Tantangan Kepenulisan Noveltoon
Bagaimana rasanya dijodohkan dengan 5 laki-laki tampan? Tanyalah kepada Irene Abraham.
Cantik, pintar, dan kayaraya membuat kehidupan Irene serasa sempurna. Apapun yang inginkan selalu bisa didapatkan dengan mudah. Hidupnya sangat bebas sesuka-suka hatinya.
Sampai suatu ketika, sang kakek berencana untuk menjodohkannya dengan salah satu putra keluarga Narendra. Ada lima tuan muda yang bisa Irene pilih menjadi pendampingnya, Alan, Alex, Alfa, Arvy, dan Ares. Kelima tuan muda memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Irene yang belum siap menikah, memutuskan untuk menyamar sebagai wanita jelek dan kampungan. Tujuannya satu, agar tidak ada dari kelima tuan muda yang akan menyukainya.
Apakah tujuan Irene berhasil? Ataukah Irene akan jatuh cinta pada salah satu dari kelima tuan muda itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Sisi Baik Ares
“Besok sudah deadline mata kuliah Manajemen Investasi dan Portopolio, kan?” tanya Irene sembari menikmati makan siangnya di kantin sekolah. Ia memesan nasi dengan lauk pauk seperti yang kebanyakan dipesan oleh mahasiswa lainnya. Irene makan siang bersama Bian, satu-satunya teman yang didapatkannya di bangku perkuliahan. Orang yang melihat mereka
bersama selalu memandang aneh atau tertawa tanpa sebab yang jelas. Mungkin mereka menganggap keduanya cocok karena sama-sama jelek.
“Iya. Apa tugasmu sudah selesai?” tanya Bian balik.
“Hampir selesai. Nanti malam akan aku selesaikan sekalian membuat print out.”
“Jangan sampai lupa. Bu Hetty tidak segan-segan memberikan nilai yang buruk jika mahasiswanya telat mengumpulkan tugas.”
Bian teman yang baik. Di perkuliahan, lelaki itu termasuk mahasiswa yang pendiam dan tidak
mencolok seperti Irene. Namun, ternyata ia asyik diajak bicara. Irene anak baru merasa diuntungkan memiliki teman seperti Bian yang tahu banyak hal tentang seluk beluk kampus beserta watak para dosen. Terkadang, Bian juga tidak segan memberinya contekan tugas yang tidak ia mengerti.
“Eh … Si Culun Bian sudah punya teman rupanya.”
Seorang lelaki bersama ketiga temannya datang menghampiri meja mereka. Dari tampangnya, Irene bisa menyimpulkan kalau lelaki itu adalah pembuat onar di kampus. Tampangnya lumayan, gayanya keren. Membawa beberapa teman bersamanya mungkin membuat lelaki itu merasa sebagai bos. Dengan santainya dia duduk di sebelah Bian sok akrab. Irene melihat Bian terdiam, membiarkan kelakuan lelaki itu meskipun terlihat jelas jika Bian merasa tak nyaman dengan kelakuannya.
“Teman culun kita bertambah satu. Jadi ada dua culun di fakultas kita.” Lelaki itu ikut mengejek
Irene. Ketiga temannya tertawa seakan mereka sedang menyaksikan lawakan. Irene berusaha menahan diri, sebenarnya dia paling tidak suka direndahkan. Kemampuan bela dirinya cukup lumayan jika hanya untuk menghadapi orang yang lebih banyak gaya seperti mereka.
“Cocok banget ya, mereka. Bagaimana kalau kita nikahkan?”
“Hahaha … bagus juga idemu, Fathir. Kita bisa membuatkan pesta yang meriah di kampus ini,”
sahut salah seorang teman lelaki itu.
“Heh! Kenapa kamu diam saja? Aku lihat tadi kamu asyik dengan mahasiswi baru tak bermutu ini. Kamu setuju tidak dengan ide kami?” Fathir mengintimidasi Bian dengan tatapannya. Tampak Bian masih terdiam meskipun sesekali kepalanya didorong oleh Fathir seperti dianggap bodoh. “Dasar bego!” kesal Fathir.
“Aku tidak setuju.” Bian menjawab dengan suara lirihnya.
“Apa tadi kamu bilang? Coba ulangi lagi?” Fathir semakin kesal dengan respon yang Bian berikan. Memang, orang seperti itu mau diberi jawaban apapun, pasti tetap akan kesal kepada orang yang diincarnya.
“Sudah berani melawan dia.”
“Memang sepertinya harus diberi pelajaran.” Fathir menyeringai. Ia ambil gelas jus sirsak milik Bian lalu menumpahkannya dengan sengaja ke kepala Bian sambil tertawa bahagia.
Ketiga temannya ikut tertawa girang. Orang-orang di sekitar hanya melihat tanpa
melakukan sesuatu untuk membela atau mendamaikan keadaan. Lama-lama Irene jadi
geram juga. Ia mengepalkan tangannya.
“Dasar tukang bully!” umpat Irene.
Tawa Fathir langsung terhenti. Perhatiannya kini teralih pada Irene. Matanya menatap nyalang padanya. Ia bangkit dari duduknya lalu meraih kerah baju Irene dengan kuat. “Apa yang barusan kamu bilang? Dasar wanita jelek!” ucapnya marah.
“Jangan ganggu dia!” Bian melepaskan paksa cengkraman Fathir dari leher Irene.
“Sudah berani kamu melawan!”
Plak! Brugh!
Fathir menampar Bian dan mendorongnya kuat hingga terjatuh ke lantai. Kacamatanya terlepas dan diinjak begitu saja oleh Fathir. Belum puas dengan yang dilakukannya, Fathir memukul wajah Bian dan menendang badannya. Tak ada yang datang melerai mereka. Irene yang tak tahan melihatnya, langsung bangkit dan mendorong Fathir agar berhenti memukuli Bian.
“Cukup!” bentak Irene.
“Ini lagi satu wanita dekil, jelek, tidak tahu diri ikut-ikutan! Najis aku disentuh olehmu!”
“Kamu tidak apa-apa, Bian? Kita pergi ke ruang kesehatan sekarang.” Irene hanya fokus pada
Bian tak memperdulikan Fathir yang bertambah emosi karena kelakuannya.
“Kamu bodoh! Kenapa menolong aku segala? Pergi dari sini dan jangan libatkan dirimu!” Bian
menolak pertolongan Irene. Wajahnya tampak kesal.
“Wanita sialan!” Fathir menarik paksa tangan Irene agar ia berdiri.
Plak!
Tangan Fathir mendaratkan pukulan keras ke wajah Irene. Rasanya sakit. Jiwa bar-bar di dalam tubuh Irene seakan memaksa ingin keluar dan menghabisi orang yang berani menamparnya.
Fathir kembali mengangkat tangannya hendak menampar Irene untuk kedua kali. Akan tetapi,
tangannya ditahan oleh seseorang. Irene tercengang karena orang yang menghentikan kekasaran Fathir adalah Ares. Ia kira Ares hanya bisa membencinya.
Setiap hari tak pernah absen elaki itu menghina fisik dan penampilannya. Hari ini, ia tampil di kampus membela dirinya. Padahal, Ares paling anti untuk terlihat bersama Irene. Ia tak ingin ada seorangpun yang tahu jika mereka tinggal satu rumah, apalagi akan dijodohkan.
“Ares, jangan ikut campur!” Fathir tak menyukai kehadiran Ares. Selama ini, apapun yang dilakukannya terhadap anak-anak kampus yang menjadi sasarannya, Ares tak pernah peduli. Ia agak terkejut hanya karena kejadian kecil seperti itu Ares sampai ikut campur.
“Kalau mau membuat keributan, lakukan di luar kampus. Kelakuanmu membuat selera makanku dan teman-teman terganggu.” Ares berkata dengan tatapan tajamnya. Fathir melirik ke arah meja Ares yang dipenuhi oleh teman-teman Ares. Mereka sudah menatap ke arahnya, seakan memberi isyarat jika Fathir masih memperpanjang urusannya, maka mereka tidk akan tinggal diam. Fathir akan kalah jumlah jika nekad melawan Ares.
Fathir menepis cekalan tangan Ares. Ia memilih pergi dari kantin bersama ketiga temannya.
Sejenak tatapan mata Irene dan Ares bertemu. Ares menatapnya dengan dingin. Irene bisa menebak kalau lelaki itu marah padanya karena sudah memicu keributan. Apapun alasan yang akan Irene berikan, Ares akan tetap menyalahkannya. Ares berjalan menjekat ke arah Iren sembari mengamati sekeliling yang masih memperhatikan mereka.
“Jangan mengulangi ini lagi! Aku hanya menghindari kemarahan kakek jika sampai kamu terluka.” Ares berkata lirih kepada Irene sebelum ia pergi meninggalkannya.
“Bian, kamu tidak apa-apa?” seorang wanita berlari menghampiri Bian.
“Aku tidak apa-apa,” ucap Bian. Ia memungut kacamatanya yang sudah pecah berkeping-keping.
“Pasti gara-gara Fathir lagi, ya? Aku langsung ke sini setelah mendengar percakapan teman-teman katanya ada keributan di kantin. kamu laporkan saja kelakuan Fathir ke pihak
kampus. Aku kesal sekali dia masih bertahan kuliah di sini.”
“Sudahlah, aku juga tidak apa-apa. Paling besok lukaku sudah sembuh.”
Bian bangkit dari lantai disusul oleh wanita itu. Ia menatap Irene yang masih berdiri di hadapannya. “Kamu tidak apa-apa?”
Irene mengangguk.
“Dia tetanggaku, namanya Nida, dari jurusan Sastra Jepang.” Bian mengenalkan temannya kepada Irene. Ternyata wanita itu tetangga Bian.
“Hai, aku Irene, teman satu jurusan Bian.” Irene mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Nida.
“Aku Nida, tetangga Bian sejak SMP.”
*****
hamish tgh sekarat pun sempat lagi bercium... nyampahhhh