Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Arjun sedikit keheranan melihat tingkah Aini. Sedari tadi, gadis itu terlihat ceria. Mungkin dia lega, karena sudah selesai berurusan dengan Siska.
"Pak, eh maksudnya Arjun, makasih banyak ya atas bantuan kamu. Kalau gak ada kamu, entah bagaimana aku bisa menghadapi orang licik seperti Bu Siska dan Pak Danang itu!"
"Sama-sama, Ai. Sebagai pacar kamu, aku akan melakukan apapun untuk mu!"
"Hm, andai saja Julian dulu seperti kamu. Punya ketulusan dan tidak mempermainkan aku. Oya, masalah uang yang aku pinjam buat pembayaran hutang Pak Danang..."
"Jangan pikirkan itu, Aini. Kamu tak menggantinya juga tidak apa-apa. Anggap itu hadiah dari aku."
"Gak bisa gitu dong. Aku gak enak, seakan hanya sekedar memanfaatkan kamu saja."
"Aini, apalah artinya uang segitu. Dibandingkan dengan kesalahan yang sudah aku perbuat sama kamu."
"Maksudnya?"
"Aku sudah mengambil kesucian kamu. Yaa, aku bukan menganggap kamu menjual diri. Tapi aku takut kalau kamu akan meninggalkan aku!"
Gadis itu terdiam. Ucapan Arjun menyiratkan, betapa dia serius dengan hubungan pacar pura-pura ini.
"Arjun, kamu baik sekali. Semoga kamu bisa mendapatkan wanita yang benar-benar tulus sama kamu," ungkapnya menggenggam tangan Arjun.
Rasanya jiwa muda Arjun meronta hebat. Merasakan tangannya digenggam erat oleh orang yang ia cintai.
"Barang-barang kamu udah sampai duluan. Nanti, tinggal kamu bilang aja sama pelayan, mau ditaruh di mana nantinya."
"Hm, iya. Tapi, tolong jangan beritahu tentang hubungan kita ini. Termasuk, dengan Fena."
"Baiklah, aku paham sekali."
Setelah sampai di sebuah rumah sederhana namun bersih itu, hati Aini begitu lega. Sekarang, tak ada lagi yang perlu dia khawatirkan.
"Istirahatlah, Aini. Semua kamarnya sudah dibersihkan. Kamu bisa bebas mau tidur di kamar yang mana," kata Arjun.
"Ya, aku memang capek sekali hari ini. Bisakah, aku mengambil cuti satu hari?"
"Tentu, sayang. Mau resign juga boleh kok!"
"Hah, barusan kamu ngomong apa?" Aini menatap Arjun keheranan.
"Enggak, maksudnya kapanpun kamu mau cuti, silahkan saja ajukan. Takkan ada yang bisa menghalangi kamu."
"Ya, tidak boleh seenaknya juga dong. Meski kita memang pacaran, tapi itu juga hanya pura-pura saja. Kalau aku kebanyakan cuti, yang ada karyawan di perusahaan bakal protes."
Arjun tak bisa berkata apa-apa lagi. Menghadapi Aini yang keras kepala, pria itu memilih untuk tidak gegabah.
***
Seusai memastikan semuanya beres, Arjun segera pulang ke rumah pribadinya. Pada saat bersamaan, dia mendapatkan telpon dari Pamannya. Yang memberitahu, kalau neneknya sedang sakit.
Sewaktu orang tuanya meninggal dunia, Arjun tinggal dengan sang nenek. Seiring berjalannya waktu, wanita tua itu sering sakit-sakitan. Dan Arjun, meminta bantuan Paman dan juga bibinya untuk merawat neneknya.
Paman Arjun baik, selalu tulus membantu Arjun. Apalagi, dia tidak punya anak. Namun Arum, istrinya berbeda jauh dengannya. Dia mengangkat salah satu keponakannya untuk menjadi anak angkatnya. Dan sekarang tujuannya, tak lain ingin menjodohkan Arjun. Supaya, harta keponakan suaminya itu jatuh ke tangannya.
"Bagaimana keadaan nenek, Paman. Kenapa dia tidak dibawa ke rumah sakit saja?" tanya Arjun cemas.
"Dia menolak keras, Jun. Tadi Paman udah hubungi dokter keluarga. Katanya nenek kurang istirahat saja."
"Lagian, kenapa sih Nenek gak istirahat. Apa gerangan yang ia pikirkan."
"Ya apalagi, selain memikirkan tentang pernikahan kamu," timpal Arum tiba-tiba datang.
Bila Arum sudah mengungkit tentang pernikahannya, Arjun mulai jengah. Karena wanita itu selalu memaksa agar mau dijodohkan dengan putri angkatnya itu.
"Hem, aku sudah memiliki kekasih. Jangan khawatir, besok dia akan aku ajak kemari," ucap Arjun antusias.
"Benarkah itu?" tiba-tiba nenek Arjun bangkit. Wajahnya nampak ceria dengan senyum lebar.
"Loh, katanya sakit. Tapi kayaknya udah segar bugar," kata Rama, Paman Arjun.
"Ya harus segar bugar dong. Mau menyambut cucu menantu," ujarnya senang.
"Memangnya siapa pacar kamu. Apa itu cuma pacar bayaran kamu saja," kata Arum terlihat curiga.
"Oh, tentu saja bukan. Dia adalah cinta pertama ku. Nenek masih ingat kan, dengan gadis yang aku ceritakan sewaktu aku akan kuliah ke luar negeri."
"Ah iya, tentu saja nenek ingat. Bahkan, kamu masih menyimpan hadiahnya hingga sekarang ini kan?"
"Hm, benar. Astaga, nenek. Kamu benar-benar jenius. Terima kasih karena sudah mengingatkan aku."
Entah apa yang dimaksud oleh Arjun. Tapi, dia segera pulang setelah mencium pipi Zeta, neneknya yang masih nampak bahagia itu.
"Rama, akhirnya Arjun bisa membuka dirinya. Setelah sekian lama, aku tak melihat ia tersenyum. Sekarang, dia sudah menentukan, siapa gadis yang akan dia nikahi," tutur Zeta makin tersenyum.
"Iya, Mah. Almarhum Kak Dian pasti senang dengan perubahan anaknya."
Di saat yang lainnya bahagia, Arum nampak tidak tenang. Dia resah, karena ini artinya dia gagal mendapatkan harta Arjun.
'Sialan, siapa gerangan wanita itu. Aku tak bisa tinggal diam begitu saja. Bagaimanapun caranya, Arjun harus menikah dengan Briana,' batinnya tidak terima.
Lalu dia pun masuk ke kamar. Menghubungi putrinya yang saat ini sedang berada di sebuah hotel bersama seorang pria.
Wanita licik itu baru saja habis bersenang-senang. Dan sedang mengobrol sambil berpelukan mesra .
"Om, gimana permainan ku tadi. Om puas gak?"
"Puas dong, Ana. Kamu memang yang terbaik."
"Jangan lupa, kirim uang yang banyak ya. Aku pengen beli tas baru."
"Tentu saja, sayang."
Di saat itu, ponselnya berdering. Briana nampak risih mendengarnya. Namun, ketika dia melihat nama yang menghubunginya, dia pun buru-buru untuk mengangkatnya.
"Bentar ya, Om. Ada penggalian darurat nih!"
"Iya, Sayang."
Briana turun dari ranjang, sembari menyambar pakaiannya. Lalu dia menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
'Halo, Mah.'
"Halo, kamu lagi di mana sekarang?'
'Lagi sama teman, Mah. Memangnya ada apa?'
'Jangan bilang, kalau kamu lagi kencan sama Om-om kesayangan mu itu. Ana, cobalah berpikir realistis. Sampai kapan kamu akan begini terus?'
'Loh, memangnya kenapa. Aku aja gak pernah protes kok, waktu Mama kencan sama Om Wisnu. Dia itu teman Papa loh. Tapi Mama malah selingkuh, gara-gara gak dikasih Papa uang.'
'Kamu udah berani membantah Mama hah?'
'Mama aja kepo sama urusanku.'
'Ingat ya Briana. Kalau kamu tidak jadi anak angkat Mama, mungkin saat ini kamu sudah jadi gembel. Atau mungkin sudah tiada, karena terus disiksa sama Ayah tiri kamu. Bahkan ibu kandung mu tak percaya sama sekali denganmu. Dan tidak peduli padamu.'
Hati Briana mendadak luka dan sakit. Bukan karena dia tersinggung, tapi betapa itu adalah masa yang paling sulit dalam hidupnya.
'Oke, katakan. Apa mau Mama?'
'Besok, Arjun mau datang untuk memperkenalkan pacarnya yang baru. Kamu harus ikut menyambutnya juga. Berikan dia servis terbaikmu, Ana. Jangan biarkan pacarnya itu mendapatkan Arjun!'
Sekarang, Briana paham tujuan dari Arum menghubunginya. Dia memang begitu mengagumi Arjun. Tapi sayangnya, pria dingin itu seolah sulit digapai.
'Oke, aku akan mencoba yang terbaik. Mama atur saja semuanya. Setelah itu, sisanya serahkan saja padaku!' pungkasnya mengakhiri pembicaraan.
Bersambung...