Inara harus menelan pil pahit ketika Hamdan, sang suami, dan keluarganya tak mampu menerima kelahiran anak mereka yang istimewa. Dicerai dan diusir bersama bayinya, Inara terpuruk, merasa sebatang kara dan kehilangan arah.
Titik balik datang saat ia bertemu dengan seorang ibu Lansia yang kesepian. Mereka berbagi hidup, memulai lembaran baru dari nol. Berkat ketabahan dan perjuangannya, takdir berbalik. Inara perlahan bangkit, membangun kembali kehidupannya yang sempat hancur demi putra tercintanya.
Di sisi lain, Rayyan Witjaksono, seorang duda kaya yang terluka oleh pengkhianatan istrinya akibat kondisi impoten yang dialaminya. Pasrah dengan nasibnya, sang ibu berinisiatif mencarikan pendamping hidup yang tulus, yang mau menerima segala kekurangannya. Takdir mempertemukan sang ibu dengan Inara,ia gigih berjuang agar Inara bersedia menikah dengan Rayyan.
Akankah Inara, mau menerima Rayyan Witjaksono dan memulai babak baru dalam hidupnya, lengkap dengan segala kerumitan masa lalu mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman yang sempurna
Rayyan menelan ludah, lehernya tercekat... Rasanya lidahnya menjadi kelu untuk menjawab pertanyaan dari ibunya yang seolah telah memojokkan.
"Itu karena, Inara tidak layak bekerja di perusahaan Witjaksono!"
Deg!
Nyonya Martha tak percaya atas jawaban dari putranya.
"kau bilang tidak pantas! Apa maksud perkataanmu ini Rayyan?"
Rayyan mendesah kasar, ia malas sekali jika harus membahas masalah ini.
"Bu, pendidikan yang di miliki oleh Inara itu rendah, meskipun ia memiliki kemampuan luar biasa, tak bisa menjamin dirinya untuk bekerja di perusahaan Witjaksono dan, dia hanya perempuan yang tinggal di kawasan kumuh, apakah Ibu tidak malu memiliki karyawan seperti itu?" Rayyan mencari alasan yang sangat mencengangkan.
"Rayyan... Ibu tidak pernah mengajarkan kamu untuk bersikap merendahkan orang lain seperti itu! Kau... Kau mirip sekali dengan Papahmu, selalu menganggap rendah orang lain, dulu kau tidak pernah bersikap seperti ini, tapi... Tapi kenapa kau menjadi menyebalkan begini?" Nyonya Martha mendengus kesal, ia fokus menatap putranya dan sampai menggelengkan kepala.
Lalu Rayyan beranjak dari tempat duduknya, ia sudah tidak ingin membahas masalah ini dengan ibunya yang pastinya bakalan berbuntut panjang.
" kau mau kemana Rayyan? Ibu belum selesai bicara!" panggilnya tegas.
Lalu Rayyan menoleh sejenak, tatapannya dingin dan menusuk.
" Ada apa lagi Bu, bukankah aku sudah menjelaskan semuanya padamu!"
Kemudian Nyonya Martha mendekat, dengan langkah yang pelan.
" kau yakin dengan semua rencanamu itu bakalan berhasil, Rayyan!"tanyanya, dari nada suaranya seperti sebuah ancaman.
Rayyan mengerutkan keningnya.
"bagaimana jika ibu melaporkan kamu ke ranah hukum atas perampasan hak cipta, atau ibu akan sebarkan kasus mu ini ke media masa? kau telah melakukan cara kotor seperti ini...kau sudah menyalahi aturan perusahaan, Rayyan Witjaksono!"
Deg!
Rayyan membalikan tubuhnya, ia tak menyangka ibu kandungnya sendiri berani mengatakan hal seperti itu padanya.
"apa maksud Ibu berkata seperti itu? Ibu berani mengancam ku?"
Nyonya Martha menyeringai dingin, tatapan matanya menunjukan bahwa apa yang telah ia ucapkan barusan adalah hal yang serius.
"tentu saja ibu berani, karena kamu telah berlaku curang dan tidak adil, ditambah kau telah memanfaatkan kemampuan orang lain demi kepentinganmu!"
"Bu, Inara dan aku sudah menandatangani surat perjanjian, dan semua itu sudah kuat dimata hukum, jadi ibu jangan bertindak yang macam-macam!" kini giliran Rayyan yang mengancam balik ibunya.
namun lagi-lagi Nyonya Martha tak gentar sedikitpun.
"kau bilang hukum, Ha... Ha.. Ha! Ibu bisa memutar balikkan fakta jika apa yang kau lakukan ini adalah atas dasar paksaan ataupun penipuan terhadap wanita polos seperti Inara, kau akan kehilangan citra baikmu di perusahaan!"
Dalam hati Nyonya Martha bergumam.
'Maafkan aku putraku, hanya dengan cara ini kau mau mengabulkan permintaanku, aku sudah kehilangan akal dan juga cara agar kau mau mengikuti kemauanku! '
Mendengar hal itu Rayyan mengepalkan tangan karena kesal, ia tak menyangka ibunya akan berubah menjadi seperti ini hanya demi Inara, wanita yang baru dikenalnya.
Kemudian Rayyan menghela napasnya sejenak, dan ia sudah tahu jika ibunya memiliki maksud terselubung di dalam peristiwa ini, Rayyan tahu betul sifat ibunya.
" baiklah Bu, sebenarnya ibu menginginkan sesuatu kan dariku? Itu sebabnya ibu berani melakukan tindakan gila seperti ini?"
Lalu Nyonya Martha malah bertepuk tangan dan suaranya cukup nyaring.
"Good Boy, itu yang Ibu suka darimu, Rayyan! Baiklah putraku, ibu hanya ingin kau menikah lagi dengan wanita pilihanku!"
'Cih, sudah ku duga pasti ujung-ujungnya soal menikah, kenapa ibu gencar sekali ingin melihat aku menikah lagi? Bukankah sudah jelas jika aku ini adalah pria impoten, aku tidak bisa menjadi pria yang bisa membahagiakan istriku sendiri, yang ada nanti bakalan kejadian seperti yang sudah-sudah!' Rayyan berucap dalam hati dengan tatapannya yang fokus ke arah ibunya.
" Bu, kenapa harus menikah? Aku... Aku belum siap untuk kembali memulai mahligai rumah tangga yang pelik seperti dulu, apakah ibu ingin melihat aku di khianati lagi? Apakah ibu ingin melihat aku merasakan sakit hati untuk yang kedua kalinya?" kini tatapan Rayyan mulai berubah menjadi sendu dan sedikit memelas. Namun semua itu samasekali tidak membuat Nyonya Martha luluh begitu saja, ia tetap pada keputusannya.
"pokoknya ibu minta kamu menikah dan Ibu sudah menyiapkan calon istri yang cocok untukmu... Ibu yakin dia mau menerima kamu apa adanya, Rayyan! Percayalah sama ibu, karena wanita yang ibu pilih, ia juga memiliki nasib yang sama sepertimu, disakiti, direndahkan bahkan sampai di buang oleh suaminya sendiri!"
Kedua bola matanya Rayyan melotot tak percaya atas perkataan dari Ibunya.
" ibu yakin wanita seperti itu mau menerima aku?! Tapi aku ragu, Bu, wanita yang pernah mengalami kegagalan berumah tangga pastinya akan mengalami trauma yang mendalam dan mereka pasti akan jauh lebih berhati-hati lagi dalam hal memilih pasangan hidupnya, sama halnya dengan diriku, Bu! "
" Itu sebabnya kalian berdua itu cocok, sama-sama pernah disakiti oleh pasangan kalian, pokoknya ibu cuma ingin kamu menikah dengan wanita pilihanku, ok! "
Rayyan mendesah kasar, ia mencoba berpikir jernih untuk memberikan jawaban seperti apa terhadap ibunya.
"beri aku waktu dua hari Bu, aku tidak bisa menjawabnya sekarang!"
Akhirnya Nyonya Martha memberikan waktu untuk putranya mengambil keputusan yang tentunya sangat diharapkannya, yakni menikahi Inara.
.
.
Dua hari kemudian
Rayyan duduk di kursi kulitnya, ruangan kantornya yang mewah terasa seperti kandang yang menjebaknya. Di tangannya, sebuah dokumen hak paten terlihat ironis. Ia berhasil mendapatkan desain revolusioner itu, namun caranya membuat harga yang harus dibayar jauh lebih mahal daripada yang ia bayangkan. Ia telah memanfaatkan Inara, wanita yang secara tidak sadar ia kagumi, namun terkikis oleh rasa egonya yang tinggi. dan kini, ia harus menghadapi konsekuensi yang dipaksakan oleh ibunya sendiri, Nyonya Martha.
Nyonya Martha, seorang wanita besi yang memegang kendali penuh atas kekaisaran bisnis keluarga Witjaksono, ia masuk kedalam ruangan putranya tanpa mengetuk, auranya yang dingin langsung memenuhi ruangan. Di mata Rayyan, ibunya bukan lagi sosok pelindung, melainkan seorang negosiator ulung yang tak segan menggunakan kartu asnya yakni pernikahan paksa.
"Kau sudah berpikir, Rayyan?" suara Nyonya Martha datar, tanpa emosi.
Rayyan menarik napas panjang. Ia sudah mencoba menolak, membujuk, bahkan mengancam. Tapi ancaman Ibunya jauh lebih kuat, jika ia menolak, seluruh kasus pengambilalihan desain Inara akan diungkap ke publik dan diserahkan ke jalur hukum, menghancurkan reputasinya dan, yang terpenting, merusak nama baik keluarga yang selama ini dijaganya. Ibunya benar-benar melakukan ini semua demi bisa membuatnya menikahi wanita pilihannya. meskipun dengan cara yang kejam.
Rayyan menghela napas, suaranya terdengar lelah dan pasrah. Aku sudah memikirkannya, Bu. Tidak ada pilihan, kan?"
Nyonya Martha tersenyum tipis, sebuah senyum kemenangan yang kejam.
" Bagus, selalu ada pilihan, Rayyan, dan pilihanmu adalah memilih mana yang paling minim kerugian. Keluarga, atau egomu?"
" Tentu saja keluarga. Aku tidak menyangka Ibu akan bertindak sejauh ini, menggunakan kelemahanku dan menggunakan pernikahan sebagai alat tawar."
Nyonya Martha kini duduk berhadapan, ia menyilangkan kaki dengan elegan.
" Ini bukan alat tawar, tapi ini adalah solusi. Kau perlu kestabilan, Rayyan. Kau perlu seorang istri yang bisa menenangkan ambisimu yang terkadang terlalu liar, contohnya seperti kasus desain milik Inara."
Rayyan mengepalkan tangan di bawah meja.
"Lantas siapa wanita itu, Bu? Wanita yang akan Ibu pilihkan untuk ku? Aku harap aku punya hak untuk tahu."
" Belum saatnya, putraku...kau cukup tahu kalau dia adalah wanita baik dan tangguh, serta wanita yang Solehah, dan Ibu Yakin dia pasti akan menerima kamu apa adanya, pokoknya Kasus ini aman selama kau menikah, dengan wanita pilihanku."
Rayyan menatap ibunya, ada rasa kecewa yang mendalam di matanya.
" baiklah Bu, kali ini aku menyerah. Aku akan menikahi wanita pilihan mu. Lakukan apa pun yang Ibu mau. Tapi, aku harap Ibu tahu, kalau kebahagiaanku tidak akan pernah ada dalam perjanjian ini."
" Kebahagiaan akan datang seiring dengan stabilitas, Rayyan. Jangan khawatir. Persiapan akan dimulai segera. Aku akan mengirimkan berkas profil calon istrimu setelah tanggal pernikahan kalian ditetapkan, dan jangan membuat masalah."
Rayyan memalingkan wajah, ia melihat ke luar jendela.
"Ibu tenang saja, aku tidak akan membuat masalah. Mulai sekarang, aku akan menjadi boneka yang sempurna, Bu. Boneka yang Ibu nikahkan demi memuaskan ambisimu. Dan tentunya menyelamatkan nama baik perusahaan yang sudah aku nodai."
Nyonya Martha bangkit, ia merasa puas karena tujuannya telah tercapai. Rayyan, pewaris tunggalnya, kini berada dalam genggamannya. Ia melangkah keluar ruangan.
Rayyan bersandar di kursinya, tatapannya kosong. Ia sudah kalah. Rasa penyesalan bercampur dengan rasa muak pada dirinya sendiri karena kelemahan itu. Ia terpaksa menikah, dipaksa mencintai, demi sebuah nama dan aset perusahaan. Pikirannya dipenuhi satu pertanyaan pahit, Siapa wanita itu? Dan apa yang harus ia lakukan untuk menjalani sisa hidupnya dalam sangkar emas ini?
Bersambung...