Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Bahagia yang Sederhana
Hari semakin sore, Teguh memutuskan pulang dari tempat kerjanya. Hari ini dia bisa membawa pulang dua lembar uang lima puluh ribu. Hal yang selalu dia syukuri.
Diperjalanan pulang, Teguh melihat penjual ayam goreng tepung. Biasanya disebut fried chicken. Teguh membeli dua potong ayam goreng. Semua untuk anaknya. Bukan tak pernah membelikan makanan enak untuk Ayu, hanya saja hal itu jarang Teguh lakukan. Tentu alasannya karena keterbatasan ekonomi. Kalau ada uang, Teguh juga tak akan sepelit itu kepada buah hatinya.
Dia ingat di rumah persediaan beras juga hampir habis. Sebelum sampai rumah, dia sempatkan dulu ke warung untuk membeli kebutuhan dapur. Hidup menduda dengan satu orang anak membuat Teguh hafal dengan naik turunnya harga sembako. Dia menghembuskan nafas berat, uang seratus ribu tadi tinggal menyisakan beberapa lembar dua ribuan di tangan. Untuk membeli beras, telur, minyak goreng, belum lagi ada bon di warung yang harus dia bayar.
"Guh.. kamu enggak minat ambil kreditan motor aja apa? Dari dulu kok ya ke mana-mana bawa sepeda tua itu mulu. Sepeda mu itu ya kalau bisa ngomong pasti udah protes sama kamu, saking seringnya kamu kayuh. Orang lain udah naik motor kamu masih naik pit ontel! (sepeda ontel)." Cibir pemilik warung.
Dengan sebaris senyum, Teguh menjawab.. "Kalau aku punya uang, mending aku pakai buat lunasin semua hutang di warung budhe. Permisi. Assalamu'alaikum."
Teguh berlalu pergi. Meninggalkan pemilik warung yang pasti langsung menggunjingnya bersama emak-emak pembeli lain di sana. Sudah biasa, Teguh tak ambil pusing dengan hal itu. Dia sadar diri, keterbatasan ekonomi membuatnya harus bisa menutup kuping rapat-rapat agar tidak mendengarkan cemoohan tetangga.
Tiba di rumah, Teguh melihat Ayu yang sedang main tanah liat sendirian. Anak itu belum menyadari jika bapaknya sudah ada di dekatnya. Sebaskom tanah liat Ayu bentuk hingga menyerupai miniatur makanan. Ceritanya Ayu sedang main masak-masakan dengan bahan seadanya.
"Ini ayam gorengnya.. Ayo dibeli dibeli.. Siapa mau beli?!" Ucap Ayu menirukan penjual ayam goreng.
Ayu mengambil tanah liat yang dia bentuk bulatan kecil. Dia membayangkan bulatan bertumpuk itu adalah orang.
"Aku beli ayamnya ya lek (bulek/bibi)." Ayu berkata sendiri. Rupanya kali ini dia berperan sebagai pembeli. Teguh masih diam sambil mengamati tingkah Ayu. Sesekali Teguh tersenyum.
"Nah Ayu sudah dibeliin ayam goreng, ayo ke pasar bantu ibu beli sayuran." Tangan Ayu digerakkan untuk mengambil orang-orangan dari tanah liat lainnya. Yang ternyata dalam imajinasinya dia sedang membayangkan jika ibunya mengajaknya ke pasar. Teguh mengerutkan keningnya kali ini. Anaknya itu ternyata memendam kerinduan untuk ibunya.
"Assalamu'alaikum." Teguh membuat Ayu langsung berpaling kearahnya.
"Wa'alaikumsalam. Bapak ngagetin Ayu aja. Pak, Ayu bikin mainan ini." Menunjukkan kepada bapaknya tanah liat yang dia bentuk sedemikian rupa. Beberapa diantaranya bahkan hanya tanah yang dibulatkan kecil dan besar.
"Wah bagus ya. Lha ini apa Yu?" Tanya Teguh mengambil bulatan kecil yang diberi lidi sebagai pegangan.
"Itu Ayu, ini bapak, kalau ini ibu." Ayu menjejer tanah liat di depan bapaknya yang berjongkok. "Punya ibu pakai kerudung." Imbuhnya lagi menunjuk tanah liat yang diberi daun kecil di atas bulatan yang tadi dia bilang ibunya.
Ayu tersenyum saat menjelaskan miniatur keluarga yang dia buat dari tanah tadi. Sedikit berbeda dengan Ayu, Teguh justru menatap sendu ke arah putrinya. Teguh melihat ke arah boneka tanah liat yang dipanggil ibu oleh Ayu. Teguh memaksakan senyum agar tercipta di wajahnya.
"Yu.. Sudah makan belum? Ini buat kamu." Ucap Teguh menyerahkan bungkusan plastik berisi ayam goreng buat Ayu. Betapa senangnya Ayu saat melihat isi plastik itu. Dia sampai jingkrak-jingkrak. Tapi, setelah itu kesenangannya berakhir. Dia melihat ke arah bapaknya yang mengambil sapu lidi, Teguh akan menyapu halaman rumahnya.
"Pak.." Ayu menghampiri bapaknya. Teguh hanya melihat Ayu sambil menaikkan kedua alisnya. "Apa Yu?"
"Pak.. Maaf ya pak. Bekal dari bapak tadi enggak Ayu makan." Ayu melapor kepada bapaknya tentang nasib bekalnya.
Teguh menghampiri Ayu. "Iya.. Enggak apa-apa. Enggak enak ya? Atau mungkin keasinan. Terus tadi Ayu makan apa di sekolah?"
"Bukan pak. Bukan keasinan atau enggak enak tapi sebelum Ayu makan, bekalnya udah tumpah di tas. Tas Ayu tadi juga basah. Soalnya botol akuah yang dijadiin tempat minum enggak rapet nutupnya. Maaf ya pak..." Bicara dengan pelan karena dia takut kalau bapaknya nanti marah.
"Ya Allah Yu.. Terus kamu makan apa tadi? Buku sama tas kamu basah ya? Maaf ya nduk, bapak lupa bungkus kotak makan mu tadi sama plastik. Sini nduk.." Teguh membayangkan saat semua anak makan bekal yang mereka bawa, hanya anaknya saja yang mungkin hanya duduk diam mengamati teman-temannya makan. Yang sebenarnya memang seperti itulah yang terjadi.
Teguh tidak jadi menyapu halaman rumahnya, dia masuk ke dalam rumah dan mengambil nasi serta lauk ayam goreng yang tadi dia beli. Dengan tangan kosong, dia suapi anaknya itu. Ayu sangat lahap makan dari tangan bapaknya. Bukan karena lauknya tapi, karena kasih sayang tulus Teguh tersalur dalam setiap suapannya.
Ayu terus tersenyum, begitu juga Teguh. Bahagia itu sederhana, asal selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini, tidak mustahil kebahagiaan akan selalu datang dari arah mana saja.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..