Demi Menyelamatkan Hutan Selatan dari Kehancuran, Noil (seekor singa) dan Flint (seekor kambing) pergi ke kota manusia untuk bertemu Lopp si ketua pemberontak, tapi mereka justru terlibat aksi penculikan presiden Dump, Mampukah Noil dan Flint sampai ke kota manusia, menculik presiden manusia dan menyelamatkan hutan selatan tempat mereka tinggal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radeya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fla
"Seumur hidupku bekerja di stasiun ini, baru kali ini aku lihat ada kambing di rel kereta api," kata salah seorang petugas stasiun yang paling tinggi di antara yang lainnya.
"Jadi, ada yang tahu kambing siapa ini?" kata petugas yang lain.
Hampir semua orang menggelengkan kepala. Salah seorang dari mereka berkata, "Peternakan terdekat berjarak 42 km dari stasiun ini."
Seseorang menimpali. Dia berkata, "Maksudmu kambing ini menyangkut di gerbong kereta hingga sampai ke sini!"
Hal ini membuat petugas stasiun yang lainnya tertawa, kecuali seseorang bertubuh pendek dan paling tua diantara yang lainnya, dia tampaknya tak suka ada kejadian tak biasa yang terjadi di stasiun, tidak saat dia sedang bertugas.
"Aku tak peduli dia berasal dari mana," katanya, "yang jelas kambing ini tidak boleh ada di sini, dia bisa saja tertabrak kereta dan itu akan menambah pekerjaan buat kita, siapa diantara kalian yang akan membawanya?"
Pertanyaan ini membuat semua orang saling menoleh satu sama lainnya, petugas bertubuh gemuk yang lebih dulu mengajukan diri.
"Aku kenal peternak yang akan membelinya dengan harga yang baik, kita bisa menjualnya, hasilnya bisa kita bagi bersama."
"Akan kuambilkan tali," kata seseorang yang lain.
Flint menatap semua orang yang mengelilinginya, dia tidak tahu apa yang dikatakan para petugas stasiun tentang dirinya, tapi Flint tahu dia dalam bahaya.
Ketika Flint melihat seseorang datang membawa tali di tangannya, Flint meloncat mundur, tapi seseorang bergerak menghadangnya dari belakang.
"Tenanglah kawan, kami takkan menyakitimu," kata seseorang.
Flint menggeleng, dia merasakan pusing, pandangannya berputar-putar. Lalu, samar-samar Flint melihat seseorang yang membawa tali di tangannya berjalan mendekat, lalu dia melihat sesosok besar berwarna kuning keemasan, dengan surai yang lebat, meloncat di atas kepala orang-orang. Flint mendengar teriakan, beberapa orang terjatuh, dan sebagian yang lainnya berlari ketakutan.
Seperti dalam mimpi, Noil kembali, melompat ke dalam bahaya, demi sahabatnya.
" Jangan diam saja," kata Noil.
" Tidak bisa!" kata Flint, "tiba-tiba kakiku tidak bisa digerakkan."
Noil harus mengguncang tubuh Flint agar dia berhenti gemetaran.
"Apa yang kau tunggu? Ayo pergi dari sini !"
"Kemana?" kata Flint ketika dia merasakan tubuhnya kembali.
"Tak ada apa-apa di balik papan reklame kita masuk ke dalam. "
"Jangan kesana terlalu banyak orang, kita cari jalan lain, jalan apa saja asalkan sepi dan gelap."
"Tidak ada jalan lain," kata Noil.
Noil melompat naik ke atas peron dan masuk kedalam stasiun, lalu Flint dengan lutut lemas berlari mengikutinya dan semua orang berlari menghindari mereka atau lebih tepatnya berlari menghindari Noil.
"Ini benar-benar diluar rencana, seharusnya kita mengendap-ngendap bukan seperti ini," kata Flint.
"Mengendap-ngendapnya nanti saja setelah kita keluar dari sini," kata Noil, "ke arah mana sekarang?"
"Kemana saja asal menjauh dari mereka," seru Flint.
Flint menunjuk kumpulan polisi yang menghadang mereka di depan pintu utama.
Flint berkata, "Mereka akan menangkap kita, dan mereka bersenjata."
Noil dan Flint berbelok, lantai stasiun yang licin membuat mereka hampir jatuh terpeleset, tapi mereka berhasil menjauhi pintu utama.
Seorang polisi berteriak, "Jangan sampai mereka keluar ke jalanan!"
"Awas, beri jalan!" kata Flint ketika dia hampir saja menabrak seseorang yang sedang mem-fotonya.
Noil melompat ke tumpukan koper, menjadikannya pijakan untuk melompat lebih tinggi hingga dia bisa melompat menghindari seorang anak yang berdiri terpaku menatapnya.
Flint menemukan pintu samping dan berlari ke sana, ke sebuah lapangan parkir mobil.
"Ikuti aku!" kata Flint.
Di antara deretan mobil yang terparkir, Flint memilih sebuah mobil van tua berwarna hijau dan coklat, Noil dan Flint meringkuk bersembunyi di baliknya.
Noil berkata, "Ini terlalu terbuka, dan aku terlalu besar, mereka akan tahu."
"Aku tahu!" kata Flint, "kalau kau punya tempat sembunyi yang lebih baik, kasih tahu aku sekarang."
"Bagaimana dengan sembunyi di bawah mobil?"
Flint masih trauma dengan kejadian di kereta.
"Aku tak mau menyangkut lagi,"pekik Flint.
Flint menjulurkan kepala mengintip dari belakang mobil.
"Mereka datang!"
Flint memberitahu tapi Noil malah menyeringai.
"Apa kau sudah gila?" tanya Flint.
Noil hampir tak bisa menahan senyumnya.
Noil berkata, "Ada lubang seperti lubang di lantai kereta jadi aku mencoba memasukkan cakar ku, aku sendiri kaget, bisa terbuka!"
Noil melirik menunjuk pada kaki depan kanannya. Flint melihat Noil mengayun-ayunkan pintu belakang mobil van dengan kaki depannya.
Flint berseru, "Masuk ke dalam!"
Noil dan Flint meringkuk di dalam mobil, di balik kursi belakang, melipat ke empat kaki mereka. Noil dan Flint berusaha agar tubuh mereka lebih rendah dari jendela mobil.
Noil mencoba mendengarkan apa yang dikatakan para polisi diluar.
"Apa yang harus ku katakan pada anak ku, dia pasti mengira aku bekerja di kebun binatang, bukannya di stasiun, di hari pertamaku bekerja aku malah mengejar seekor singa dan kambing hutan," kata seorang polisi.
"Mereka cepat sekali," kata polisi yang lain, "mereka mungkin sudah melompati pagar besinya."
Polisi ketiga berkata, "Tinggi pagar itu hampir empat meter, jika mereka melompat, kita pasti sudah melihatnya."
"Mungkin mereka masuk ke dalam salah satu mobil."
"Sekalian saja bilang mereka kabur dengan menggunakan mobil."
"Aku tak peduli, aku akan memeriksanya."
Untuk sesaat yang terasa lama Noil dan Flint berhenti bernafas, dengan tegang mereka mendengarkan suara-suara polisi diluar, lalu mereka mendengar bunyi langkah kaki mendekat, pintu mobil yang terbuka lalu tertutup kembali.
Flint menyikut Noil.
"Lihat di atasmu," seru Flint.
"Apa kita ketahuan?" tanya Noil.
Flint menggeleng tidak tahu tapi dia sedang mendongak ke atas.
Ketika Noil ikut mendongak, dia melihat kepala anak perempuan berumur enam tahun sedang berdiri di kursi belakang sedang balas menatap mereka.
Noil dan Flint kaku tak bergerak
Noil dan Flint berpikir Fla, anak perempuan itu akan menjerit ketakutan hingga semua orang mendengarnya, alih-alih Fla tersenyum dan meletakkan jari telunjuknya di bibir.
Fla berbisik, "Sst ... diamlah di sana ...."
"Fla, kau tidak meludah di dalam mobil lagi kan?" kata sebuah suara perempuan.
Fla segera berbalik dari Noil dan Flint dan menggeleng pada kakak perempuannya, Erina.
"Tidak aku tidak melakukannya!" kata Fla.
"Kau tidak menyembunyikan sesuatu yang berbahaya di belakang sana kan?" tuding Erina.
"Ayah ... Erina baru saja menuduhku," kata Fla.
Ayah Fla tampak lelah dengan pertengkaran yang hampir selalu terjadi di antara kedua putrinya, dan pada kenyataan bahwa dia selalu lupa di mana dia meletakkan karcis parkir mobilnya.
Ayah Fla berkata dengan malas.
"Erina, jangan ganggu adikmu," meskipun dia tahu peringatan itu takkan berhasil.
Erina tertawa, menunjuk pada adiknya.
"Yah! kemarin dia memasukkan burung elang di dalam mobil kita," seru Erina.
Fla membalasnya.
"Aku tidak memasukkan nya, dia datang sendiri, lagipula dia manis dan tidak berbahaya."
"Manis? Bahkan katakpun akan kau bilang manis kalau dia ada di dekatmu, dan tidak berbahaya katamu, elang itu hampir mematok tanganku," seru Erina.
"Itu karena kakak coba mencekik lehernya," sahut Fla.
Erina menatap Fla lekat-lekat
"Kata polisi tadi, singa dan kambing itu bisa saja bersembunyi di dalam mobil. Jangan-jangan kau menyembunyikannya di dalam mobil kita?"
Fla tersentak kaget, dia tidak bisa menutupi kegugupannya, tapi dia berhasil menggeleng.
"Jangan menggeleng saja!" kata Erina, "jawab aku, iya atau tidak?"
Ayah Fla akhirnya menemukan karcis parkirnya, tersembunyi di balik kaca spion tengah, dia menyalakan mobil, Fla menjulurkan lidahnya pada Erina
Di belakang mobil, Noil dan Flint bernafas lega. Saat mobil mulai berjalan, Flint mengintip dari kaca belakang mobil, dia melihat sekumpulan polisi yang tampak menjauh. Noil dan Flint aman sekarang, mereka memutuskan untuk terus bersembunyi dan baru akan memikirkan rencana selanjutnya setelah mobil yang mereka tumpangi benar-benar berhenti di suatu tempat.
Di jalan Noil dan Flint ingin sekali menjulurkan kepalanya ke jendela, untuk melihat-lihat seperti apa itu kota manusia, tapi mereka sedang bersembunyi sekarang dan mereka tahu peraturannya: tidak boleh menjulurkan kepala saat kamu sedang bersembunyi.
Saat mobil masuk ke dalam garasi, Noil dan Flint masih belum memutuskan apakah mereka akan meloncat keluar mengagetkan semua orang lalu kabur, atau mereka menunggu hingga semua orang pergi dengan kemungkinan terkunci di dalam garasi mobil. Noil mendengar pintu mobil depan terbuka, lalu beberapa saat kemudian pintu belakang terbuka, Fla yang membukanya.
Fla berkata, "Ayo keluar sudah aman sekarang."
Fla mengatakannya dengan nada sungguh-sungguh, tak ada raut ketakutan di wajahnya. Noil dan Flint mendapati dirinya mempercayai Fla, mereka tahu Fla bersahabat dan aman, jadi mereka turun dari mobil.
Fla berkata, "Kita tidak bisa lewat ruang tamu ada banyak orang, kakakku akan menelpon polisi jika melihat kalian, kita harus lewat jendela."
Noil dan Flint saling menatap lalu menggeleng pada Fla, mereka tidak mengerti satu kata pun.
Fla berlari ke sudut garasi, membuka kotak perkakas, dia menemukan pensil kayu, lalu dia menggambar di dinding, dia menggambar garis anak panah, lalu gambar jendela, lalu garis panah lagi dan gambar jendela kamarnya.
"Lewat jendela?" seru Flint.
Fla melompat-lompat menunjuk jendela garasi di atas kepalanya.
"Lewat sini, lewat sini," kata Fla.
"Okh jangan lagi, jangan lewat jendela lagi," kata Noil merasa putus asa.
Mendengar Noil dan Flint bersuara, Fla cekikikan senang.
"Aku akan menunggu kalian di jendela kamarku, ayah bisa mencariku kalau aku terlalu lama di garasi," seru Fla.
Fla berlari pergi menyeberangi garasi dan menutup pintu di belakangnya.
Noil mendongak menatap satu-satunya jalan keluar dari garasi.
"Jadi menurutmu lebih besar atau lebih kecil?"
"Dari apa?" tanya Flint.
"Dari jendela dapurnya Amora."
"Mungkin sedikit lebih besar," kata Flint, "tapi yang jelas lebih berbahaya."
"Kenapa?"
"Karena tingginya," kata Flint, "kalau kau menyangkut di sana, aku terlalu pendek untuk bisa mendorongmu keluar. Sekali tersangkut, kau akan menyangkut selamanya, sampai orang-orang menemukan ada singa yang tersangkut di jendela garasi dan kau akan benar-benar masuk TV."
Itu cukup mengerikan bagi seekor singa yang sudah menyangkut dua kali dalam dua hari terakhir.
"Biasanya yang ketiga akan buruk," kata Flint memberitahu.
"Siapa?"
"Kau!" kata Flint, "kata orang tuaku jangan sampai menyangkut tiga kali berturut-turut, karena yang ketiga akan berakhir sangat buruk, bukan aku yang mengatakannya, tapi orangtuaku."
Noil tidak peduli dengan kata orang tuanya Flint yang tidak dia kenal. Noil berjalan ke pinggir pintu garasi, bersiap-siap untuk berlari dan melompat.
"Apa kau yakin?" kata Flint.
"Kalau kau punya cara lain yang lebih baik, kasih tahu aku," kata Noil, "tapi jangan bilang kalau kita akan masuk lewat ruang tamu, menyapa semua orang dan berkata: hai boleh aku numpang lewat."
Noil terdiam sejenak lalu berkata lagi.
"Kupikir aku punya cara bagus, aku bisa menahan nafasku jadi aku akan sedikit lebih kurus-an."
"Aku tunggu kau di luar," kata Noil dengan percaya diri, dia menahan nafas lalu berlari tiga langkah lalu melompat.
Hup! Tersisa dua kaki belakangnya di dalam garasi.
Flint menyaksikannya dengan ngeri.
"Kubilang apa jangan lewat jendela lagi!"
Noil terus menyentak-nyentakkan kaki belakangnya dalam usahanya agar bisa keluar dari jendela, Flint sampai tak tega melihatnya tapi pada akhirnya Noil berhasil keluar, terdengar bunyi gedebuk dari luar garasi.
Sekarang hanya tinggal Flint sendirian di dalam garasi.
"Yeah ...," kata Flint berkata pada dirinya sendiri, "kalau si kuning besar itu bisa lewat, apalagi aku."
Tapi, ketika Flint mendongak ke arah jendela, dia menyadari sesuatu, tinggi jendela itu dua meter, Flint mungkin takkan menyangkut, masalahnya dia ragu bisa melompat setinggi itu.
"Jika aku mengikuti cara raja hutan melompat, aku pasti sudah kehilangan akal sehatku," kata Flint pada dirinya sendiri.
Jika Flint tidak ingin kepalanya terbentur tembok, dia perlu sebuah pijakan, hanya ada kardus-kardus kosong yang tak berguna, kotak perkakas yang terlalu pendek, dan sebuah meja kayu, Flint menarik meja tersebut ke dekat dinding di bawah jendela.
"Memang tak ada jalan lain," seru Flint.
Flint menatap jendela, dia berlari, melompat ke atas meja kayu, menjadikannya pijakan untuk melompat lebih tinggi melewati jendela garasi.
Di luar, Flint terjatuh ke taman penuh bunga mawar, dia menggerutu karena duri-duri yang menusuk sekujur tubuhnya.
Flint langsung menggerutu.
"Kenapa kau tidak bilang, ada bahaya di luar sini."
"Jangan mengomel," kata Noil, "aku juga jatuh di situ juga."
Melihat beberapa duri yang masih menempel di tubuh Noil, Flint menyeringai.
"Yeah, itu membuatku merasa lebih baik," kata Flint, "jadi ke arah mana kita sekarang?"
"Anak itu ada di sana," kata Noil.
Noil mendongak menunjuk balkon kamar di lantai dua.
Di balkon Fla sedang melambai-lambaikan tangan. Melihat Noil dan Flint berada di bawah jendela, Fla lalu masuk ke dalam kamar lalu kembali dengan menyeret gulungan tali.
Fla mengikat ujung tali di pagar balkon, dan melempar ujung yang lainnya ke bawah.
Flint memandangi tali di tanah dan berkata, "Sepertinya anak ini sudah sering menyelundupkan binatang ke dalam kamarnya."
Noil berkata,"Jadi siapa duluan yang naik, kau atau aku?"
"Dengan apa?" tanya Flint.
"Dengan tali."
"Kau ingin memanjati tali dengan kedua kaki depanmu?" kata Flint, "atau kau berharap anak perempuan itu cukup kuat menarikmu ke atas, dia baru enam tahun jangan turuti semua keinginannya."
Noil tertawa karena merasa bodoh.
"Kau bisa naik ke atas sana lewat itu," kata Flint.
Flint menunjuk pipa air yang melintang di sepanjang dinding hingga ke pinggir balkon.
Noil memandangi pipa air dengan cemas.
"Kau mengatakannya seolah itu hal yang mudah untuk dilakukan, aku bukan monyet." kata Noil.
Singa jantan bahkan tidak bisa memanjat pohon.
"Ya ampun, di balik badanmu yang besar itu kau punya banyak sekali kelemahan, kurasa sudah waktunya untuk mengurangi satu kelemahanmu, kau bisa belajar memanjat sekarang," kata Flint, "kau naik duluan."
"Aku?"
"Ya!" tegas Flint.
"Aku juga tidak mengharapkan kau akan mau naik duluan,"kata Noil.
Noil melompat meraih pipa talangan air dengan kedua kaki depannya, dia menggantung disana, tak tahu harus melakukan apapun selain menoleh kebawah.
"Sekarang apa?" kata Noil.
"Ya, kau bisa melompat ke balkon?" kata Flint.
"Jangan gila," kata Noil, "aku tidak bisa melompat dalam posisi menggantung seperti ini, lagipula terlalu jauh."
"Okh ...," kata Flint, "itu tak terpikirkan olehku."
Lempengan besi penahan pipa mulai berdecit menahan beban Noil, jika Noil menunggu ide keluar dari kepala kecil Flint, dia akan keburu jatuh, jadi Noil mencoba caranya sendiri. Flint meniti pipa dengan kedua kaki depannya, kaki-kakinya gemetaran dia belum pernah melakukan aksi seperti ini sebelumnya tapi dia berhasil sampai ke dekat balkon.
Fla menutup wajahnya, Flint menganga, ketika Noil mengayunkan badannya dan melompat meraih pagar balkon seperti seekor monyet.
Fla yang ketakutan meletakkan kedua telapak tangannya di kepalanya. Ketika dia melihat Noil sudah berada di balkon, tanpa ada rasa ragu dia melompat untuk memeluknya.
Fla berseru senang.
"Aku pikir kau akan jatuh."
Noil menyeringai, untuk sesaat ketika dia melompat dia memang berpikir bahwa dia akan jatuh.
Di bawah Flint sudah mengikat dirinya sendiri dengan tali dan memberitahu.
"Tadi itu hebat sekali, sekarang kau bisa menarikku kan? Aku jelas-jelas tidak mungkin bisa melakukan aksi gila seperti itu."
Noil mendesah.
"Aku juga tidak berharap kaki kecilmu bisa melakukannya."
"Kakiku kecil katamu!" kata Flint, "kakimu itu yang terlalu besar, tingginya lebih dari empat meter, kalau jatuh kakiku bisa patah, jadi kau mau menarikku tidak?"
Noil berkata, "Kalau kau menggulung talinya di dadamu seperti itu, kau mungkin bisa tercekik saat kutarik."
"Biarkan saja aku tercekik, aku tidak ingin terjatuh."
Noil menggigit tali dan menariknya, Fla menggunakan kedua tangan kecilnya untuk membantu, satu hal yang terpikir oleh Noil saat menarik Flint, kenapa bisa ada kambing hutan yang terlihat begitu kurus tapi bisa begitu berat.
Kamar Erina berada tepat dibawah kamar Fla, dia sedang mendengarkan lagu di komputer dengan menggunakan headphone, sehingga dia tidak bisa mendengarkan keributan yang terjadi di luar kamarnya tapi jika saja dia mau menoleh sebentar ke belakang, ke jendela kamarnya Erina akan melihat seekor kambing terikat dengan tali sedang ditarik keatas.