Arden membenci wanita gendut yang merupakan teman masa kecilnya. Permusuhan itu semakin menjadi ketika Kayla bertunangan dengan pria bernama Steve. Selain kebencian, ada yang aneh dari sikap Arden ketika bertatapan dengan Kayla. Hasrat untuk memiliki wanita itu timbul dalam benaknya.
Sekuel dari Istri Rasa Simpanan.
Follow IG : renitaria7796
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan Ke Amerika
Kayla menahan tubuh Steve untuk tidak menyerang Arden. Pintu lift terbuka, Kay lekas menarik keluar Steve. Keduanya berjalan cepat, tetapi Arden tetap menyusul ke depan.
"Oh, ya, Steve. Apa kamu tidak tertarik dengan wanita yang lebih cantik dari Kayla?" tanya Arden.
Steve berhenti melangkah. Tadinya ingin menuruti keinginan Kayla untuk tidak meladeni Arden, tetapi pria itu malah terus memancing pertengkaran.
"Sebenarnya apa urusanmu?" tanya Steve.
"Aku hanya bertanya," jawab Arden.
"Sayang, biar aku bicara padanya," ucap Kayla.
Kayla maju selangkah menghadap Arden. "Kamu ingin menjilat ludahmu sendiri?"
"Apa maksudmu?" tanya Arden.
"Kita tidak punya hubungan apa pun! Antara aku dan kamu hanya orang asing! Kamu ingat itu, Arden! Apa kamu ini seorang wanita, hah? Mulutmu itu tidak bisa dijaga? Aku muak padamu!" ucap Kayla dengan nada kemarahan.
Arden tertegun, lalu ia tersenyum tipis. "Sudah selesai."
"Belum! Kuperingatkan kepadamu, Arden! Jangan pernah untuk mencampuri urusanku! Enyahlah dari kehidupanku! Seumur hidup, aku menyesal telah menjadi temanmu!" kata Kayla marah. Kayla mengacungkan satu jari telunjuknya. "Jika kamu berani lagi menghinaku, aku tidak akan segan melaporkanmu ke pihak berwajib."
"Beraninya kamu mengancamku! Kamu tidak tau siapa aku, Kayla!" ucap Arden.
"Aku tau siapa dirimu! Siapa pun tidak ada yang mendukungmu, Arden. Sikapmu kepadaku sudah keterlaluan dan keluargamu tau itu! Kamu yang akan disalahkan atas apa yang aku derita. Karena kamu!" Kayla terengah-engah saking emosi, matanya menatap tajam Arden. "Kamu sumber penderitaanku!"
"Apa! Sumber penderitaanmu?" Arden terkekeh. "Lihat saja, Kay. Kedepannya kamu sendiri yang akan menarik kata-kata itu."
Arden melangkah melewati keduanya, berjalan lebih dulu keluar dari gedung apartemen. Sementara Kayla merasa lega karena telah mengeluarkan segala kekesalan hatinya selama ini terhadap Arden.
"Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Steve.
Kayla mengangguk. "Sedikit lega. Kuharap dia tidak lagi mengangguku."
"Tapi Arden anaknya tuan Kevin, dan kamu bekerja di perusahaan mereka."
"Om Kevin adalah pemilik perusahaan itu. Arden tidak akan berani bertingkah, dan semuanya tau jika dia suka mengejekku," kata Kayla.
"Sudahlah. Semoga Arden tidak menganggumu lagi."
Kayla mengangguk. "Aku harap begitu, Sayang."
Steve memegang tangan Kayla, lalu bersama-sama menuju parkiran di mana mobil mereka berada. Kayla ikut menumpang di kendaraan kekasihnya karena hari ini Steve yang akan mengantar jemput dirinya.
...****************...
"Sialan!" Arden menendang kursi kerjanya sendiri. "Beraninya dia!"
Arden mengingat setiap kosakata yang Kayla lontarkan tadi. Emosi, tatapan mata wanita itu, Arden mengingatnya, dan sampai kapan pun tidak akan melupakannya.
"Kamu menghinaku, Kayla!" teriak Arden marah. "Bukan hanya itu, kamu juga meremehkanku. Aku memang tidak punya kuasa sekarang, tetapi aku tidak akan tinggal diam."
Pintu ruangan diketuk, Arden menenangkan dirinya, dan mempersilakan orang di luar masuk.
"Tuan, karyawan baru telah masuk. Tuan Kevin bilang dia akan menjadi bawahan Anda," ucap Tono, salah satu bawahan Arden di bagian pemasaran.
"Apa Kayla ditugaskan menjadi bawahanku?" tanya Arden.
"Iya, Tuan."
"Pindahkan dia. Aku tidak menerimanya. Terserah papa mau dia di tempatkan di mana," kata Arden.
"Arden!" tegur Kevin yang tiba-tiba saja muncul.
"Saya permisi, Tuan," ucap Tono, lalu keluar dari ruangan.
"Arden enggak mau Kayla jadi bawahan. Kebetulan Papa di sini, Arden ingin bicara."
"Ada apa?" Kevin duduk di sofa, disusul oleh Arden yang berpindah tempat.
"Arden mau kembali ke Amerika, dan ingin mengundurkan diri dari perusahaan ini."
Kevin mengerutkan kening. "Memangnya ini perusahaan untuk siapa? Ini semua untukmu."
"Pokoknya Arden mau keluar!"
"Berhenti bersikap seperti anak-anak. Kamu itu sudah dewasa," ucap Kevin.
"Pa, Arden mau pulang ke Amerika."
Kevin menghela napas panjang. "Papa tau kamu mau pulang ke sana, tapi tunggu pekerjaan di sini selesai."
"Arden akan secepatnya membereskan pekerjaan di sini, dan satu lagi, Arden tidak mau bekerja sama dengan Kayla. Titik!" Lebih baik pergi sebelum pernikahan wanita itu diselenggarakan.
"Iya, Kayla akan Papa bimbing langsung," kata Kevin.
Untuk sementara, Kayla akan menjadi sekretaris Kevin. Memang bagian itulah yang menjadi minat dari wanita itu sendiri. Kayla bisa mengatur jadwal, menangani setiap pekerjaan, tetapi ia tidak bisa mengatur jadwal diet dan menahan napsu makan. Ya, bagaimanapun Kayla adalah wanita biasa yang punya kelebihan dan kekurangan.
Hari pertama kerja, Kayla sama sekali tidak merasa kesulitan. Kevin mengajarkan segalanya termasuk senior di perusahaan. Semua baik kepadanya. Kayla merasa kalau ini berkaitan juga dengan Kevin. Jadi, mereka tidak berani berbuat hal aneh.
Meski begitu, Kayla tidak boleh menganggap remeh. Dalam dunia kerja, sikap Kevin berubah. Pria paruh baya itu tahu membedakan antara urusan pekerjaan dan pribadi.
"Untuk saat ini pekerjaanmu lumayan bagus," ucap Kevin.
"Terima kasih, Tuan," balas Kayla.
"Tugasmu berikutnya adalah menyusun laporan keuangan dinas dari dua tahun lalu sampai sekarang. Ingat! Saya tidak mau ada kesalahan ketik atau angka yang salah," kata Kevin.
Kayla membungkukkan sedikit tubuhnya. "Baik, Tuan."
"Sekarang kamu boleh keluar. Ingat untuk menyelesaikan laporannya. Saya tunggu besok pagi."
Kayla mengiakan perintah Kevin. Tampaknya hari ini adalah waktunya lembur. Kevin meminta laporan keuangan itu segera diselesaikan, dan ini kesempatan Kayla untuk menunjukkan kemampuan kalau ia memang bisa bekerja.
Pukul lima sore, Kayla tidak pulang. Masih ada beberapa lembar kertas lagi yang harus ia muat ulang untuk dilaporkan besok. Kayla telah mengirim pesan kepada Steve untuk tidak menjemputnya. Kalau bukan karena sang kekasih, Kayla tidak akan mau bekerja di perusahaan Arden.
Steve sosok pria mandiri dengan latar belakang biasa. Setelah menikah, mereka akan pindah ke luar negeri, dan kehidupan di sana mahal. Semua individu dituntut mandiri dari segi apa pun. Sebab itulah Kay bersikeras bekerja di perusahaan bagus milik Kevin.
Bukan hanya Kayla yang lembur, tetapi Arden juga. Pria itu harus menyelesaikan semua pekerjaan agar secepatnya pulang ke Amerika.
Pukul sembilan malam, baik Arden dan Kayla selesai dengan tugas mereka. Keduanya bersiap-siap untuk pulang.
"Malam ini aku tidak bisa bersenang-senang. Lebih baik pulang ke apartemen, lalu tidur. Aku akan bilang mama kalau tidak bisa kembali ke rumah malam ini," ucap Arden.
Di sisi ruangan lain, Kayla juga sama. Ia akan pulang ke apartemen karena Steve telah menunggunya di sana. Keduanya berada di lantai yang sama, tetapi beda ruangan. Ketika menuju lift, Arden dan Kayla bertemu.
Tombol lift ditekan, Arden masuk begitu saja disusul oleh Kayla. Karena keduanya satu tujuan, maka Arden menekan lantai paling bawah.
*Kesialan apa ini? Bisa-bisanya satu lift lag*i. Arsen bersiul agar rasa gugupnya menghilang.
Kayla sibuk menatap layar ponsel. Dia sungguh tidak menegurku.
Bersambung