Pernikahan Arya dan Ranti adalah sebuah ikatan yang dingin tanpa cinta. Sejak awal, Arya terpaksa menikahi Ranti karena keadaan, tetapi hatinya tak pernah bisa mencintai Ranti yang keras kepala dan arogan. Dia selalu ingin mengendalikan Arya, menuntut perhatian, dan tak segan-segan bersikap kasar jika keinginannya tak dipenuhi.
Segalanya berubah ketika Arya bertemu Alice, Gadis belasan tahun yang polos penuh kelembutan. Alice membawa kehangatan yang selama ini tidak pernah Arya rasakan dalam pernikahannya dengan Ranti. Tanpa ragu, Arya menikahi Alice sebagai istri kedua.
Ranti marah besar. Harga dirinya hancur karena Arya lebih memilih gadis muda daripada dirinya. Dengan segala cara, Ranti berusaha menghancurkan hubungan Arya dan Alice. Dia terus menebar fitnah, mempermalukan Alice di depan banyak orang, bahkan berusaha membuat Arya membenci Alice. Akankah Arya dan Alice bisa hidup bahagia? Atau justru Ranti berhasil menghancurkan hubungan Arya dan Alice?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna BM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 Kehamilan ke. 2
Alice menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya.
"Aku… aku sedang hamil."
Mata Arya melebar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Apa?"
Alice menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Aku hamil, Mas Arya. Kita akan punya anak lagi.Apa kamu gak marah?"
Sesaat, Arya hanya diam, mencerna kata-kata itu. Kemudian, senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia mengangkat wajah Alice dengan lembut, matanya berbinar. "Serius?"
Alice tertawa kecil, air matanya menggenang karena haru dan takut kalau-kalau Arya marah.karena kondisi ekonomi sedang minim. "Iya, aku sudah memeriksanya."
Arya menghela napas lega sebelum memeluk Alice erat. "Ya Tuhan, Alice… Aku bahagia sekali. Aku ingin anak laki-laki lagi. Biar nanti aku punya cucu dalam, semakin banyak" Suaranya bergetar karena bahagia.
Alice membenamkan wajahnya di dada Arya. Ia tahu kalau Arya dari dulu selalu mengharapkan anak laki-laki. Alice merasakan detak jantung suaminya yang berdetak cepat.
"Aku juga, Mas Arya. Aku juga mau anak laki-laki. Kalau sudah besar, bisa membela aku kalau aku kenapa-napa"
Malam itu, mereka berbagi kebahagiaan, berjanji akan menjaga dan mencintai bayi mereka dengan sepenuh hati. Juga Devan yang sudah bisa di ajak jalan dan bicara.
"Mas, sekarang waktunya tidur. kita tidur dulu yuk,"
Arya menelisik tubuh Alice. Matanya Menelusuri setiak lekuk tubuh sang istri. Namun Alice pura-pura tidak melihat. Ia mengambil selimut. Namun Arya menarik kembali selimut Alice. Alice kaget. "Mas? ada apa?"
"Aku tidak mau selimut menghalangi mataku untuk melihat tubuh mulus mu" Arya tertawa terkekeh.
Alice merasakan malu menutup wajahnya. "Kamu iiih... Apaan sih. Aku mau tidur Mas Arya!"
"Tidak! Tidak boleh. Aku ingin malam ini kita melewati hal yang termanis" Arya mengecup pipi Alice lembut.
Rembulan malam menampakan cahaya dibawah sinarnya.
Di dalam kamar yang diterangi temaram cahaya lampu. Jantung Alice berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia menatap Arya lekat.
Senyum Arya samar. "Aku hanya berpikir... betapa beruntungnya aku memilikimu dan anak-anak yang aku inginkan dari istri yang aku cintai"
Alice merasakan pipinya memanas. Ia tak pernah terbiasa dengan cara Arya menatapnya. Penuh kelembutan. Seolah dirinya adalah sesuatu yang berharga. Saat wajah Arya lebih mendekat, Alice menahan napas. Tubuhnya menegang karena antisipasi.
Arya mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Alice. "Kau tahu? Sejak pertama kali aku melihatmu, aku tahu aku tak akan bisa melepaskanmu. Hatiku langsung tertaut ke hatimu"
Alice tersenyum kecil. "Aku juga begitu Mas Arya."
Tanpa ragu, Arya menunduk dan mengecup bibir Alice. Sentuhan itu lembut, seakan menelusuri setiap emosi yang tersembunyi di antara mereka. Alice memejamkan mata, membalas ciuman itu dengan perlahan. Jemari Arya bergerak menyusuri garis rahangnya, turun ke lehernya, hingga berhenti di bahunya. Meremas sesuatu yang tersembul disana. Merebahkan tubuh Alice untuk berbaring di bawahnya.
Malam terus merayap dalam keheningan yang penuh dengan napas mereka yang semakin memburu. Alice melingkarkan tangannya di leher Arya, menariknya lebih dekat. Bibir mereka bertemu lagi, kali ini lebih dalam, lebih penuh gairah.
"Alice…" Arya berbisik di sela ciumannya, seakan ingin menyatakan betapa dirinya tak ingin malam ini berakhir.
Alice menatapnya, matanya memejam. "Iya Mas Arya."
Di luar, angin malam berhembus lembut. Sementara di dalam kamar, mereka melewati malam dengan napas tersengal, tenggelam dalam lautan cinta yang tak berujung. Namun mereka mampu menggapai hingga puncak yang tinggi
________________
Pagi hari menyapa dengan udara yang masih sejuk. Cahaya matahari perlahan muncul dari ufuk timur
Mengubah langit yang semula kelam menjadi gradasi jingga keemasan. Burung-burung kecil mulai berkicau, saling bersahutan di antara ranting pepohonan.
Sinar matahari sudah tinggi ketika Alice terbangun. Kelopak matanya mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyelinap melalui celah gorden. Seketika, jantungnya berdegup kencang.
"Mas Arya!" serunya sambil menepuk lengan suaminya yang masih tertidur pulas di sampingnya. "Kita kesiangan Mas!"
Arya menggeliat malas, matanya masih berat. "Hmm... apa?" gumamnya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
Alice melompat dari tempat tidur, meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil di samping ranjang. Begitu melihat layar, wajahnya langsung pucat. "Sudah jam sembilan lebih! Kita harus bongkar barang-barang dan beres-beres di kontrakan hari ini!"
Mendengar itu, Arya langsung terduduk. Rambutnya berantakan dan wajahnya masih mengantuk. Tapi alarm di otaknya langsung menyala. "Ya ampun! Bukannya kita janjian sama pemilik kontrakan buat datang jam delapan. Sedangkan sekarang sudah jam sembilan?"
Alice mengangguk cepat. "Benar! Dan kita belum menata barang-barang sama sekali. Sebaiknya kita temui dulu pemilik kontrakannya Mas!"
Di kamar sebelah, suara rengekan kecil terdengar. Devan, putra mereka yang baru berusia 3 tahun, mulai terbangun. Bocah itu mengusap matanya dengan tangan mungilnya dan mendongak ke arah Alice yang sedang sibuk mondar-mandir.
"Mama... Kenapa ribut banget?" tanyanya dengan suara serak.
Alice menoleh cepat, lalu berjalan mendekati anaknya. "Maaf, Sayang. Mama dan Papa kesiangan. Hari ini kita harus pindah ke rumah baru, ingat?"
Devan memiringkan kepalanya. "Oh iya... Tapi aku masih ngantuk."
Alice tersenyum sambil mengusap rambut anaknya. "Boleh tidur lagi sebentar, tapi habis itu kita harus siap-siap, oke?"
Devan mengangguk dan menjatuhkan dirinya ke bantal lagi. Sementara itu, Arya sudah bergegas keluar kamar, menuju ruang tamu yang dipenuhi kardus-kardus berisi barang-barang mereka. Rumah mama Alice yang mereka tempati ini tampak berantakan dengan sisa-sisa barang yang belum dikemas dengan baik.
Alice keluar dari kamar, mengikuti Arya yang sudah mulai menumpuk beberapa kardus ke dekat pintu. "Kita harus cepat, nanti pemilik kontrakan baru bisa marah kalau kita terlambat masuk."
Arya menghela napas sambil mengangkat salah satu kardus. "Ya ampun, rasanya baru kemarin kita beres-beres di sini, sekarang harus beres-beres lagi."
Alice mendengus. "Itu karena kita tidak langsung mengemas semuanya dari awal. Aku sudah bilang sejak minggu lalu kalau kita harus mulai beres-beres!"
Arya terkekeh, mencoba meredakan ketegangan. "Ya, ya, aku salah. Tapi ayo kita fokus sekarang. Kita tinggalkan barang-barangnya dulu. Kita temui sekarang pemilik kontrakan"
Maka Alice dan Arya bergegas pergi ke rumah pemilik kontrakan.
Rumah pemilik kontrakan tidak terlalu jauh dari rumah Hana, mama Alice. Mereka bisa cukup berjalan kaki. Atau setidaknya naik motor untuk membawa barang-barangnya.
Arya menundukkan kepalanya begitu sampai di rumah pemilik kontrakan. "Selamat pagi bu, maaf saya terlambat bangun"
Pemilik kontrakan tersenyum, tidak memperdulikan kalau Arya dan Alice telat bangun. Ia begitu ramah untuk menyambut penghuni baru.
"Tidak apa-apa. Santai saja. Pelan-pelan aja," ucapnya tertawa.
Mereka sibuk memindahkan barang-barangnya dari rumah mama Alice ke kontrakan. Namun pada saat mereka sibuk, Ranti dan kedua anak-anaknya berdiri di belakang mereka.
"Hebat yah kalian begitu bersenang-senang setelah mencampakkan aku!"