Menikah dengan wanita yang jelek membuat Gilang enggan untuk menyentuh istrinya, sikap Gilang yang keterlaluan membuat Nindi istrinya merubah penampilannya dan bekerja sebagai sekertaris Gilang sendiri.
Apakah Gilang nanti akan tau penyamaran sang istri? ikuti terus ceritanya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon el Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalut
"Ada apa?" tanya Gilang kesal.
Salah satu dari karyawannya angkat bicara
"Maaf pak, Pak Gilang lupa tidak memakai sepatu," jawabnya.
Sontak Gilang melebarkan matanya, lalu dia melihat bawah dan betapa kagetnya dia kalau yang dia pakai adalah sandal bulu dengan karakter Doraemon.
"Oh ini, memang saya sengaja ingin memakainya jadi kalian jangan ada yang menertawakan saya, paham!" kata Gilang berkilah, padahal yang terjadi sebenarnya memang dia lupa tidak memakai sepatu.
Saat di ruangannya Gilang membuang sandalnya di tempat sampah dan memerintahkan Veri untuk membelikan sepatu untuknya.
"Anda kenapa pak?" tanya Rara.
Dari Gilang masuk ruangannya, dia terlihat uring-uringan seperti wanita yang sedang kedatangan tamu atau PMS.
Mendengar pertanyaan Rara membuat Gilang membolakan matanya, hampir saja dia lupa kalau di ruangannya ada mahkluk hidup lain selain dirinya.
"Nggak ada apa-apa kok Ra, cuma lagi kesal saja," jawab Gilang lalu mendekati Rara.
Dia memeluk Rara yang sedang duduk di kursinya, mendapat pelukan dari Gilang membuat Rara bingung dan gugup.
"Pak Gilang jangan gini, gak enak kalau tiba-tiba ada yang masuk," kata Nindi dengan gugup.
"Nggak papa, saya nggak perduli yang terpenting hasrat rindu saya terobati," sahut Gilang.
Nindi semakin gugup, makin kesini sikap Gilang padanya semakin berani tidak ada sungkan sama sekali hal ini dikarenakan Gilang menganggap Rara adalah kekasihnya, karena saat malam itu Rara mengungkapkan isi hati dan keinginannya pada Gilang.
Gilang memutar kursi panas Nindi, dia mengangkat wajah Nindi yang menunduk malu.
Seketika wajah Nindi memucat, dia sungguh gugup dan gemetar.
"Hey, jangan gugup. Relax," kata Gilang.
Nindi mengambil nafas lalu membuangnya, kini jarak wajahnya dan wajah Gilang semakin dekat hingga ciuman tidak dapat terelakkan, Nindi mencoba meronta namun tenaga Gilang terlalu kuat sehingga dia tetap kalah, akhirnya mau nggak mau dia menikmati setiap sentuhan bibir Gilang yang menyusuri bibirnya.
Bahkan Gilang juga mengecup leher Nindi hingga warna merah muncul, "Sudah pak," kata Nindi
Gilang pun menyudahi aksi panasnya, Nindi nampak mengusap bibirnya dari sisa Saliva mereka berdua.
"Kita lanjut nanti lagi," ucap Gilang lalu kembali ke kursi kebesarannya.
Setelah mendapat ciuman dari Gilang, Rara/Nindi malah nggak fokus mengerjakan pekerjaannya, dia masih teringat hangatnya bibir Gilang yang menjamah bibirnya beberapa waktu yang lalu.
Arrrrggggg
Rara sangat frustasi, dia pun minta ijin Gilang untuk ke toilet guna menyiram mukanya dengan air guna menjernihkan pikirannya.
"Pakai toilet pribadi saya saja Ra," sahut Gilang.
Rara segera pergi ke toilet pribadi Gilang, dia melihat wajahnya di kaca.
"Kenapa jadi begini skenarionya?" gumamnya
Rara bermonolog dengan dirinya sendiri, "Kenapa cinta ini malah semakin membuatku lemah, kenapa aku malah ikut alur cinta mas Gilang? apa yang harus aku lakukan?".
Asik bermonolog dengan dirinya sendiri membuat Nindi lama di kamar mandi, sehingga Gilang nampak khawatir pada Nindi.
Dia beranjak dari kursi kebesarannya, dan menuju toiletnya.
"Ra, kamu baik-baik saja kan? kamu nggak lagi masuk dalam closet kan?" tanya Gilang sambil mengetuk pintu.
Terdengar sautan Rara dari dalam sehingga membuat Gilang lega dan kembali ke kursi kebesarannya.
Nindi segera keluar dari toilet pribadi Gilang dan kembali ke kursi panasnya lagi.
Veri datang membawa sepatu Gilang lalu keluar karena masih ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan.
Kini Nindi fokus dengan pekerjaannya begitu pula dengan Gilang hingga tak terasa jam makan siang telah datang.
Gilang menutup laptopnya dan berjalan ke arah meja sekretarisnya yang tak lain kekasih plus istrinya tersebut.
"Ayo makan dulu," ajak Gilang
"Bentar lagi pak," sahut Rara/Nindi.
"Udah ayo, nanti kamu sakit lo kalau telat makan," timpal Gilang.
"Lima menit pak," ucap Rara mencoba bernegosiasi dengan Gilang.
"Sekarang atau aku akan memakan kamu!" ancam Gilang.
Seketika Rara menutup laptopnya dan berdiri, "Ayo pak," sahut Nindi.
Gilang tersenyum puas, terkadang wanita memang butuh diancam untuk mau mengikuti keinginan kita.
Gilang rencananya ingin mengajak Nindi makan di sebuah restoran mewah miliknya namun karena Nindi menolak mereka kini hanya makan di pinggiran jalan.
"Kamu sering Ra makan di pinggir jalan seperti ini?" tanya Gilang.
"Sering lah pak, kan memang saya dari kaum bawah, mana mungkin punya uang untuk pergi ke restoran mewah," jawab Rara
"Nggak takut sakit Ra?" tanya Gilang lagi
"Nggak lah pak, semua tergantung orangnya," jawab Rara.
Mereka berdua kini menikmati bakso yang mereka pesan meskipun berada di pinggir jalan namun rasanya nggak kalah enak dengan restoran mewah, saking enaknya Gilang minta nambah lagi,
"Pak satu mangkok lagi ya, nggak pake seledri nggak pake saos kasih sambal yang banyak terus jeruk nipis agak banyak, kecap sedikit aja," kata Gilang
Nindi hanya menggelengkan kepala, semakin kesini Gilang semakin menunjukkan karakternya, dan Nindi sangat nyaman dengan Gilang.
Namun hal ini berlaku saat dirinya menjadi Rara, namun saat dia menjadi Nindi tentu sikap Gilang tidak seperti ini.
Setalah makan Nindi dan Gilang kembali ke kantor, melihat Gilang yang makan dengan lahap membuat Nindi tersenyum sendiri sepanjang perjalanan sehingga membuat Gilang heran.
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri Nin?" tanya Gilang, "Habis dapat arisan ya," imbuhnya
"Hehe, nggak kok pak. Aku hanya heran saja, ternyata pak Gilang rakus juga," jawab Nindi dengan terkekeh.
"Enak banget Ra baksonya," sahut Gilang.
"Nanti malam, kita pergi jalan-jalan yuk," ajak Gilang yang membuat Rara kaget.
"Tapi...." belum sempat melanjutkan kata-katanya Gilang menutup mulut Nindi dengan tangannya.
"Aku nggak mau penolakan, titik," ucap Gilang tegas.
"Aku nggak perduli dengan suamimu dan istriku yang penting kita berdua happy," imbuh Gilang.
Gilang menurunkan tangannya dari mulut Rara sedangkan Rara menatap jendela, dia sungguh bingung kini, malah dia yang terjebak sekarang.
Bahkan untuk menolak saja dia tidak bisa.
Rara memegangi kepalanya, dia sungguh bingung sekarang semua tidak sesuai plan nya dengan Ratna dulu.
Melihat Rara yang terdiam membuat Gilang bertanya
"Ada apa Ra?" tanya Gilang
"Nggak papa kok Mas," jawab Rara berbohong
"Kalau memang kamu nggak mau nggak papa kok Ra, daripada kamu bersedih. Aku tau suami kamu lebih penting dari aku yang statusnya hanya kekasih gelap. Mungkin saat jam kantor kamu harus memprioritaskan diriku namun selepas jam kantor tetap suami kamu yang terpenting," ujar Gilang.
Suasana semakin canggung, baik Rara maupun Gilang kalut dengan perasaan masing-masing.
Hingga suara Rara mengurai kecanggungan diantara mereka
"Bukan begitu pak," kata Rara
"Lalu?" tanya Gilang penasaran.
"Ya bagaimanapun kita sudah menikah," jawab Rara
"Tapi aku tidak mencintai istriku dan kamu juga tidak dianggap suami kamu!" sahut Gilang dengan nada agak tinggi.
"Oleh karena itu, kamu tidak pernah menganggap aku istrimu," sahut Rara balik dengan nada yang tinggi juga.
"Apa maksud kamu Ra, dengan aku tidak mengganggap kamu istriku?" tanya Gilang dengan menatap wanita yang duduk di sampingnya.