Ana Caroline pekerja paruh waktu di selah selah sekolahnya.
Dia yatim piatu dan memiliki 2 adik yang masih bersekolah.
Dia murid pindahan, dan memiliki lika liku yang penuh intrik dan pembullyan di sekolah.
ketika dia suskses, dia mengetahui rahasia atas kematian ibunya.
Dan itu bersangkut pautan dengan calon mertuanya.
Bagaimana pacarnya mengahdapi permusuhan calon istrinya dengan ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi harefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 9
Seperti biasa kira kira jam setengah enam sore Ana hendak berangkat kerja.
Dia kerja paruh waktu yang di khusus kan pada shift malam, kerna pemilik restoran memberikan kelonggaran bagi anak anak yang masih bersekolah atau kuliah,
"Kak!" tiba tiba adik bontotnya Tuti memanggil,
"Ya, ada apa?"
"kaka lama pulangnya nanti nggak?"
"Emangnya ada apa Ti?"
"Tuti ada pekerjaan rumah yang belum selesai"
Jelasnya sambil menunduk, takut kaka tertuanya marah, tapi Ana cuma menatapnya dan tersenyum.
"Mata pelajaran apa?"
"Matematika!" jawabnya dengan riang sambil membelalakan matanya yang bulat.
Ana hanya tersenyum melihat tingkahnya
"Berapa banyak soalnya, mana tau kaka punya waktu membantumu sekarang"
"Hanya lima soal saja kaka, cuma saya masih bingung, ibu guru baru menjelaskannya sudah di kasih tugas.
"Coba kaka lihat sini"
Dengan semangat Tuti kekamarnya mengambil buku bukunya dan berlari menghampiri Ana yang sudah duduk di ruang tamu menantinya.
"Ini kaka"
Ana memperhatikan soal soal matematika adiknya, kemudian mejelaskan bagaimana untuk menjawab soal soal tersebut.
Tuti terlihat bahagia kerna dia mengerti dan langsung menuliskan jawabannya dan menyelesaikannya dengan cepat.
'Hmm, ternyata adikku pintar juga dan cepat nangkap' pikir Ana, mungkin gurunya memberi penjelasan yang membuat ribet dan susah di mengerti anak anak seusia dia.
"Sudah selesai?" tanyak Ana, Tuti hanya mengangguk dan tersenyum.
"lain kali minta gurunya menjelaskan sekali lagi agar kamu mengerti, kerna matematika bisa memiliki beberapa cara untuk menjawabnya."
"Iya kaka cantik" jawabnya tanpa lepas senyum d wajahnya.
"kalau tidak ada kaka, kamu bisa minta tolong sama ka Andi mu kan"
"Kaka Andi lagi keluar"
"Apa yang dia lakukan?"
Tuti cuma angkat bahu dan menggeleng.
"Oya ka, ada yang Tuti mau bilang lagi"
"Apa itu?"
"Hmm, uang bulanan sekolah Tuti belum di bayar rupanya"
'duh,, lupa aku' batin Ana
"Sudah berapa bulan Ti?"
"Kata ibu guru sudah tiga bulan ka" jawab Tuti
'aduhh, kok aku bisa lupa sudah selama itu'
batin Ana.
Ana tarik nafas dalam dalam dan mengeluarkannya dengan berlahan, Dia memegangi keningnya dan memijat mijatnya.
"Apakah Andi kamu beritahu?"
Tuti cuma menggangguk dan menunduk, kaka laki lakinya lebih sering bersamanya jadi langsung mengetahui jika dia ada sesuatu yang menganggu di pikirannya.
" Kenapa kamu beritahu"
"Dia mendesak Tuti untuk memberitahu"
"Jadi kemana tujuannya sekarang keluar, kamu pasti tau"
Tuti cuma menunduk, takut d marahi kaka tertuanya, karena Ana pernah berpesan kalau masalah keuangan untuk sekolah, jangan beri tahu dulu kepada Andi kaka laki lakinya, kerna jika dia mengetahui, dia pasti sibuk mengambil inisiatif melakukan sesuatu.
'aku takut dia jadi ikutan anak geng' batin Ana
"hmmm, dia, dia cuma bilang mau mencari uang untuk sekolah Tuti, dan, dan jangan selalu membebani kaka tertua, karena kaka tertua sudah mencari uang buat makan kita"
Jelas Tuti sambil menunduk.
Ana cuma bersandar di kursi dan meletakkan kepalanya di sandarannya sambil memijat mijat kepalanya yang berdenyut.
'Andi, andi, apa yang kamu lakukan sekarang?' batin Ana, 'sebaiknya harus aku jelaskan sejelas jelasnya dulu kepada dia masalah ini'
"Yah, udah, kaka pergi kerja dulu, nanti kalau Andi pulang, katakan padanya agar tidak ke mana mana sebelum bertemu dengan kaka
Faham?!"
Ana hanya mengangguk dengan wajah sedihnya,
"Cepat pulang ya ka, Tuti takut malam malam di rumah sendirian"