Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB, 9. Awal pembalasan Laura.
"Ibarat bara dalam sekam, telah membakar habis rasa ini.
Yang tersisa adalah debu, tertiup angin, kemana saja kan menempel. Saat itu, segalanya terlambat sudah, sesalmu diujung senja, hanya gelap yang meraja."
Andre menghempaskan napas suntuknya. Laura telah lama terlelap dalam mimpi. Kepalanya terasa pusing, karena hasrat yang mendesak.
Laura tidak sudi di sentuh. Satu saja ucapannya telah mematikan hasrat itu.
"Maaf bang, aku bukan keranjang sampah. Entah kalau, Irina." tangan Andre yang tengah bergerilya ditubuh istrinya, terhenti dan menegang.
Sekali sentak saja, penolakan itu bagai sebuah tamparan diwajah, Andre. Andre salah, pikirnya setelah mengabaikan Irina dan ibunya dan lebih fokus pada istri dan anaknya, Laura akan melunak dan menganggapnya berubah.
"Apakah adek belum memaafkan abang? Adek, gak percaya kalau abang sudah berubah?" tatap Andre lekat ke istrinya.
"Apanya yang berubah, bang. Wanita jalang itu masih tinggal di rumah ini. Aku bisa memaafkan tapi tidak melupakan semua perbuatanmu." ucap Laura tanpa ekspresi.
"Soal Irina, dia adalah tamu Ibu. Aku sama sekali tidak tau menahu kenapa ibu sampai mengundangnya kemari."
"Tapi, kamu memamfaatkan kedatanganya bukan?" ucap Laura sinis.
Setiap kata yang meluncur dari mulut Laura, membuat Andre kesulitan bernapas. Andre menelan salivanya yang terasa pahit, dan kembali tidur.
Namun, tidak semudah itu bisa tertidur. Susah sekali memejamkan matanya. Gelisah, gonta-ganti posisi tidur tidak ada yang pas.
Hingga menjelang dini hari, matanya belum juga bisa terpejam.Sementara Laura telah tidur dengan mimpi yang entah keberapa.
Kesal!
Andre, keluar dari kamar. Menyambar rokoknya diatas nakas. Menutup pintu kamar pelan, lalu merokok di ruang tamu. Sudah dua batang rokok habis, tapi mata Andre belum ngantuk juga.
Klik!
Terdengar pintu kamar tamu, terbuka. Irina keluar kamar karena haus. Irina terkejut saat melihat Andre yang merokok seorang diri diruang tamu.
"Andre, ngapain disini merokok sendirian?" sapa Irina lembut dan tersenyum menggoda. Irina juga menyentuh lembut bahu, Andre.
"Sssttt, jangan keras-keras. Ngapain kamu disini?" Andre melihat kearah pintu kamarnya. Siapa tau Laura muncul tiba-tiba.
"Aku haus, mau ambil air minum di dapur. Kaget melihat kamu duduk disini. Gak bisa tidur, ya?" selidik Irina menatap Andre lekat.
"Lagi gerah saja." Irina terkekeh mendengar jawaban Andre.
"Bilang saja kamu tidak bisa dipuasin, binimu itu." ucap Irina. "Atau kamu memang tidak bisa menyentuhnya."
"Tutup mulutmu, Irina!"
"Maafkan aku sayang, aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku tau kamu lagi stres kan. Hanya aku yang bisa memberimu kepuasan sayang." bisik Irina didekat telinga Andre.
"Dasar wanita jalang! Perempuan murahan, beraninya kamu menggoda suamiku di bawah hidungku!" Laura menarik rambut Irina dengan keras.
Irina menjerit kesakitan dan terkejut melihat Laura. Begitu juga dengan, Andre. Andre tidak bisa berbuat apa- apa saat Laura menjambak rambut, Irina.
"Ayo, teriak lebih keras lagi. Biar semua orang tau, kalau kamu adalah perempuan lacur yang menyaru jadi tamu di rumahku. Ayo, teriak lagi!" jerit Laura histeris.
Tangan Laura makin kencang menarik rambut Irina, hingga kepalanya tertarik kebelakang.
"Andre, tolong aku, Dre," ringis Irina. Andre hanya diam mematung. Dia sangat shock melihat kehadiran Laura yang tiba-tiba menyerang Irina.
"Masih berani juga kamu meminta tolong pada suamiku. Dasar tidak tau malu"
"Laura! Apa-apaan kamu ini. Apa yang kamu lakukan?" teriak Bu Maya kaget, melihat Irina dalam kekangan Laura.
"Seperti yang ibu lihat, aku sedang menangkap basah seorang pelakor menggoda suamiku. Ini, tamu kehormatan ibu. Ibu, sama menjijikkannya dengan sampah ini!" Laura melepaskan cengkeramannya pada rambut Irina dan mendorongnya kearah mertuanya.
"Jaga mulutmu, Laura. Jangan sembarangan menuduh orang, ya! Andre, kenapa kamu diam saja. Hajar tuh istrimu yang kurang itu."
"Sebelum putra ibu, menghajarku. Ibu dengar dulu rekaman ini. Supaya ibu tahu, siapa yang seharusnya ibu hajar!"
Laura, memutar rekaman dari ponselnya. Bagaimana Irina mencoba menggoda suaminya. Ibu Maya menyimak semua pembicaraan itu. Andre tidak bisa berbuat apa-apa. Sementara Irina, hanya menunduk.
"Hahaha...., apa yang salah dengan rekaman itu, Laura. Dasar perempuan bodoh. Irina hanya menggoda suaminya. Wajarkan? Mereka adalah suami istri. Kamu saja yang tolol, mudah di bodohi." ucap Ibu Maya terbahak. Sama sekali tidak ada rasa malu didalam hati perempuan setengah baya itu.
"Ibu ...!" jerit Andre tertahan saat mendengar ucapan ibunya yang kelepasan.
"Biar saja istri bodohmu tau, Andre, kalau kamu sudah menikahi, Irina!"
"Astaga, Ibu bicara apa sih. Laura, kamu jangan percaya semua ucapan ibu. Semua itu bohong. Kamu dengar sendiri 'kan tadi, kalau Irina lah yang menggodaku." Ungkap Andre, meyakinkan Laura.
"Aku sudah dengar semuanya, bang. Aku percaya kok, padamu. Malam ini juga, usir perempuan itu dari rumah ini!"
ancam Laura. Membuat mata Irina terbeliak, begitu juga ibu Maya.
"Kamu tidak berhak mengusir tamuku, Laura!" kecam Ibu Maya geram.
"Kalau begitu, ibu ikut saja sekalian dengan perempuan itu."
"Andre! Kamu dengar perkataan istrimu itu gak? Berani-beraninya mengusir ibu dari rumah ini!" hardik Bu Maya pada Andre putranya.
"Maaf Bu, biarkan saja Irina pergi."
"Kamu jahat Andre!" Teriak Irina marah. "Bu, tolong aku, Bu." seru Irina pada Maya. Bu Maya jadi bingung, terlebih dengan sikap Andre yang berubah-ubah.
Kalau Andre saja tidak berkutik. Tidak bisa membela Irina, bagaimana dengan dirinya? Dia berani bertindak kasar pada Laura karena Andre mendukungnya.
Entah apa rencana Andre yang sebenarnya, karena tiba-tiba berubah lembut pada Laura.
Jika hanya karena perjanjian mereka itu, tidakkah Andre bisa mengintimidasi Laura seperti dulu, supaya patuh padanya.
Kenapa akhir-akhir ini malah berubah sikap.
"Bu, Irina pergi," ucap Irina sedih karena harus pergi malam itu juga. Dia tidak tau mau pergi kemana, apalagi ini sudah dini hari. Meminta belas kasihan Laura juga tidak mungkin. Perempuan itu pasti akan jumawa.
"Andre, kamu susul Irina. Setidaknya kamu antar dia kepenginapan." ucap Bu Maya yang cemas akan keadaan Irina. Setelah Laura meninggalkan mereka masuk kekamarnya.
"Maaf Bu, aku tidak bisa lakukan itu."
"Kamu bisa telepon seseorang untuk menolongnya, Dre. Kasihan Irina, dia itu kan istri kamu juga."
"Ini semua salah ibu. Buat apa juga ibu mengajaknya ke rumah ini. Bikin kacau semua rencanaku." Andre mendengus kesal menyalahkan ibunya. Lalu menyusul Laura masuk ke kamar.
Ibu Maya, menelepon sahabatnya, memintai tolong agar menerima Irina dirumahnya buat sementara. Untunglah temannya itu mau menerima Irina, setelah menjelaskan apa yang terjadi dirumahnya.
Tentu, dengan memutar balik fakta. Dalam hati, Bu Maya menyusun rencana jahat untuk membalas perbuatan menantunya itu. *****