Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 09 - Pikirkan Lagi
Sudah menjadi kebiasaan Alexander jika kedua wanita itu bertengkar di malam hari, pada keesokan harinya dia akan mendatangi Azoya walau hanya untuk mengucapkan selamat pagi. Sebagai ayah sambung untuk Azoya, dia berusaha memberikan yang terbaik meski memang tidak bisa sebebas itu lantaran kecemburuan Agatha sebagai anak kandungnya.
"Azoya, masih tidur ya?"
Amora yang berada di sana tampak gugup dan khawatir jika Azoya benar-benar meninggalkan rumah ini setelah pertengkaran tadi malam. Jika sampai hal itu terjadi, kemungkinan besar suaminya akan marah. Posisi Azoya sebagai anak tiri memang sangat Alexander terima, walau dia tidak bisa memberikan perhatian sepenuhnya.
"Biasanya dia sudah bangun, sudah biarkan saja ... namanya anak malas ya begitu," ungkap Amora kemudian, sama sekali dia tidak peduli padahal tadi malam Agatha mengatakan jika hari ini adalah ujian bersama dengan salah satu dosen senior di kampusnya.
"Jangan begitu, putri kita ada ujian hari ini. Agatha bilang kemungkinan lulus tidak akan pernah ada andai tidak ikut," ujar Alexander menghela napas kasarnya, entah kenapa hingga saat ini Amora masih belum bisa menerima putri Agam itu, sahabat sekaligus mantan suami dari Amora.
"Dia sudah dewasa, salah sendiri tidak bisa mengatur waktu. Agatha saja bisa, kenapa dia tidak?"
"Apa kamu terlalu keras padanya sampai dia enggan keluar kamar begini?" tanya Alex menatap tajam mata Amora, pria itu sontak menggeleng dan tentu saja dia tidak akan pernah jujur sama sekali.
"Tidak, aku hanya bertanya kenapa dia pulang terlambat kemarin, itu saja."
Bohong sekali, padahal dia hanya hendak bertanya perihal perkembangan Agatha. Pria itu kembali mengetuk pintu dengan perasaan khawatir, mau bagaimanapun Azoya adalah amanah dari Agam yang harus dia jaga sebaik-baiknya.
"Zoya," panggil pria itu untuk kesekian lagi, dia bahkan menempelkan telinga ke pintu berharap akan ada suara yang dia dengar nanti.
"Sudah biarkan saja, mungkin masih mandi."
"Tidak mungkin, Zoya biasanya sudah mandi jam segini." Alex tetap pada pendiriannya dan dia merasa jika ada hal yang aneh dengan Azoya.
Ceklek
Syukurlah, beberapa saat Alex menunggu akhirnya wanita itu muncul dengan wajah bengkak dan mata yang sedikit sembab. Bisa dipastikan dia menangis cukup lama hingga bisa seperti itu di pagi harinya.
"Baru bangun, wajahmu kenapa begitu?" tanyanya sedikit bingung lantaran mata Azoya benar-benar sembab dan ini tidak seperti sebelumnya.
"Iya, Pa ... Zoya belajar sampai pagi karena ada ujian Prof.Andrew hari ini," ungkap Azoya yang jelas saja berbohong, dia tidak lagi membuka buku catatan sejak kemarin sore dan bahkan dia tidak peduli dengan ujian itu.
"Syukurlah jika begitu, cepat mandi ... jangan sampai terlambat, Papa tidak ingin salah satu dari kalian gagal dalam ujian ini," ungkapnya tegas kemudian berlalu dari kamar Azoya, pria itu melangkah panjang kemudian melewati Amora yang saat ini masih melayangkan tatapan penuh kemarahan pada putrinya. "Berlebihan, sudah kukatakan jangan menangis masih saja," desis Amora kemudian berlalu pergi tanpa sedikitpun berniat minta maaf padanya.
.
.
.
Sementara di sisi lain, saat ini Zayyan tengah meringis usai berusaha menghindari sang papa. Hari sial Zayyan datang tanpa diduga, dan ini benar-benar membuatnya sulit.
"Ayss, shiitt!! Kenapa juga harus Papa yang datang."
Kakinya terasa sakit karena nekat keluar dari jendela. Meski kamar Azoya ada di lantai satu tetap saja jarak antara jendela dengan permukaan tanah cukup tinggi, kakinya salah mendarat hingga kini sedikit pincang.
Mengendap-ngendap kembali ke kamarnya dengan hati-hati. Tanpa terduga, Zico yang bangun lebih dulu kini mengejutkannya hingga pria itu hampir saja tidak bisa meyeimbangkan tubuhnya.
"Astaga!! Bikin kaget saja," bentak Zayyan padahal dia yang salah, matanya menatap tajam Zico seolah menabuh genderang perang.
"Dasar aneh, kau yang salah!! Lagipula dari mana? Kamar Zoya?" tanya Zico menggerakkan alisnya, sebagai pria yang juga sudah dewasa dia paham gerak-gerik Zayyan walau dia sembunyikan.
"Diam kau!!" desis Zayyan melihat ke kanan dan kiri, khawatir ada orang lain yang mendengar ucapan Zico.
"Santai saja lah, memang cantik wajar saja kau usaha sebaik itu ... lakukan sebelum didahului Mahen, adikmu itu buta dan dia tidak akan peduli walau seluruh keburukan Mahen sampai ke telinganya." Sejak dahulu dia yakin jika Zayyan tidak memposisikan diri sebagai kakak yang sesungguhnya untuk Zoya.
"Dasar gilla, aku tidak sebejjat itu, Zico."
"Terserah kau saja, tapi coba pikirkan lagi ... dia manis dan sangat mudah dibohongi dengan kalimat cinta. Buktinya, Mahendra hanya butuh waktu satu bulan untuk mendekatinya, sampai kau salah langkah bisa-bisa kehidupan Zoya kacau dalam waktu singkat, Zayyan."
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken