Kinara yang menjadikan Geffie sang suami sebagai panutan lantas harus di hadapkan dengan kenyataan terpahit yang menuntun dirinya membuka tabir kepalsuan yang di sembunyikan oleh suaminya selama ini.
Hati perempuan mana yang tak runtuh ketika melihat suami yang begitu penyayang dan penuh kehangatan, ternyata berselingkuh dengan sahabat dekatnya sendiri tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Ketika rasa terjatuh karena perselingkuhan suaminya semakin menusuk hatinya, Kinara dipertemukan dengan seseorang yang mempunyai luka yang sama dengannya.
Mampukah seorang Kinara memperbaiki segalanya? akankah segala hal yang mereka lalui berakhir dengan kandas? atau malah berlabuh ke lain hati?
Ikuti terus kisahnya hanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja liana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak mungkin dia tahu bukan?
Kinara berjalan dengan terombang ambing tak tahu arah tujuan, ia hanya mengikuti ke mana langkah kaki membawanya pergi. Air mata terus mengalir membasahi wajahnya, Kinara benar benar tidak mempedulikan riasannya yang sudah luntur sana sini tak lagi berbentuk. Hatinya benar benar hancur sehancur hancurnya, Kinara sungguh tak habis pikir bagaimana bisa sahabatnya di jadikan cinta yang bergilir bak sebuah piala dalam perlombaan, bukankah Geffie terlalu tidak punya hati?
"Apakah setiaku selama ini tidak ternilai? apakah pengabdian ku benar benar tidak ternilai dimatanya hiks? apakah kehadiran Delisha sama sekali tak membuatnya luluh? hiks hiks, oh Tuhan kenapa rasanya sesak sekali?" ucap Kinara sambil merintih tak karuan, ia bahkan sudah tak menghiraukan pandangan orang orang sekitar yang menatapnya penuh dengan tanda tanya, baginya seluruh dunianya sudah hancur setelah Geffie melakukannya di depan mata kepala Kinara.
"Kata maaf? hahahaha apakah itu hanyalah sebuah lelucon? bodoh sekali kau selama ini Ra!" ucapnya kemudian dengan tawa cukup keras menggema terbawa angin malam yang menusuk tubuh dan jiwanya.
Langkahnya benar benar gontai, bahkan Kinara tak lagi mengingat di mana dia membuang sepatunya setelah keluar dari ballroom hotel tadi. Ketika langkahnya sudah di ambang batas kaki yang semula kuat menopang langkahnya, perlahan terasa perih dan sakit membuat Kinara menghentikan langkahnya dan menatap ke arah kakinya.
"Kakiku hanya lecet tapi kenapa terasa lebih sakit? sakit sekali hiks hiks hiks." tangisnya kembali pecah sambil menatap kakinya yang lecet karena ia sama sekali tak memakai alas kaki sejak tadi.
Sedangkan Kafeel yang memang sudah membuntutinya sejak tadi, pada akhirnya sudah tidak bisa menahan diri lagi dan langsung menarik tangan Kinara dan mendaratkan Kinara pada dada lapang miliknya seakan memberi ijin Kinara agar menumpahkan segala keluh kesahnya.
"Kakiku sakit huhuhuhu, kenapa sakit sekali? rasanya sangat sakit, apa kamu tahu rasanya? hiks hiks." ucap Kinara dengan menangis sesenggukan di balik dada bidang Kafeel.
Kafeel yang mendengar keluh kesah Kinara hanya bisa mengiyakan ucapannya, sambil menepuk pundak Kinara pelan memberi ketenangan pada wanita itu, Kafeel paham rasa sakit yang di alami Kinara kata kata sakit yang ia tunjukan untuk kakinya bukanlah makna sebenarnya dari rasa sakit kakinya, bukankah perempuan sungguh pintar menyembunyikan perasaannya?
"Harusnya kamu memakai sepatu mu agar kakimu tidak sakit." ucap Kafeel kemudian.
"Apakah sepatu yang sudah hilang bisa kembali padaku?" tanya Kinara tiba tiba dengan wajah yang mendongak menatap pada pria pemilik manik biru itu.
"Mungkin tidak akan sama rasanya, hanya saja kamu bisa mencoba yang baru bukan? jangan hanya menangisi sepatu lama mu hanya karena sebuah kenangan, bukankah lebih baik mencari sepatu yang lebih nyaman dan mengukir kenangan indah lagi?" ucap Kafeel sambil memberikan senyuman terbaiknya.
Mendengar perkataan Kafeel, Kinara lantas mencengkram jas milik Kafeel dengan erat seakan menandakan ia ragu akan ucapan pria di hadapannya.
"Aku ingin pulang!" ucapnya kemudian sambil perlahan melepas pelukan Kafeel.
"Aku akan mengantar mu pulang." ucap Kafeel.
"Tidak perlu, kamu hanya perlu menyetop taksi untukku." ucap Kinara dengan wajah yang menunduk.
"Apa kamu yakin?" tanya Kafeel yang hanya di balas anggukan oleh Kinara.
Melihat kegigihan Kinara pada akhirnya Kafeel hanya bisa menuruti kemauannya dan membiarkan Kinara pulang sendiri sesuai keinginannya.
"Pak tolong antar kan nona ini sampai ke rumah dengan selamat." ucap Kafeel yang di balas supir taksi itu dengan senyuman.
Setelah perbincangan ringan itu, taksi tersebut melaju meninggalkan Kafeel di sana sendirian yang masih menatap ke arah kepergian mobil itu dengan perasaan yang ambigu tidak bisa dijelaskan.
*****
Sementara itu di ballroom hotel tempat berlangsungnya acara, Geffie tengah resah menanti Kinara yang tak kunjung datang setelah terakhir kali mengatakan ingin pergi ke toilet.
"Bagaimana Bi apakah ada?" tanya Geffie ketika melihat Nabila keluar dari toilet wanita untuk mengecek keberadaan Kinara di dalam.
"Gak ada!" ucap Nabila sambil menggeleng perlahan.
"Lalu kemana Ara?" ucapnya setengah frustasi.
"Kamu sudah mencoba menelponnya?"
"Sudah berkali kali tapi ponselnya mati." ucap Geffie dengan raut wajah yang gelisah. "Kamu pergilah, Kafeel pasti mencari mu." ucap Geffie.
"Astaga kamu benar! aku bahkan hampir melupakan Kafeel tadi." ucap Nabila sedikit tersentak.
Setelah mengatakan hal itu Nabila buru buru kembali ke dalam ballroom hotel mencari keberadaan Kafeel di sana. Disisirnya setiap sudut ruangan ballroom mencari sosok suaminya di sana, pandangannya terhenti pada sebuah mini bar di mana Kafeel sedang meminum segelas wine di sana.
Nabila sedikit lega karena Kafeel masih ada di acara itu tidak meninggalkannya atau menghilang seperti Kinara tanpa kata kata.
"Kaf aku mencari mu dari tadi, ternyata kamu disini!" ucapnya basa basi sambil merangkul pundak Kafeel.
Kafeel yang mendapat pelukan itu hanya tersenyum sinis kemudian menggeser tangan Nabila dari sana membuat Nabila sedikit bertanya tanya akan penolakan Kafeel.
"Ada apa Kaf?"
"Jangan suka memutar balikkan fakta, bersyukurlah aku tidak meninggalkan mu sendiri di sini!" ucapnya dengan nada dingin.
Nabila terdiam mendengar perkataan Kafeel barusan, dalam benaknya terus bertanya tanya apakah Kafeel melihat semua yang ia lakukan bersama Geffie tadi.
"Sepertinya kamu sudah mabuk kita pulang saja sekarang, biar aku yang menyetir." ucap Nabila dengan gerakan hendak memapah Kafeel namun langsung ditepis oleh Kafeel hingga gelas yang dipegang Kafeel melayang dan jatuh menimbulkan bunyi nyaring diantara riuhnya tamu undangan serta musik yang mengiringi acara tersebut.
Nabila tersentak ketika lagi lagi mendapat penolakan dari Kafeel, semua mata tertuju pada keduanya dengan tatapan penuh tanda tanya, seorang penyelenggara acara nampak mendekat ke arah Kafeel.
"Apakah anda baik baik saja tuan Kafeel?" tanyanya sementara Kafeel hanya menganggukkan kepala dan memberi isyarat tangan kepadanya agar pergi.
"Kami minta maaf pak, sepertinya suami saya sedang mabuk sekarang, kami permisi dulu." ucap Nabila kemudian menarik tangan Kafeel agar mengikutinya keluar dari tempat acara itu.
**
Setelah sampai di luar gedung hotel Kafeel melepas pegangan tangan Nabila membuat Nabila kembali bertanya tanya ada apa dengan suaminya kali ini.
"Hentikan sandiwara mu Bi, aku benar benar muak!" ucap Kafeel dengan nada yang dingin.
"Sandiwara apa Kaf? jangan bercanda deh." ucap Nabila pura pura tidak tahu dengan arah pembicaraan Kafeel, karena ia mengira Kafeel hanyalah terpengaruh minuman beralkohol saat ini.
"Oh wow bahkan kamu masih bersandiwara hingga kini Bi, sepertinya kamu cocok sekali untuk mendapat sebuah peran dalam perfilman." ucap Kafeel sambil menunjuk ke wajah Nabila kemudian mendekat dan membisikan sesuatu di telinga Nabila. "Jangan kira karena aku diam, aku tidak mengetahui kelakuan mu di belakangku Bi, kamu kira aku buta?" ucapnya yang tentu saja membuat Nabila terkejut mendengarnya.
"Tidak mungkin Kafeel tahu bukan?"
Bersambung