NovelToon NovelToon
Menjadi Selamanya

Menjadi Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:14k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Divi hampir menyerah saat pengajuan pinjamannya ditolak, dengan alasan Divi adalah karyawan baru dan pengajuan pinjamannya terlalu besar. Tapi Divi memang membutuhkannya untuk biaya operasi sang ibu juga untuk melunasi hutang Tantenya yang menjadikan Divi sebagai jaminan kepada rentenir. Dimana lagi dia harus mendapatkan uang?

Tiba-tiba saja CEO tempatnya bekerja mengajak Divi menikah! Tapi, itu bukan lamaran romantis, melainkan ada kesepakatan saling menguntungkan!

Kesepakatan apa yang membuat Arkael Harsa yakin seorang Divi dapat memberikan keuntungan padanya? Lantas, apakah Divi akan menerima tawaran dari CEO yang terkenal dengan sikapnya dingin dan sifatnya yang kejam tanpa toleransi itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chap 9. Suara Di Dalam Hati

"EL!" Teriak Bimo melihat bagaimana Arkael tanpa ekspresi menginjak-injak tangan pria yang sudah menjerit-jerit meminta pengampunan. Bimo datang tepat waktu bersama beberapa petugas SPBU. Mereka terkesiap melihat dua orang laki-laki yang sudah terkapar di atas lantai toilet, dan salah satunya ada di bawah injakan kaki panjang Arkael.

Bimo menarik Arkael kuat, untuk bisa menghentikan aksinya, tangan pria itu bisa jadi perkedel jika Bimo membiarkannya sedikit lagi.

"Lo gila?!"

"Mereka mau memperko*sa istri gue secara bergilir! Siapa yang gila sekarang?!"

Teriak Arkael membuat Bimo juga petugas-petugas SPBU yang ada disana menganga tak percaya.

"B-bergilir?" Bimo terbata tak percaya.

"Lihat!" Arkael menarik kerah kemeja Bimo untuk melihat keadaan Divi yang masih meringkuk gemetaran di atas toilet.

"Mereka ada empat, dua lagi kabur!" Lanjut Arkael seraya menghempaskan kerah kemeja Bimo.

"Tadi gue lihat mereka kabur, jadi gue kejar dan sekarang mereka ada di dalam kantor. Sebentar lagi polisi juga datang." Bimo meringis melihat keadaan Divi, dia jadi teringat dengan apa yang diceritakan Ibu Inna kepadanya tentang masa lalu Divi.

"Biar gue yang urus disini, sebaiknya lo langsung bawa Divi pulang."

Arkael mengangguk, sekali lagi dia menginjak tangan si pria botak itu. "Pastikan mereka cacat!"

Arkael masuk ke dalam bilik, tangannya menyentuh tangan Divi perlahan, tapi Divi menepisnya kasar, dan menatap Arkael dengan sorot ketakutan seolah Arkael akan melakukan apa yang tadi pria botak itu hendak lakukan.

"Divi...ini saya...Arkael..." Arkael menarik tangannya lagi, menunggu hingga sorot mata yang penuh ketakutan itu kembali mengenalinya. "Ayo kita pulang..."

"Pak...Kael..."

"Iya ini saya. Kael." Arkael mengangguk. Bibirnya bahkan tersenyum lembut dan hangat pada gadis yang gemetar ketakutan itu. "Ayo kita pulang..."

Divi menggeleng kuat, tangannya kembali memeluk kedua kakinya dengan erat.

"Divi..."

"Nggak mau Pak, nggak mau...saya takut, di rumah pasti ayah akan menghukum saya...saya takut...tadi ayah ada disini...nggak mau, saya takut..."

Kening Arkael berkerut dalam, dia sama sekali tidak mengerti dengan ketakutan yang diucapkan Divi.

Tadi ayah ada disini? Apa maksudnya? Tidak mungkin keempat pria itu salah satunya adalah ayah Divi, kan? Karena kalau dilihat, mereka lebih muda dari pada Arkael bahkan Divi.

"Nggak ada siapa-siapa, Div. Nggak ada ayah kamu juga." kata Bimo yang ikut membantu menenangkan Divi.

Divi tetap menggeleng.

"Divi, lihat saya... Ayo lihat saya."

Perlahan Divi mengangkat wajahnya, mata basahnya yang penuh dengan ketakutan itu entah kenapa membuat sesuatu seperti menyubit hati Arkael. Ada timbul sebuah rasa ingin melindungi gadis itu, tapi...

"Saya nggak akan membiarkan siapa pun menyentuh kamu, oke?"

"Tapi ayah saya..."

"Termasuk ayah kamu." Tegas Arkael, meski pun dia tidak mengerti apa hubungannya dengan ayah Divi.

"Ayah nggak akan datang?"

"Saya akan mengusirnya kalau dia datang."

Diam-diam Bimo melengkungkan bibirnya, mungkin ini adalah kali pertama Bimo melihat Arkael menunjukkan kepedulian pada orang lain setelah hari itu. Rupanya masih ada sisi hangat pada sosok sahabat yang telah lama membangun dinding tinggi yang menutupi hatinya.

Arkael melepaskan jasnya, lalu menyampaikannya pada bahu Divi yang gemetar, perlahan dia melakukan semua itu agar membuat Divi tidak takut kepadanya. Setelah itu, alih-alih dia menarik tangan Divi, dia memilih untuk mengulurkan telapak tangannya di depan Divi, membiarkan Divi meraih tangannya tanpa paksaan.

"Boleh saya gendong kamu?" Ijin Arkael. Di luar bilik ini kotor, banyak sampah berserakan, dan sebaiknya kamu tutup mata..Hmm?"

Divi mengangguk meski ragu, tapi kakinya yang lemas memang tidak bisa dipakainya berjalan.

Perlahan Arkael mengangkat tubuh Divi di depan dadanya, dan Divi mengalungkan kedua tangannya pada sekitaran leher Arkael.

"Sebaiknya sembunyikan wajahmu. Saya nggak mau kamu ketakutan lagi."

Divi menurut, dia menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Arkael, hingga napas hangat itu menyapu permukaan kulit leher Arkael.

"Urus semua disini, jangan sampe mereka berkeliaran lagi, dan pastikan mereka membayar mahal atas semua perbuatannya." ujar Arkael pada Bimo sebelum meninggalkan SPBU.

* * *

Divi merasakan sesuatu yang agak basah berada pada keningnya ketika dia membuka matanya perlahan. Tangannya bergerak menyentuh handuk di keningnya dan menariknya dari sana.

"Ini dimana?" Gumamnya sembari melihat sekelilingnya. Dirinya kini berada di atas tempat tidur berukuran king size, sebuah sofa panjang yang terlihat nyaman berada tepat di bawah jendela besar, sebuah tv flat lebar menggantung pada salah satu dinding, sebuah lukisan abstrak tepat berada di atas headboard.

Dinding kamar itu didominasi dengan warna netral yang hangat, lantai kayunya juga membuat ruangan ini terlihat nyaman ditempati. Tapi ia dimana?

Pertanyaannya terjawab ketika terdengar suara pintu bergeser dan kemudian sosok yang tak asing keluar dari dalam sebuah ruangan, dengan celana olahraga yang terlihat santai dipadukan dengan kaus hitam melekat pada tubuh tegap dan atletisnya.

"Pak Kael?"

Arkael tidak menyahut, dia hanya melangkah mendekati tempat tidur seraya mengusapkan handuk pada helaian rambutnya yang masih setengah basah. Tangannya tiba-tiba terulur hendak menyentuh kening Divi, tapi secara refleks, Divi memundurkan kepalanya. Arkael pun menarik kembali tangannya.

Sejujurnya dia juga tidak mengerti kenapa ia merasa begitu khawatir dengan kondisi gadis itu.

"Coba kamu pegang keningmu sendiri, apa masih demam?"

"Saya demam?"

"Menurutmu kalo nggak demam ngapain dikompres?"

Divi mengerutkan bibir, tapi tetap menurut untuk menyentuh keningnya. "Terasa hangat sedikit, tapi nggak apa-apa kok."

Arkael mengangguk.

"Ini dimana, Pak?"

"Rumah."

"Rumah siapa?"

"Saya lah."

Ah, benar juga. Batin Divi.

Arkael kembali menjauh dari tempat tidur menuju meja nakas, dia menuangkan cairan bening dari sebuah botol ke telapak tangan, kemudian mengoleskannya pada kulit kepalanya, mungkin semacam hair tonic.

"Ha! Baju saya!" Pekik Divi membuat Arkael sedikit terkesiap. "Siapa yang.... Bapak nggak..."

"Heh! Nggak usah melihat saya seperti itu!" Omel Arkael, tidak terima ditatap dengan sorot menuduh. "Bukan saya yang menggantikan pakaianmu, tapi ART kiriman Kakek yang melakukannya."

"ART kiriman Kakek?"

"Ya, orang tua itu pasti tidak sepenuhnya percaya dengan hubungan ini, dia hanya berpura-pura percaya, jadi dia mengirimkan orangnya untuk memata-matai hubungan kita disini, jadi di luar kamar ini kita tetap harus bersandiwara." jelas Arkael.

"Astaga, melelahkan sekali. Tapi nggak apa-apa, yang penting Ibu segera dioperasi, ya kan?"

"Ya, lusa jadwal operasinya."

Divi tersenyum lebar, sangat lebar dengan matanya yang menyorot penuh dengan binar kebahagiaan.

"Eh, tapi, kita harus ngomong pelan-pelan Pak, nanti kedengaran."

"Kamar ini kedap suara."

"Wah, keren!"

Arkael menatap Divi dengan tatapan aneh yang membuat Divi akhirnya menyadari tatapan itu.

"Kenapa Pak Kael lihat saya kayak gitu?"

"Kamu udah merasa baikan?"

"Memangnya saya kenapa?"

"Di SPBU tadi, kamu..."

"Saya nggak apa-apa." Sahut Divi cepat seraya menarik selimut hingga ke bawah dagu. Cerah dari wajahnya mendadak pergi.

"Katakan itu pada anak umur 4 tahun, dia akan percaya kalau kamu nggak apa-apa."

"Tapi...tapi saya memang baik-baik aja sekarang. T-terima kasih." Divi memalingkan wajahnya ke arah mana pun yang tak tergapai oleh sorot tajam mata Arkael.

"Tadi, di SPBU, kamu ketakutan soal ayahmu. Kamu bahkan nggak mau pulang karena takut ayahmu datang dan menghukum mu, kamu bilang juga di SPBU tadi ada ayahmu. Apa yang terjadi?"

"Saya hanya meracau karena situasi tadi." jawab Divi yang sama sekali tidak memberikan pencerahan atas pertanyaan Arkael.

"Dan saya rasa, kita udah sepakat di dalam kontrak, kalau kita nggak akan mencampuri urusan yang bersifat privasi, dan masa lalu saya adalah urusan yang bersifat privasi, jadi Bapak nggak perlu mencari tau apa lagi ikut campur."

Arkael menipiskan bibir, rasa jengkel merayapi hatinya. Dia tidak suka dengan jawaban Divi, meski pun benar apa yang dikatakan gadis itu. Tapi, ada sesuatu di dalam hatinya yang tidak terima dengan jawaban itu. Dan dia merasa jengkel karena dia harus merasa perduli pada Divi.

"Seharusnya kubiarkan saja kamu tadi di bilik itu." ujar Arkael ketus.

"Ish, jahat sekali kalau begitu." Divi menatap terkejut pada Arkael yang tega mengatakan hal itu.

"Kenapa melihatku begitu?"

"Kenapa Pak Kael berpikir begitu?! Apa hanya karena keingintahuan Pak Kael nggak mendapatkan jawaban lantas Pak Kael menyesal udah nolongin saya?" Mata Divi mulai berkaca-kaca, tapi kedua tangannya meremas bed cover yang menutupi tubuhnya.

Arkael membuang napasnya. Entah kenapa dia merasa gusar melihat sorot mata rapuh Divi. Dia sudah terbiasa dengan sorot mata menantang dan berani yang selalu diperlihatkan Divi.

"Saya nggak menyesal." Sahut Arkael. Tapi terlambat, mata gadis itu sudah menumpahkan air matanya.

"Saya tau, saya memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, menolong saya hanya membuang-buang waktu Pak Kael saja. Saya minta maaf. Lain kali, saya akan tahan kalau saya kebelet."

Ya benar, seharusnya Arkael tidak perlu merasa terlalu perduli padanya, dia hanya sebatas menolong murni karena kemanusiaan. Manusia waras mana yang diam saja ketika melihat kelakuan keji seperti kemarin?

Seharusnya Arkael tidak perlu merasa gusar melihat gadis itu ketakutan, kan? Tapi kenapa saat ini, Arkael sangat ingin mengusap air mata Divi dan memeluk untuk menenangkannya?

"Bagus, lain kali tahan, jadi nggak merepotkan banyak orang." katanya yang tak sesuai dengan suara di dalam hatinya.

.

.

.

Bersambung ~

1
Boma
😄😄ketauan boong,pasti kecelakaanya di sengaja
Boma
maksudnya ini apa ya,apa kecelakaan di sengaja biar divi maubalik lgi ke arkael
Muri
kok ada yaaa ayah bejat kaya gitu sama anak kandungnya sendiri.
Boma
mau ya divi moga kael mau nerima kamu sepenuhnya,walau pun kamu gak perawan lgi
Umie Irbie
yaaaah...divi udah ngg prawan sama ayah nya sendiri😏😫 kirain bisa di gagalin 😒😩 ternyata tetap di pake,😩😒😫 iyaaa itu mah ngg pantas untuk kael
Boma
ya ampun ayah kandung iblis itu mah
Boma
terus berjuang el,untuk meyakinkan divi
Boma
pasti divi salah paham,di kiranya akan mengakhiri pernikahan kontraknya
Boma
padahal kakek cuma ingin tau perasaan kael yg sesungguhnya
Boma
mending jujur aja divi,kalo perasaan itu ada,tapi sllu menepisnya,karna tak sepadan dgn arkael,moga kakek merestuimu divi
Boma
pasti rana,makin runyam
DwiDinz
Siapa tuh yg nguping? Rana atau divi? 🤔
Boma
kamu aja yg ambil,biar nanti terbiasa😄
Umie Irbie
kok ayah siiii thoooor 😱🤔🤔 punya
traumakah ????
Umie Irbie
othooooor random bangeeeet dewhhh,. masa rumahnya kael yg mewah ada tokek 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤪
Umie Irbie: wahhahahahahaha,. 🤣🤣🤣🤣🤣 di hotel pulaaaa 😒😒😒🤣🤪
Kiky Mungil: mending kalo di rumah, tapi ini di hotel kak, eh, tokeknya juga mau ikut bobo dihotel kayaknya 😅😅😅
total 2 replies
Boma
kirain ada yg ngetuk pintu,eh toke😄ada2 saja
Kiky Mungil: tokeknya jadi room service 😅
total 1 replies
Boma
apa dia bilang wc ya ujungnya😁
Umie Irbie
duuuuh,. bahasa inggris yaks😒😣 artinya apaan siii,. masa kudu copy paste dulu ke google transit 😏😣😒
Kiky Mungil: jangan kak...bahaya artinya 😋😋
total 1 replies
Umie Irbie
hahahaah,. baca nya sweet bangeeet siiiii 🤣🤭🤭
Umie Irbie
hahahaha,. hukuman nya kok enak sekali yaaaaa 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!