Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ditinggal berdua
Tidak lama kemudian perawat masuk untuk mengecek tekanan darah Tania. Pada saat itu, Shasa pun terusik. Ia terbangun dari tidurnya.
"Abang, dari tadi?"
"Ndak juga kok."
"Aku mau mandi dulu."
"Iya."
Saat perawat keluar dari kamar itu, dan Shasa masuk ke kamar mandi, saat itulah tinggal Tania dan Saif. Keadaan semakin canggung Tania tidak tahu harus ngomong apa. Daif duduk di sofa sambil membuka makanan yang dia bawa. Tidak lama kemudian datang perawat yang membawakan sarapan untuk Tania.
"Ini sarapannya, kak. Semoga lekas sembuh ya."
Perawat meletakkannya di atas laci.
"Terima kasih, sus."
"Sama-sama."
Perawat pun keluar dari kamar itu.
Tania mengangkat tubuhnya dalam posisi setengah duduk. Ia hendak mengambil makanannya, namun Saif mencegahnya.
"Biar saya yang ambilkan."
Saif bangun dan menghampiri Tania. Ia mengambilkan meja makan dan diletakkan di atas Tania. Lalu meletakkan makanan di atas meja.
"Eh, terima kasih Pak."
"Hem."
Shasa baru selesai mandi. Ia keluar dari kamar mandi dengan keadaan sudah rapi.
"Wah sarapanmu sudah datang, Tania?"
"Iya Sha."
"Hem, pasti rasanya hambar."
Shasa terkekeh.
"Ya mau gimana lagi, Sha. Terpaksa dimakan.Hehe..."
Shasa pun duduk di sofa bergabung dengan Saif. Mereka juga sarapan nasi sayur pecel serta lauk telur dadar, tempe tahu, dan ikan tongkol. Menu sederhana namun terlihat nikmat.Tania yang melihat mereka rasanya jadi ingin. Ia menelan salivanya sendiri.
Shasa melirik Tania.
"Habiskan makananmu, Tania. Nanti kalau sudah sembuh kamu boleh makan apapun." Sindir Shasa.
Tania melanjutkan sarapannya.
"Bang, anaknya Mochi baik-baik saja kan? "
"Iya."
Sepertinya hari ini Shasa akan pulang dulu karena dia merindukan Momo anaknya Mochi yang sekarang tinggal sebatang kara.
"Abang, boleh Shasa minta tolong?"
"Apa?"
"Shasa mau pulang dulu bentar. Nanti siang Shasa balik ke sini. Abang tungguin Tania dulu fi sini ya."
Saif agak terkejut mendengar permintaan Shasa. Begitu pun dengan Tania. Tania langsung menyahuti.
"Sha, kalau kamu mau pulang ndak pa-pa aku bisa sendiri kok. Jangan merepotkan Pak Saif!"
"Kamu yakin mau di sini sendiri? "
"Iya."
"Tidak-tidak, nanti gimana kalau kamu mau ke kamar mandi?"
"Aku bisa minta tolong suster."
Mendengar perdebatan mereka, sontak Saif pun angkat bicara.
"Kalau kamu mau pulang sebentar ndak pa-pa dek. Biar abang yang jaga di sini."
"Serius, bang?"
"Hem."
"MasyaAllah, terima kasih abangku yang baik dan tidak sombong. Nah, kalau gini kan aku jadi ndak kuatir."
Tania ingin menolak, namun ia juga tidak enak hati.
"Astaghfirullah, kalau pak Saif yang jaga gimana ini. Bisa-bisa ruangan ini jadi kutub. " Batin Tania.
Setelah selesai sarapan, Shasa membenarkan jilbabnya. Lalu ia pamit kepada Tania.
"Maaf ya, aku pulang dulu. Kalau perlu apa-apa bisa minta tolong sama abang."
"Sha... "
"Da dah.... "
Shasa melambaikan tangan. Lalu ia meminta kunci mobil kepada Saif.
"Hati-hati, dek."
"Siap, bang."
Setelah kepergian Shasa, Saif membantu Tania membereskan meja makan dan piring bekas Tania. Beberapa saat kemudian, datang cleaning service yang bertugas membersihkan kamar Tania. Selama cleaning service melakukan tugasnya, Saif duduk santai di sofa sambil memainkan handphone.Setelah selesai membersihkan kamar Tania, cleaning service membawa piring kotor keluar.
Selanjutnya kamar itu terasa sunyi. Tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari keduanya.
Beberapa menit kemudian, Tania merasa mules.
"Duh, gimana nih. Kok sakit perut ya." Batinnya.
Tania sudah tidak enak diam. Posisinya sudah morat marit. Karena sudah tidak tahan, Tania pun menyingkap selimutnya dan memutar posisinya ke tepi brangkar. Melihat pergerakan Tania, Saif pun langsung bertanya.
"Mau apa?"
"Sa-saya mau ke kamar mandi, pak."
Saif pun bingung. Tidak mungkin dia memapah Tania.
"Bisa jalan sendiri?"
"InsyaAllah."
"Biar saya yang bawakan infusnya."
"Maaf merepotkan. "
Tidak ada jawaban.
Saif tetap siaga berjalan di samping Tania. Wangi tubuh Saif menembus penciuman Tania. Entah mengapa bau itu rasanya membuatnya tenang.
Sampai di kamar mandi, Saif meletakkan infus di pengait baju.
"Hati-hati." Ucapnya sebelum keluar dari kamar mandi.
Tania pun menutup pintu kamar mandi. Ia mulai membuang hajatnya. Hatinya ketar-ketir tidak karuan.
"Ya ampun Shasa. Bisa-bisanya dia ninggalin aku dan abangnya cuma berdua. Mana pak Saif iya iya aja lagi. Terlalu banyak yang dilakukannya untukku. Mau balas apa coba." Batinnya sambil memainkan air di bak mandi.
Beberapa kali Saif melirik ke pintu kamar mandi, namun belum ada tanda-tanda Tania keluar.
"Lama sekali. Apa mungkin dia BAB." Batinnya.
Sementara itu, Shasa baru saja sampai di rumah. Sebelumnya ia sempat mampir di pet shop untuk membeli snack si Momo. Bunda terkejut saat melihat Shasa pulang. Bunda mengira Shasa membiarkan Tania sendirian di rumah sakit.
"Sha, mana abangmu?"
"Abang jagain Tania, bun."
"Yang benar saja?"
"Iya, bun. Masa' Shasa bohong."
"Tumben."
"Tumben gimana maksud bunda?"
"Kamu tahu sendiri abangmu itu paling anti kalau lama-lama sama orang baru. apa lagi bukan mahramnya."
"Iya juga ya, bun. Mungkin abang terpaksa karena kasihan. Soalnya tadi Shasa yang minta tolong juga. Hehe... "
"Hem, pantesan. Lagian kamu ngapain pulang?"
"Kangen sama Momo, bun."
Bunda hanya bisa menggelengkan kepala melihatnya.
Kembali ke rumah sakit.
Tania membuka pintu kamar mandi. Saif langsung berdiri dan menghampirinya. Entah kenapa tiba-tiba saja, pandangan Tania gelap. Ia kehilangan keseimbangan sehingga tubuhnya hampir saja tumbang kalau tidak ada Saif yang menopangnya.
"Tania... "
Dengan Sigap Saif langsung menggendongnya.
"Pegang yang erat, Tania!"
Tania mencengkeram baju Saif. Saif hanya bisa menggendongnya dengan satu tangan. Sedangkan tangannya yang lain memegang infus. Ia segera membawa Tania ke brangkar. Setelah itu, ia memencet tombol panggilan untuk memanggil perawat. Tidak lama kemudian, perawat pun datang.
"Pagi, Pak. Maaf ada yang bisa kami bantu? "
"Tania tiba-tiba pusing, tolong periksa dia."
"Baik, pak. Harap tenang ya."
Perawat pun memeriksa Tania. Sebenarnya tekanan darah dan hb Tania sudah mulai stabil. Hanya saja tadi saat BAB Tania jongkok terlalu lama, padahal WC nya WC duduk. Ia memang tidak biasa. Jadi saat bangun, matanya berkunang-kunang dan penglihatannya menggelap. Begitu jelasnya.
"Sekarang bagaimana, mbak?"
"Sudah tidak, sus."
"Lain kali perhatikan lagi ya, mbak. Makanya kemarin disuruh pakai pampers biar mbak tidak bolak balik ke kamar mandi. Karena kalau sudah jatuh di kamar mandi, itu sulit mbak sembuhnya."
"Iya, Sus. Terima kasih."
Setelah selesai, perawat pun keluar.
Saif dapat bernafas dengan lega mendengar penjelasan perawat.
"Istirahatlah." Ucapnya singkat.
"Pak."
Saif berbalik.
"Iya?"
"Maaf sudah terlalu sering merepotkan bapak. " Ucap Tania dengan tulus.
Kali ini Tania memberanikan diri untuk menatap wajah Saif.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lanjut kak othor 💪💪💪💪
Kasihan Tania jika berjuang sendirian di tengah keterpurukannya