NOTES!!!!
Cerita ini hanya di peruntukan untuk orang-orang dengan pikiran terbuka!!
Cerita dalam novel ini juga tidak berlatar tempat di negara kita tercinta ini, dan juga tidak bersangkutan dengan agama atau budaya mana pun.
Jadi mohon bijak dalam membaca!!!
Novel ku kali ini bercerita tentang seorang wanita yang rela menjadi pemuas nafsu seorang pria yang sangat sulit digapainya dengan cinta.
Dia rela di pandang sebagai wanita yang menjual tubuhnya demi uang agar bisa selalu dekat dengan pria yang dicintainya.
Hingga tiba saatnya dimana pria itu akan menikah dengan wanita yang telah di siapkan sebagai calon istrinya dan harus mengakhiri hubungan mereka sesuai perjanjian di awal mereka memulai hubungan itu.
Lalu bagaimana nasib wanita penghangat ranjang itu??
Akankah pria itu menyadari perasaan si wanita sebelum wanita itu pergi meninggalkannya??
Atau justru wanita itu akan pergi menghilang selamanya membawa sebagian dari pria itu yang telah tumbuh di rahimnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga diri
"Apa kau tidak mempunyai seseorang yang kau cintai??"
Deg...
"Uhuk..uhukk..." Elena sampai tersedak karena pertanyaan tak terduga itu.
"Kenapa harus terkejut seperti itu?? Minumlah!!" Adrian mengulurkan gelas berisi air putih pada Elena. Dia juga menepuk-nepuk punggung Elena dengan pelan.
Wajah Elena memerah bukan hanya karena tersedak. Namun karena perasaannya yang kacau tak tau harus menjawab apa.
"Kau tidak sedang dekat dengan pria lain??" Tanya Adrian lagi setelah Elena sudah kembali tenang.
"Kenapa kau harus menanyakannya lagi Adrian s*alan!!" Umpat Elena dalam hati.
"Memangnya kenapa kau bertanya sepeti itu??" Elena mencoba mengendalikan dirinya agar tidak gugup di depan Adrian.
"Aku hanya penasaran. Kalau ada pria yang sedang dekat dengan mu atau pria yang kau cintai, apa pria itu rela melihatmu berhubungan seperti ini dengan ku??" Adira masih terus memandangi Elena yang terlihat acuh tak acuh.
"Anda tenang saja Tuan Adrian. Tidak ada yang aku cintai di dunia ini selain uang. Jadi tidak udah merisaukan hal tidak penting seperti itu"
Dada Elena seperti di tusuk-tusuk saat mengatakan kebisingan dari mulutnya sendiri.
Adrian menyeringai tajam setelah mendengar jawaban dari Elena.
"Baguslah kalau begitu. Aku jadi tidak akan sungkan lagi kepadamu. Dulu kau sahabatku, aku sangat menghargai mu bahkan aku berusaha untuk tidak melirik kemolekan tubuhmu sama sekali. Tapi saat ini, kau sendiri yang sudah mengatakannya. Jadi jangan salahkan aku kalau aku akan membeli semua yang ada pada dirimu dengan uangku. Termasuk harga dirimu" Adrian langsung meninggalkan Elena ke dalam kamarnya setelah mengatakan untaian kalimat panjang yang terasa melilit leher Elena sampai dia kesusahan bernafas saat ini.
Elena menggenggam erat sendok yang ada di tangannya, mungkin saat telapak tangannya di buka akan meninggalkan bekas yang dalam karena Elena menggenggamnya terpaku kuat. Tapi itu tak akan terasa sakit karena hatinya saat ini lebih terasa sakit.
Elena melihat ke arah pintu yang baru saja tertutup. Air matanya yang tam pernah ia tunjukkan kepada siapapun berlahan mulai turun membasahi wajahnya.
"Kau benar Adrian. Aku memang tidak pantas lagi di hargai karena harga diriku saja begitu mudah kau beli"
*
*
*
Pesawat yang membawa mereka berdua mendarat dengan sempurna di negara tempat Kamila menimba ilmu. Meski dengan rasa terpaksa Elena akhirnya mengikuti Adrian ke negara yang begitu jauh dari tanah kelahirannya itu.
"Ini kunci kamar mu. Kamarku ada di sebelah. Kalau ada apa-apa hubungi saja" Adrian menyerahkan kunci kamar kepada Elena.
"Yang ada pasti kau yang selalu menghubungi ku" Gumam Elena sambil membuka pintu kamarnya, tak mempedulikan Adrian yang menatapnya tajam.
Elena yang sudah bersiap menutup pintu harus tertunda karena Adrian yang menahan pintu itu dengan tangannya.
"Mau apa lagi??" Ketus Elena.
"Kalau di pikir-pikir. Istirahat di kamar mu lebih menyenangkan daripada sendirian di kamarku" Adrian masuk begitu saja ke kamar Elena. Menjatuhkan tubuh tingginya dengan asal di kasur king size itu.
"Kau sudah punya kamar sendiri!! Kenapa harus di sini?? Kalau begitu kita tukar kamar saja!! Aku tidak mau Kamila sampai melihat kita berada di kamar yang sama!!" Elena merogoh kantung celana Adrian untuk mencari kunci kamar pira itu. Tanpa rasa risih dan malu, tangan Elena terus memasuki kantung Adrian satu persatu.
Adrian yang merasa kegelian justru tertawa terbahak-bahak saat ini.
"Lepas El!!" Adrian membalik tubuhnya dengan cepat di saat tangan Elena masih tertahan di kantung celananya. Alhasil Elena ikut terjerembab ke tempat tidur di sisi Adrian. Sedangkan Adrian si pria mendamba sentuhan wanita memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekap Elena ke dalam pelukannya.
"Tidak usah khawatirkan Kamila El. Kau lupa kalau kita datang ke sini tampa sepengetahuannya??" Elena yang terkunci di pelukan Adrian hanya bisa pasrah mengetahui kenyataan itu.
"Biarkan aku tidur sebentar saja. Nanti malam aku masih harus menemui Kamila untuk memberikan kejutan" Adrian melepaskan pelukannya pada Elena.
"Kau ingin memberikan kejutan kepada tunangan mu itu, tapi sekarang kau malah enak-enakan tidur seperti ini??" Cibir Elena.
Adira terkekeh dengan matanya yang mulai tertutup.
"Justru itu tujuanku membawamu ke sini El. Kau yang persiapkan semuanya. Aku tidak tau menahu soal kejutan dan acara romantis lainnya. Semuanya ku serahkan kepadamu, termasuk hadiah apa yang akan kuberikan kepada Kamila. Ambil saja kartu di dompet ku. Kau juga boleh membeli apapun yang kau mau sebagai imbalannya"
"Tentu saja kau tidak tau tentang hal semacam itu, karena yang ada dalam otakmu hanyalah hal m*sum saja!!" Elena bangkit dari ranjangnya. Dengan rasa kesal yang sudah sangat memuncak dia memilih pergi menuruti keinginan Adrian.
Malam hari tinggal beberapa jam lagi. Tentunya Elena tidak akan punya banyak waktu untuk menyiapkan semuanya. Padahal dia juga merasa lelah dan pusing akibat terlalu lama berada di dalam pesawat. Tapi mau bagaimana lagi, saat ini dia berada di negara orang. Dia tidak bisa menggunakan kekuasaan Adrian seperti di negaranya. Jadi Elena benar-benar harus mempersiapkan semuanya sendiri.
Berkat ketangkasan Elena. Semua persiapan telah rampung hanya dengan waktu tiga jam. Mulai dari sewa tempat, menghias tempat, kue, bunga juga hadiah yang akan di berikan kepada Kamila semuanya sudah Elena siapkan.
Tapi untuk sejenak Elena memilih duduk di sebuah bangku yang berada di pinggir sungai yang sangat besar di tengah kota. Masih ada waktu sekitar dua jam lagi sebelum Adrian menemui Kamila. Jadi dia tidak berniat kembali ke hotel saat ini.
Tak peduli Adrian akan mencarinya saat pria itu sudah bangun. Toh Adrian bisa menghubunginya kalau tidak menemukan Elena di sana. Untuk apa juga berharap Adrian akan mencarinya. Kalaupun itu terjadi, pasti hanya karena pria itu membutuhkan batuan Elena. Bukan karena dia membutuhkan Elena.
Elena membuka sebuah kotak berwarna tosca yang sudah ia beli dari toko perhiasan di kota itu. Merk ternama dengan harga selangit untuk sebuah kalung yang terlihat sederhana dan elegan.
Elena tidak tau selera Kamila seperti apa. Bertemu orangnya saja baru sekali saat pertunangan Adrian waktu itu. Jadi dia hanya asal membeli sesuai dengan seleranya saja. Tak peduli Kamila akan suka atau tidak, itu urusan Adrian nantinya.
"Sungguh konyol!! Mana ada wanita yang mau mengurus acara seperti ini untuk pria yang dicintainya demi memberikan kejutan kepada tunangannya" Elena tersenyum getir memandangi kotak yang ada ditangannya itu.
"Tentu saja ada!! Wanita itu aku" Elena mengusap dengan kasar air mata yang hampir saja jatuh dari kelopak matanya. Seakan dia tak rela pipinya basah oleh air mata yang sia-sia itu.
"Dasar bodoh kau Elena!!" Umpatnya pada dirinya sendiri.
...sungguh cerita author bnyk yg bikin nangis
dia hanya emosi krn elena tidak bisa jujur
dia hanya pura ² lugu saja biar kelihatan baik