu yang tinggal satu hari lagi,” protes Mahesa di ambang pintu.

Febri tak menggubris Mahesa dan fokus mengemasi barang-barang yang akan diperlukannya. Mahesa menarik bahu Febri hingga keduanya saling bertatapan mata. Febri mendengus panjang.

“Aku nggak tega lihat Hanum kesakitan kayak gitu, Bang. Lagian kita ke sana sekalian mastiin keadaan Pak Dirman.”

Mahesa kemudian diam.

***

Mobil merah Kartika melaju pelan setelah melewati gerbang selamat datang. Jalanan gelap yang diapit pepohonan jati tampak mengerikan. Kartika bahkan terus menggumamkan harapan semoga mesin mobil tak mati di tengah jalan. Meski sudah pernah bertarung dengan hantu, nyatanya kegelapan desa terbengkalai ini membuatnya sedikit ketakutan.

“Hati-hati, Tik, jangan meleng. Takutnya ntar tiba-tiba ada yang jatoh di depan kaca,” goda Mahesa.

“Bulshit!” bentak Kartika. Ia kesal karena Mahesa seolah tahu rasa takut yang menderanya.

“Aneh. Kok kita nggak lihat penampakan apa pun di sekitar sini?” celetuk Febri.

Mahesa dan Kartika juga setuju. Terasa sangat aman di tempat terbengkalai itu. “Apa jangan-jangan mata batin kita mendadak ketutup?” duga Mahesa.

“Nggak tahu, lah!” sahut Kartika. “Aku takut kalo tiba-tiba ada binatang liar muncul trus ketabrak mobilku.”

Kontan seisi mobil diliputi ketegangan. Dan ketiganya berteriak bersama saat headlamp menyorot kaki bergaun putih yang melayang menyusuri jalan seolah memandu mobil Kartika.

“Guys? Kenapa tiba-tiba suasananya jadi mencekam?” tanya Kartika dengan tangan gemetaran. “Kita bahkan udah khatam lawan makhluk-makhluk mengerikan. Tapi sekarang—”

Kartika tercekat, napasnya tertahan. Sosok bergaun putih yang ada di depan itu tampak berhenti melayang. Lalu perlahan memutar badan. Hanya saja, karena jarak antara sosok itu dengan mobil cukup dekat, jadi headlamp tak bisa menyorot wajahnya.

Febri tersentak sampai merinding sebadan saat Hanum tiba-tiba merintih di pangkuannya. “Hanum? Kamu kenapa?”

Hanum tak menjawab dan malah mengerang kesakitan. Febri tak sabar. Ia geram karena sosok di depan mobil itu seperti menghalangi jalan. Diletakkannya kepala Hanum ke kursi secara perlahan. Ia lalu membuka pintu dan kontan mendapat teguran dari Mahesa dan Kartika yang kesal atas tindakan nekatnya beranjak ke luar.

“Feb!” teriak Mahesa dan Kartika bersamaan.

Febri yang kepalang geram sudah tak mendengarkan protes dua rekannya itu. Ia melangkah mantap setelah menutup pintu. Mahesa tak tinggal diam, ia pun ikut keluar. “Kamu terus siap di balik setir, Tik. Kalo ada apa-apa kamu langsung gas aja.” Perkataannya mendapat anggukan mantap penuh kecemasan dari Kartika.

“Mir?” panggil Febri setelah flashlight HP-nya menyorot ke atas pemilik kaki bergaun putih itu.

Betapa Mahesa turut terhenyak melihat sosok Mirandani tengah menatap datar ke arahnya dan Febri.

1
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
reska jaa
wahhh.. masih sempat up.. thank you👌
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Yulia Lia
lanjut thoor
reska jaa
bagus cerita muu thour.. di lanjut 🥳🥳
n e u l: terima kasih /Pray/ siapp /Good//Smile/
total 1 replies
Lyvia
suwu thor u/ upnya, matrehat
n e u l: sami-sami /Pray/ matur suwun juga terus mengikuti
total 1 replies
Ali B.U
apa yang terjadi sama Pak Dirman.?

lanjut
n e u l: masih misteri ya pak /Joyful/
total 1 replies
Lyvia
lagi thor
Ali B.U
next.
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Yulia Lia
jangan2 Siska anak yg punya panti tempat kinar yg mau di jadiin tumbal ...nah lho thor
n e u l: identitas asli Siska ntar direveal /Sneer/ ikuti terus ya kak /Joyful/
total 1 replies
Ali B.U
next
Yulia Lia
lanjut thor
n e u l: siap! /Determined/ terima kasih /Smile/
total 1 replies
Ali B.U
is the best
Ali B.U: semoga semangat dalam berkarya
n e u l: matur tengkiyu pak ABU /Pray//Determined/
total 2 replies
Ali B.U
next
Ali B.U
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!