"Ini surat pengunduran diri saya tuan." Laura menyodorkan sebuah amplop pada atasanya. "Kenapa Laura? Apa yang harus saya katakan jika tuan Jimmy datang?" Ucap kepala bagian yang menerima surat pengunduran diri dari Laura. wanita bernama Laura itu tersenyum, "Tidak perlu jelaskan apapun Tuan, di dalam surat itu sudah ada penjelasan kenapa saya resign." Setelah dua tahun lebih bekerja di perusahaan besar, dengan terpaksa Laura chow mengundurkan diri karena suatu hal yang tidak memungkinkan dirinya harus bertahan. Lalu bagaimana dengan atasanya yang bernama Jimmy itu saat tahu sekertaris yang selama ini dia andalkan tiba-tiba resign?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berikan anakmu
Laura sudah kembali melakukan aktifitasnya meskipun tidak ada kesibukan. Sore ini Laura mendatangi tokonya yang sudah hangus. Garis polisi masih terbentang, dan Laura tidak tahu apa yang harus dia lakukan kecuali menunggu hasil pemeriksaan polisi tentang siapa yang sudah membakar tokonya.
"Hanya ini yang aku bisa, jika kembali melamar kerja itupun tidak mungkin dengan kondisiku seperti ini." Gumamnya sambil mengusap perutnya yang buncit.
Kehamilannya memasuki bulan ke tujuh itu berarti dua bulan lagi ia akan melahirkan. Dan dalam waktu dekat ini Laura memilih untuk tidak membangun usaha apapun, ia akan fokus pada kehamilannya saja.
"Baik-baik ya sayang, ibu akan sangat menunggu kehadiran mu."
Kehadiran bayinya mungkin akan mengobati kekosongan hatinya selama ini. Tidak memiliki siapapun membuat Laura begitu bersyukur akan memiliki teman hidup yang bisa ia perjuangkan.
Lebih baik merawat anaknya dengan baik, meskipun kelak Laura akan kesulitan memikirkan jawaban jika buah hatinya bertanya dimana ayahnya.
"Mbak, ngapain disini!"
Laura berjingkat saat ada yang menepuk pundaknya.
"Ya ampun Lia! Kamu bikin aku kaget." Katanya sambil mengusap dada.
Amalia hanya terkekeh, seperti tidak merasa bersalah membuat ibu hamil itu kaget.
"Lagian kok ngelamun di sini, awas ada yang lewat terus kesambet."
Laura hanya menghela napas dan geleng kepala.
"Kamu kenapa disini, katanya ada urusan." Laura balik bertanya.
Keduanya berjalan menuju badan jalan, yang semula berada di tengah-tengah toko yang terbakar itu.
"Udah selesai, kak Arman nyuruh aku temenin mbak dia khawatir kalau mbak kenapa-kenapa." Tutur Amalia.
Laura tersenyum. "Kakakmu perhatian sekali."
Amalia ikuti tersenyum, "Mungkin ada perasaan sama mbak." Celetuk Amalia.
Laura terkekeh. "Masih banyak wanita baik dari aku Lia, kamu ngak liat perut ku yang udah buncit ini." Laura menujuk perutnya sambil mengelus.
"Kalau cinta katanya ngak pandang fisik Mbak."
"Bukan fisiknya Lia, tapi keadaanya." Ralat Laura.
"Iya..iya..Ish, gitu aja sewot." gerutu Lia dengan bibir mengerucut.
Keduanya berjalan beriringan, banyak mobil berlalu lalang karena memang mereka menggunakan jalan umum untuk berjalan kaki.
"Ngomong-ngomong kalau kak Arman suka mbak Laura, kira-kira mbak mau nggak?" Amalia membalikkan tubuhnya menatap Laura yang justru tersenyum sambil geleng kepala.
"Kamu itu bicara apa, ngak ada pria yang suka sama wanita hamil."
Amalia kembali memasang wajah sebal. "Mbak ini negatif thinking, positif gitu loh biar. Siapa bilang ngak ada yang mau sama wanita hamil cantik seperti mbak ini. Katarak kali ah matanya."
Laura tertawa mendengar ocehan Amalia yang justru menghiburnya.
*
*
Saat sampai di rumah Laura dan Amalia dibuat terkejut dengan kehadiran seseorang yang duduk di kursi teras.
Laura sudah meremas kedua tangannya sendiri menatap takut pada Celine yang kembali datang.
Sedangkan Amalia mengepalkan tangannya dengan ekspresi siap untuk kembali adu pukul.
"Mau apalagi kamu wanita gila!" Seru Amalia dengan tatapan tajam.
Celine berdiri, dengan tersenyum sinis, kali ini ia datang tidak hanya sendiri melainkan membawa Andrew.
"Aku tidak ada urusan dengan mu bocah." Tegas Celine. "Laura rupanya kau baik-baik saja." Sinis Celine dengan tatapan kebencian.
Laura sendiri bisa melihat kebencian dimata Celine, semua istri pasti akan melakukan hal yang sama jika ada seseorang yang merusak hubungan hubungannya.
"Kamu mau apa Celine!"
Celine tersenyum semakin sinis, "Sudah berani kau rupanya ya." Geram Celine saat melihat Laura yang memanggilnya tanpa embel-embel nona atau nyonya.
"Urusan kita belum selesai-"
"Pergilah wanita gila dan bawa gigolo mu itu!" Maki Amalia.
"Hey kau!" Andrew merasa terhina dikatai gigolo.
"Cih, kenapa kau marah! Lihatlah betapa menjijikan tubuh mu itu!" Sinis Amalia sambil menatap Andrew sengit.
Wajah Andrew mengeras, tangannya terkepal terpancing amarah mendengar ucapan Amalia.
"Kalau tidak bisa lihat, ngaca Tuh! cipok'kan bikin orang jijik, ish.." Amalia mengatakannya dengan ekspresi jijik.
Sedangkan Andrew membulatkan kedua matanya, tangannya menyentuh lehernya sendiri.
Celine berdecih, "Sampah." Gumamnya dengan wajah menahan geram.
"Lia," Laura menyentuh tangan Amalia dan menggelengkan kepalanya.
"Celine aku sudah pergi dari kehidupan kalian, dan Jimmy pun tidak tahu keberadaan ku selama ini jadi untuk kamu datang mengacaukan hidup ku."
"Kau pikir semua akan selesai dengan cara kau kabur. Kamu tidak tahu Laura jika Jimmy yang bodoh itu sadar sakitnya selama ini karena mengalami sindrom couvade dan kamulah yang hamil!" pekik Celine dengan penuh emosi.
Laura tertegun, "Sindrom couvade."
Celine tertawa sinis, "Kenapa harus kamu Laura, kenapa harus kamu yang mengandung benih Jimmy hah!!" Celine berteriak seperti orang gila.
"Celine aku-"
"Diam kau!!" Celine menujuk wajah Laura dengan tatapan bengis. "Berikan anak mu, maka kau bebas pergi kemanapun!"
Deg