Lintang Anastasya, gadis yang bekerja sebagai karyawan itu terpaksa menikah dengan Yudha Anggara atas desakan anak Yudha yang bernama Lion Anggara.
Yudha yang berstatus duda sangat mencintai Lintang yang mengurus anaknya dengan baik dan mau menjadi istrinya. Meskipun gadis itu terus mengutarakan kebenciannya pada sang suami, tak menyurutkan cinta Yudha yang sangat besar.
Kenapa Lintang sangat membenci Yudha?
Ada apa di masa lalu mereka?
Apakah Yudha mampu meluluhkan hati Lintang yang sekeras batu dengan cinta tulus yang ia miliki?
Simak selengkapnya hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Bertemu lagi
Lintang terpaku. Sekujur tubuhnya dihinggapi rasa dendam yang membara. Darahnya mendidih jika teringat keadaan ibunya saat ini. Ingin marah dan mencakar wajah pria itu. Namun, tangannya seakan tercekat dan tak bisa melakukan apapun.
Keringat dingin bercucuran mengiringi rasa benci yang kian memuncak. Orang yang ada di ambang pintu mengingatkan kembali pada masa lalu yang ingin ia kubur dalam-dalam.
Bentakan-bentakan keras itu terngiang-ngiang di telinganya. Wajah ketakutan ibunya seolah-olah alasan Lintang untuk terus memendam dendam. Tidak ada kata maaf pada sosok yang sudah menghancurkan kehangatan keluarganya. Merendahkan martabat kedua orang tuanya.
Yudha menatap Lintang dengan tatapan kagum. Namun sebaliknya, Lintang menampakkan kebencian. Matanya menatap Yudha dengan tatapan tajam.
"Papa…." Suara Lion membuyarkan keheningan. Bocah itu berlari berhamburan memeluk Yudha.
Jadi, Yudha Anggara adalah papanya Lion.
Lintang tersadar dari lamunannya. Berjongkok, memungut pecahan beling yang berserakan.
"Jangan diambil, biar OB yang membersihkannya," ucap Yudha mencegah, namun tak dihiraukan Lintang yang tetap saja mengumpulkan serpihan kaca tersebut.
Yudha keluar dari ruangan Lintang lalu kembali bersama seorang pria yang membawa sapu.
"Permisi, Mbak. Biar saya yang membersihkan," ucap pria itu ramah.
"Tidak usah, saya bisa sendiri," jawab Lintang ketus. Matanya mulai berkaca. Otaknya dipenuhi dengan rasa dendam dan benci, ia tak ingin melihat wajah orang yang dipanggil Lion dengan sebutan papa.
Dia kenapa?
Yudha mulai bertanya-tanya dalam hati dengan sikap angkuh Lintang.
"Papa, itu tante cantik." Lion yang berada di gendongan Yudha menunjuk Lintang yang masih sibuk dengan aktivitasnya.
Yudha menanggapinya dengan senyuman tipis. Berbeda dari karyawan lain yang selalu menunjukkan rasa hormatnya, wanita yang ada di depannya itu nampak sombong.
Aaawww
Suara ringisan itu membuat Yudha terkejut dan menatap Lintang yang mengibas-ngibaskan tangannya. Darah segar menetes dari ujung telunjuk membuat Yudha khawatir.
"Kamu ambilkan obat!" titah Yudha pada OB.
Lion menghampiri Lintang. Jari mungilnya menyentuh tangan Lintang.
"Tante cantik nggak papa?"
Lintang menggeleng tanpa suara, ia bingung harus melakukan apa. Disatu sisi, ia sangat membenci sosok yang ada di belakang Lion. Di sisi lain, tak mungkin ia melampiaskan kekesalannya pada bocah yang tak berdosa itu.
Yudha meraih kotak obat dari tangan OB. Duduk di depan Lintang. Menatap wajah gadis itu yang terus menunduk.
"Obati luka kamu, jangan sampai infeksi!" ucap Yudha menyodorkan kapas di depan Lintang.
Tak ada pergerakan, Lintang menahan amarah yang sudah menyelimutinya.
"Tante cantik, kenapa diam?" tanya Lion dengan polos, merengkuh tubuh Lintang.
"Maaf, tadi tante nggak dengar," jawab Lintang asal. Meraih kapas yang ada di tangan Yudha lalu membersihkan lukanya, setelah itu membalutnya dengan plester pemberian Yudha.
"Papa sudah janji mau ajak tante cantik pulang, kalau bohong, aku mau bertemu mama." Seketika Lion menagih janji pada Yudha.
Bagaimana ini, apa yang harus alu katakan pada Lintang. Apa dia mau menuruti permintaan Lion.
Lintang berdiri lalu duduk di kursi kerja. Matanya mulai fokus pada tumpukan map yang ada di atas meja. Mulai membuka laptop dan pura-pura tuli.
Yudha ikut beranjak sambil menggendong Lion. Sikap cuek Lintang pembuatnya sedikit tak nyaman.
"Sayang, untuk saat ini belum bisa, papa masih sibuk, lain kali saja," bujuk Yudha melirik ke arah Lintang yang mengabaikannya. Bahkan dari tadi sampai saat ini tak ada sapaan hormat sedikitpun untuknya dari Lintang yang sebagai bawahan.
Apa dia tidak tahu, kalau aku bos di sini.
Terdengar suara tangisan dari bibir mungil Lion. Lintang tersentuh dan berdiri menghampiri Lion yang ada di gendongan Yudha. Mengesampingkan rasa benci yang sudah membludak.
"Sayang, tante nggak bisa ikut kamu, malam ini tante harus menemani ibunya tante yang lagi sakit," ucap Lintang dengan lembut.
"Lion sudah dengar, kan? Ibunya tante sedang sakit, jadi tidak bisa ikut Lion pulang," imbuh Yudha meyakinkan.
Akhirnya Lion mengangguk membuat Yudha lega.
"Tapi tante cantik harus janji padaku, kalau ibunya tante sudah sembuh, tante ikut aku pulang."
Lion mengulurkan jari kelingkingnya seperti yang sering ia lakukan pada Yudha.
Lintang nampak bingung dengan ucapan itu. Permintaan Lion bagaikan jeratan yang tak bisa dihindari.
"Tante janji."
Terpaksa Lintang menyetujui permintaan Lion yang terus mendesak.
Lintang kembali pada pekerjaannya. Masih sama, tidak ada basa-basi untuk memperbaiki sikapnya yang tak acuh pada Yudha.
"Siapa nama kamu?" tanya Yudha pura-pura, padahal ia sudah tahu nama Lintang dari Andreas.
"Lintang," jawab Lintang singkat tanpa menoleh. Tangannya terus sibuk mengetik keyboard.
"Baiklah, permisi."
Suara dentuman sepatu dan lantai terdengar semakin menjauh. Lintang mengepalkan kedua tangannya. Menatap punggung Yudha yang hampir menghilang di balik pintu.
Laki-laki biadab, sampai kapanpun aku tidak akan melupakan apa yang pernah kamu perbuat pada ibuku.
Cairan bening menetes membasahi punggung tangan Lintang. Ia tak menyangka takdir mempertemukannya pada masa lalu.
"Pagi menjelang siang." Suara nyaring menembus gendang telinga.
Lintang langsung mengusap sisa air matanya. Tersenyum lebar menyambut kedatangan sang sahabat. Namun, Gita bukan orang bodoh yang bisa dikelabuhi begitu saja.
"Ada apa, Git?" tanya Lintang dengan bibir yang masih bergetar.
Gita menangkup kedua pipi Lintang lalu menatap kedua mata gadis itu dengan lekat.
"Kamu habis nangis? Ada apa? Apa ibu kamu kumat lagi?" tanya Gita bertubi-tubi.
Meskipun banyak masalah, ini pertama kali Gita melihat Lintang menangis.
Jika aku cerita tentang Yudha, apa Gita akan percaya padaku. Dia orang kaya, sedangkan aku hanya gadis miskin yang tidak punya apa-apa. Ia bisa membeli apapun, sedangkan aku hanya bisa bermodalkan percaya diri dan keyakinan.
"Hei, kok malah bengong sih, kalau ada masalah cerita saja, aku siap membantu."
Gita menepuk lengan Lintang.
"Git, apa kamu tahu siapa Yudha Anggara?" tanya Lintang.
Gita menganga. Dari sekian banyak laki-laki yang ada di kantor itu, nama Yudha Anggara lah yang menjadi sosok idola, bagaimana ia tidak tahu. Meskipun hanya sekedar nama.
"Kata yang lain, dia CEO di perusahaan ini. Aku kan juga baru, jadi belum pernah lihat dia, lagipula kenapa kamu menanyakan tentang dia? Apa kamu naksir?" goda Gita menaik turunkan alisnya sembari menarik kursi dan duduk di samping Lintang.
Jadi dia pemilik perusahaan ini.
"Tidak, aku cuma bertanya. Orang miskin tidak pantas bersanding dengan orang kaya, karena pada dasarnya, dia hanya akan memanfaatkan uangnya saja."
Ucapan itu bukan dari hati Lintang, namun dari seseorang yang sudah lancang memaki ibunya.
"Iya juga sih, orang seperti kita bisa mendapatkan orang kaya, tapi hanya lewat mimpi."
Ucapan Gita mampu membuat Lintang tertawa. Sekejap mendinginkan hatinya yang terasa panas karena kehadiran Yudha Anggara.
🤡 lawak kali kau thor