Cinta pertama, sesuatu yang menurut orang tak bisa dilupakan dengan mudah, mungkin itu juga yang terjadi pada Alya.
-Kamu cinta pertamaku, ku harap aku dan kamu akan selalu menjadi KITA-
Alya khumaira.
Namun bagaimana jika Alya tau bahwa dirinya hanya menjadi bahan taruhan saja? Mampukah Alya melupakan segalanya?
Dan bagaimana jika suatu hari di masa depan ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya?
Mampukah dia menghadapi Cinta sekaligus Kesakitannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak percaya
"Em.. air putih aja.. mbak" Faris mengangkat alisnya, lalu menghela nafasnya.. Terserah.
Faris makan dengan tenang, sesekali dia melihat Alya yang hanya menggenggam air putih dalam gelas.
Alya menipiskan mulutnya, dia lapar sih.. tapi kan sayang kalau uangnya dipakai beli makanan mahal.. akhirnya dia menopang dagunya dan menunggu Faris menghabiskan makannya 'Aku lagi ngapain sih, Ibu pasti nunggu aku dikios' tapi ini dia malah lagi liatin orang makan.
Asik melamun Alya tak menyadari Faris memanggilnya "Buka mulut Lo!"
"Eh?"
"Gue bilang buka mulut Lo!"
Alya masih diam, Faris berdecak "Buka mulut Lo, atau gue bakal.." belum selesai Faris bicara Alya sudah membuka mulutnya.
Dengan segera Faris menyuapkan spaghetti di piringnya ke mulut Alya "Dari tadi kek, pegel tangan Gue.. harus ya pake ngancem dulu.. iya? lagi! " Alya kembali membuka mulutnya menerima suapan Faris.
Lalu tiba tiba Alya merasakan sebuah tangan mengusak rambutnya "Gadis baik" katanya sambil tersenyum.
Alya tertegun, dia tidak salah kan baru saja melihat Faris tersenyum dan berkata lembut, tadi dia masih melotot tajam, dan marah-marah padanya bahkan mengancam, kenapa sikap Faris membuat bingung, sebenarnya Faris itu orang seperti apa? baik atau tidak?.
Selesai makan Faris mengantar Alya pulang, kali ini Alya tak bisa berbohong karena Faris akan tahu.
Faris bahkan turun untuk memastikan rumahnya, saat Alya mengambil kunci di bawah pot baru lah Faris percaya bahwa itu rumahnya.
Astaga.. berasa jadi tawanan, Alya mendesah dalam hati.
"Ibu kamu kemana?"
"Lagi keluar.." Alya meringis.
"Kerja?"
Alya menggaruk poni nya "Emmh bisa dibilang begitu.." sama kan ya, kerja? lebih tepatnya kerja di kios mereka sendiri.
Alya melihat mobil Faris sudah pergi, barulah dia mendesah lega, bergegas ia berganti pakaian untuk membantu Ibu di kios, masih ada waktu, setidaknya dia bisa membantu Ibu menutup kios, gara gara di ajak Faris mampir ke kafe dia jadi telat buat bantuin Ibunya di kios.. Asem emang si Faris, lagi-lagi Alya cuma bisa menggerutu dalam hati.
Alya memakai kaos oblong kesukaannya, kaos longgar dan celana kulot, pakaian longgar membuat sirkulasi udara bebas masuk kedalam pakaian dan membuat Alya yang kegerahan bisa bernafas lega, rambut panjangnya dia gelung tinggi bahkan tak dipedulikan rambutnya yang sembarang diikat menjadi bernatakan, cuacanya panas.
Alya menyusuri trotoar seperti biasa karena hanya butuh beberapa menit tiba di kios Ibunya.
Alya menunduk memainkan ponsel, membalas dan membaca chat dari dua sahabatnya yang penasaran tentang apakah dia bisa pulang dengan selamat.. Selamat yang dimaksud adalah, selamat dari Faris yang mengikutinya.
Alya hanya mendesah lalu mengetik..
-Misi gagal-
Dan sekarang Faris justru tau rumah nya.
Alya terlonjak saat mendengar klakson mobil berbunyi nyaring.
Astaga.. orang itu..
Alya menganga tak percaya, Faris keluar dari mobil dan bersedekap di depannya.
"Kakak ngapain masih disini?"
Faris memicingkan matanya lalu berkata "Gue cuma curiga, Lo bohong lagi soal rumah Lo," makanya dia nunggu kalau-kalau Alya keluar lagi dari rumah tadi dan pergi kerumahnya yang sebenarnya, tapi melihat Alya yang sudah ganti baju, berarti itu memang rumahnya kan.
Alya membuat ekspresi yang dia sendiri tak bisa lihat mungkin wajah bodoh dan cengo..
Andai ada cermin di depannya,pasti dia bisa melihat wajahnya yang mengerikan.
Faris, segitunya.. ya ampun..
Faris melihat penampilan Alya dari atas sampai bawah, penampilan yang kampungan.. dengan wajah melongo bodoh, sekaligus kesal.
Tapi kenapa wajahnya terlihat menggemaskan.
Faris menyeringai rupanya lebih menyenangkan membuat Alya kesal, dari pada membuat Alya terpesona padanya.
Lagipula Alya terlihat polos hingga dia tak punya daya tarik pada dirinya yang kata seantero sekolah pria paling tampan.
Alya itu pendek, dadanya juga masih tepos, dalam masa pertumbuhan, tidak seperti Salsa yang entah kenapa besar, padahal umur Salsa dan Alya cuma beda dua tahun saja,Salsa memang punya tubuh proposional bak model didukung dengan tinggi 178 cm, tapi tetap saja Faris tak tertarik, tapi Alya lebih cocok di panggil boncel, karena bentuk tubuhnya yang mungil Faris kira tinggi Alya hanya sekitar 150 atau 153 cm, sedangkan dirinya 180 cm, tentu saja terlihat pendek, tapi terlihat lucu dimata Faris.
"Mau kemana Lo, baru pulang udah mau kelayapan?" cibirnya, Faris memang paling bisa bersandiwara, di bibir mencibir, di hati berkata menggemaskan.
Pada saat itu ponsel Alya tak henti berbunyi lalu nada pesan beberapa kali muncul.
"Cih, chat sama siapa Lo, sok sibuk banget.."
Alya bahkan belum menjawab pertanyaan yang pertama, tapi Faris sudah bertanya lagi.
"Emh.. Kak, Aku mau ke kios Ibu.. permisi" Alya melanjutkan langkahnya menyusuri trotoar.
"Heh, Gue anter ayok"
Faris sudah masuk kedalam mobil dan mengikuti Alya..
"Gak usah Kak, udah deket kok" Alya berjalan lagi, namun bukanya berhenti Faris melajukan mobilnya pelan mengikuti Alya.
"Kebiasaan Lo ya, ngeyel banget, ini panas tau, ayo masuk!"
"Tapi beneran udah dekat kak.." Alya gak bohong kok, sumpah. tinggal dua ruko lagi dia akan tiba di kios Ibunya, dari tempatnya sekarang bahkan sudah terlihat, Ibu nya sedang melayani pembeli.
"Masuk, gak.. kalau enggak, Gue bakal.."
Alya menghela nafasnya, ini diantara dia dan Faris sebenarnya umurnya lebih tua Faris kan, tapi kok dia yang harus banyak mengalah.. ya, mau bagaimana lagi, melawan juga gak berani, karena ancaman dari Faris gak main- main.
Tak punya pilihan, Alya masuk mobil Faris lalu duduk "Pake sabuknya"
Alya mendengus dalam hati gak bakalan semenit juga sampe ngapain pake sabuk sih, tapi kerena tak berani .. ya.. mengalah lagi.
Alya memakai sabuk pengamannya lalu Faris segera melajukan mobilnya, belum juga Faris akan menginjak pedal gas agar lebih cepat Alya sudah berkata..
"Stop Kak, udah sampei" Faris menekan remnya untuk belum pake kecepatan maksimal, kalau tidak dia bisa ngerem mendadak karena kaget.
"Serius Lo, begini doang?" Faris melihat sekelilingnya bahkan tidak sampai 200 meter, dari jarak yang tadi.
"Kan aku bilang udah deket.." Alya melepas sabuk pengamannya.
"Wah, beneran Lo.."
"Bukan salah aku kan, kakak yang maksa, aku udah bilang kios Ibuku udah deket" meski takut Alya mencoba membela dirinya, yah meski mungkin sia- sia..
"Tetep aja Lo gak bilang cuma jarak dua ruko aja.." Nah kan bener tetap Alya yang salah.
"Ya, udah Kak, makasih udah anter.. maaf sekali lagi.." Alya keluar dari mobil menuju kios Ibunya, tidak ia pedulikan Faris yang menggeram karena kesal..
Salahnya sendiri tidak percaya pada Alya.
.
.
Like...
komen..
vote..