NovelToon NovelToon
Bayangan Terakhir

Bayangan Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Identitas Tersembunyi / Dunia Lain / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Roh Supernatural
Popularitas:875
Nilai: 5
Nama Author: Azka Maftuhah

Genre : Misteri, Thriller, Psikologis, Supranatural
Sinopsis :
Setelah suaminya meninggal didalam kecelakaan yang tragis. Elysia berusaha menjalani kehidupan nya kembali. Namun, semuanya berubah ketika ia mulai melihat bayangannya bertingkah aneh dan bergerak sendiri, berbisik saat ia sendiri, bahkan menulis pesan di cermin kamar mandinya.
Awalnya Elysia hanya mengira bahwa itu halusinasi nya saja akibat trauma yang mendalam. Tapi ketika bayangan itu mulai mengungkapkan rahasia yang hanya diketahui oleh suaminya, dia mulai mempertanyakan semuanya. Apakah dia kehilangan akal sehatnya ataukah ada sesuatu yang jauh lebih gelap yang sedang berusaha kuat untuk berkomunikasi dengannya.
Saat Elysia menggali hal tersebut lebih dalam dia menunjukkan catatan rahasia yang ditinghalkan oleh mendiang suaminya. Sebuah pesan samar yang mengarah pada sebuah rumah tua dipinggiran kota. Disanalah ia menemukan bahwa suaminya tidak mati dalam kecelakaan biasa. Akan kah Alena mendekati jawabnya???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azka Maftuhah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24 - JEJAK YANG KEMBALI

Rumah tua itu bergeming dalam kesunyian. Angin menembus celah dinding, membawa debu dan serpihan masa lalu yang belum selesai.

Elysia berdiri di depan cermin retak itu. Tangan kirinya perlahan terangkat, hampir menyentuh permukaan kaca yang bergetar samar.

“Resa…” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar.

Satrio berdiri di belakangnya, memperhatikan dengan siaga. Edric menyisir bagian lain ruangan, mencari petunjuk atau tanda kehadiran energi lain. Tapi jelas, pusatnya ada di cermin itu.

Tiba-tiba, retakan di cermin bersinar redup. Bukan cahaya yang hangat, tapi cahaya keperakan, seperti bulan purnama yang terpantul di air yang tenang.

Elysia menatapnya dalam-dalam.

Lalu, ia melihat sesuatu—bukan bayangan Resa, tapi kenangan. Potongan gambar bergerak, seperti film lama yang diputar kembali.

Ia melihat dirinya kecil bersama Resa, duduk di lantai kamar sambil membaca buku bergambar. Suara tawa, rengekan, dan bisikan yang pernah ada kini terdengar lagi.

Namun, kenangan itu mulai berubah.

Adegan beralih ke malam saat ibu mereka marah besar. Resa kecil menangis di pojok ruangan, sementara Elysia diam, menunduk dalam rasa bersalah.

Satrio melangkah maju. “Apa itu…?”

Alana menahan napas. “Itu… malam terakhir sebelum Resa menghilang dari rumah.”

Tiba-tiba, gambar itu membeku.

Resa kecil bersembunyi di bawah tempat tidur. Ia memegang sebuah boneka rusak—salah satu yang elysia buang karena merasa sudah terlalu dewasa untuk bermain.

“Dia tidak ingin pergi,” gumam Elysia. “Dia bersembunyi. Dan aku tidak mencarinya.”

Cermin itu bergetar lagi. Kali ini lebih kuat. Dari dalamnya muncul pancaran cahaya kecil, dan ketika Elysia mendekat, ia melihat sebuah simbol tercetak samar di sudut cermin—lingkaran dengan garis melintang.

Edric mendekat, wajahnya tegang. “Aku pernah melihat simbol itu. Di buku jurnal yang kutemukan dari ruang bawah tanah rumah ini.”

Satrio menatap cermin itu. “Itu bukan sekadar pantulan atau kenangan. Ini portal yang belum tertutup.”

Elysia menelan ludah. “Kalau begitu… aku harus masuk. Sendiri.”

“Tidak.” Edric langsung menolak. “Terlalu berbahaya.”

Namun, Elysia menggeleng. “Ini bukan tentang bahaya. Ini tentang Resa. Dia tidak butuh pelindung… dia hanya butuh untuk didengarkan.”

Dengan satu tarikan napas panjang, Elysia segera menyentuh simbol itu.

Cermin menyala terang. Sebuah pusaran muncul di tengahnya dan menarik Elysia masuk dalam sekejap, meninggalkan Satrio dan Edric yang terkejut.

Di dalam, Elysia kembali ke ruang antara yang dulu—gelap, dingin, dan hening.

Tapi kali ini berbeda. Bayangan di sekitarnya tampak memudar, tidak lagi agresif. Mereka berdiri diam, mengamatinya. Seolah-olah mereka tahu… tujuannya bukan untuk melawan.

Jauh di ujung lorong, Elysia melihat Resa tengah berdiri, punggungnya menghadap.

“Resa!”

Resa perlahan menoleh. Wajahnya tampak kosong, tapi matanya menyimpan harapan yang nyaris padam.

“Apa kau masih marah padaku…?” tanya Elysia pelan.

Resa tidak menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah sebuah pintu bercahaya di belakangnya.

“Kalau kau ingin aku kembali, bukalah dengan benar kali ini…”

Elysia mendekat, tangannya gemetar saat meraih gagang pintu.

Pintu itu terbuka.

Dan di baliknya…

Di balik pintu yang elysia buka, terbentang sebuah ruangan putih yang sunyi. Dindingnya seperti terbuat dari kabut padat, dan lantainya memantulkan cahaya redup dari atas—tidak ada sumber cahaya pasti, tapi semuanya terlihat.

Resa berdiri di tengah ruangan, menghadap cermin kecil yang tergantung di udara tanpa pengait. Rambutnya terurai, matanya kosong.

Elysia melangkah perlahan. “Resa…”

Tapi tak ada jawaban.

Tapi Elysia tahu—ini bukan tentang memanggil, ini tentang mengingat.

Ia mengeluarkan sesuatu dari kantung jaketnya. Sebuah liontin kecil, dengan foto mereka berdua di dalamnya. Liontin itu adalah hadiah ulang tahun Resa yang terakhir—yang tak pernah sempat diberikan.

“Aku menyimpan ini… bertahun-tahun,” ucap Elysia lirih. “Aku terlalu lama menunda meminta maaf. Tapi aku tahu… aku harus datang sekarang.”

Cermin kecil itu mulai bergetar. Resa berkedip—perlahan, seolah sadar dari mimpi panjang. Air mata menetes di pipinya.

“Aku menunggumu,…” bisiknya, suaranya pecah.

Elysia berlari memeluknya. Tubuh Resa dingin, tapi pelukan itu nyata. Untuk pertama kalinya sejak lama, mereka saling memaafkan… tanpa kata.

Dinding kabut mulai retak. Cahaya menyusup dari luar, menyilaukan, lalu perlahan menyelimuti segalanya.

Bayangan yang tadinya diam mulai berjalan, satu per satu mendekati cahaya. Mereka bukan lagi sosok menakutkan—melainkan jiwa-jiwa yang terluka, menunggu pelukan dan pengakuan.

Elysia dan Resa berdiri di tengah-tengah mereka. Resa menoleh. “Mereka juga ingin pulang. Tapi tak semua bisa... hanya yang diberi ruang untuk sembuh.”

“Aku akan bantu semampuku,” jawab Elysia mantap.

Tiba-tiba, pusaran muncul kembali—jalan pulang. Tapi hanya satu.

“Waktumu tinggal sedikit,” ucap Resa. “Kau harus kembali.”

Elysia menggenggam tangannya. “Ikut denganku.”

Resa tersenyum sendu. “Belum sekarang. Tapi… nanti.”

Mereka berpisah untuk kedua kalinya. Tapi kali ini, tanpa luka. Hanya harapan.

Elysia terbangun di rumah sakit yang sama. Satrio dan Edric berdiri di sisinya, wajah lega dan penuh cemas.

“Kau pingsan… selama empat jam,” kata Edric.

Elysia tersenyum lemah. “Resa… dia tidak hilang. Dia cuma terluka.”

Satrio mengangguk. “Dan kau membawa cahaya padanya.”

Dari kantung jaket Elysia, liontin kecil itu tergantung—kini terbuka, menampilkan foto mereka berdua. Tapi ada yang berbeda: cermin kecil di bagian dalamnya tak lagi gelap. Ia bersinar, hangat.

“Jejak itu tidak kembali untuk menghantui,” gumam Elysia, “tapi untuk diingat… agar kita tahu bagaimana cara memulai lagi.”

Hari-hari setelah Elysia kembali berjalan seperti biasa—atau setidaknya tampak seperti itu di permukaan. Ia kembali bekerja di galeri, sesekali menghadiri sesi konseling, dan perlahan memperbaiki hubungan dengan orang-orang terdekat, terutama dengan Edric dan Satrio. Namun, jauh di dalam hatinya, ada ruang kosong yang tak bisa dijelaskan dengan logika.

Resa memang belum sepenuhnya kembali, tapi kehadirannya masih terasa. Seolah berada di antara ruang nyata dan imajinasi. Elysia kerap kali melihat bayangannya di pantulan kaca mobil, dalam riak air, bahkan di bayangan pohon saat matahari mulai tenggelam. Tapi tidak lagi menakutkan—ia seperti pelindung diam, bagian dari dirinya yang kini ia peluk, bukan ia hindari.

Pada suatu malam, Elysia duduk di depan meja kecil, membuka kembali jurnal lamanya. Di sana, ada catatan masa kecil, sketsa-sketsa wajah Resa, serta puisi yang tak pernah diselesaikannya. Ia menulis kembali, tapi kali ini bukan untuk melarikan diri dari rasa sakit—melainkan untuk menyatukannya dalam cahaya.

> “Bayanganmu tidak lagi menjadi beban,

kini kau adalah nyala di dalam senyap,

sebuah nama yang kusebut dalam diam,

bukan sebagai luka… tapi sebagai cahaya.”

Elysia menutup buku itu perlahan. Di jendela kamarnya, bayangan samar Resa tampak berdiri, tersenyum dengan tenang.

Beberapa hari kemudian, Elysia menerima sebuah surat tak bernama. Tidak ada cap pos, hanya sebuah kertas lusuh yang dilipat rapi dan diselipkan di bawah pintu galeri. Tulisan tangan yang ia kenali—tulisan Resa.

> Kak,

Jika kau membaca ini, berarti aku sudah melihatmu keluar dari tempat itu. Aku tak tahu apakah aku akan benar-benar kembali ke dunia yang kau tinggali. Tapi satu hal yang aku tahu, kau telah menyelamatkanku.

Aku tidak lagi takut. Karena aku tahu, kau juga menyimpan bagian dari diriku di dalam hatimu.

Jangan berhenti berjalan, kak.

Dunia ini masih banyak bayangan yang perlu diberi cahaya.

Air mata Elysia jatuh tanpa suara. Surat itu bukan sekadar pesan. Itu adalah penanda : Resa masih ada—di antara celah waktu dan cinta yang tak terputus.

Di akhir minggu itu, Elysia menggelar pameran lukisan bertajuk “Bayangan yang Menyala”. Di setiap sudut ruangan, lukisan-lukisan abstrak menampilkan bayangan yang berubah bentuk menjadi cahaya, menggambarkan proses transformasi dari luka menjadi kekuatan.

Lukisan utama yang paling menyita perhatian adalah potret dua gadis kecil berdiri berpegangan tangan di tengah ladang ilalang, dengan cahaya senja di belakang mereka. Di bawah lukisan itu tertulis:

> "Untuk Resa.

Kau tidak hilang. Kau tetap di sini—dalam setiap warna yang kutemukan kembali.”

Pengunjung datang dan pergi, tak tahu betapa dalam makna dari setiap goresan itu. Tapi Elysia tahu. Dan itu cukup.

Bayangan tak lagi menghantui. Ia telah menjadi bagian dari perjalanan—yang membawa Elysia menemukan kembali dirinya sendiri.

1
Isa Mardika Makanoneng
baru awal udah tegang aja kk
Lalula09
Gokil!
Koichi Zenigata
Seru abiss
Graziela Lima
Ngebayangin jadi karakternya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!