"Mulai sekarang gue yang jadi tutor lo sampai ujian kenaikan kelas."
Awalnya Jiwangga hanya butuh Keisha sebagai tutornya, itupun dia tidak sudi berdekatan dengan anak ambis seperti Keisha.
Sayang seribu sayang, bukannya menjauh, Jiwangga malah dijodohkan dengan Keisha.
Lantas bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mashimeow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Pertama
Jiwangga dan Keisha sampai juga di parkiran setelah ada drama dari si puan yang enggan untuk menuruti permintaan murid bimbingannya itu. Saat menginjakkan kaki di kawasan parkiran tersisa motor besar milik Jiwangga saja yang berdiri gagah di sana. Tanpa banyak bicara pemuda itu memberikan helm full face milik Harvey pada Keisha.
Situasi di antara mereka masih saja canggung. Keisha lebih banyak diam sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa nyeri, sedangkan Jiwangga menghidupkan mesin motornya yang terdengar semakin berisik menggema di seluruh tempat itu. Tidak lupa si biang onar menaruh ranselnya di bagian depan agar tidak mengganggu Keisha.
“Ayo naik,” titah Jiwangga.
“Sabar,” kata Keisha lirih. Jemari si puan refleks menarik ujung jaket denim yang dipakai Jiwangga untuk menahan rasa nyeri yang begitu menggila pada perut bagian bawah. Rasanya sudah seperti bertaruh nyawa ketika ingin melakukan sesuatu. Keisha menaiki motor Jiwangga dengan hati-hati walaupun tidak nyaman juga karena bantalan motor itu kecil sekali. “Udah nih,” sambungnya.
“Pegangan,” kata Jiwangga.
“Hum.” Keisha memegang ujung jaket milik pemuda itu.
Jiwangga melihat keadaan Keisha dari balik kaca spion. Ia menghela napas dibalik helm full face yang menutupi hampir separuh paras tampannya itu. Dengan kesadaran penuh pemuda itu menarik kedua tangan Keisha untuk melingkar di perutnya. “Buat kali ini aja gue nggak bakal protes, tapi lo jangan ambil kesempatan. Dari pada pegangan ke ujung jaket gue,” kata Jiwangga.
“Buruan jalan, gue mau cepat pulang,” balas Keisha dengan suara serak.
Jiwangga lalu menjalankan kuda besi miliknya melaju meninggalkan area sekolah. Ia merasa ada sedikit perasaan aneh saat memberikan tumpangan pada perempuan yang selalu menganggu kehidupannya itu. Sesekali pemuda itu melirik keadaan Keisha dalam diam.
Motor besar yang mereka tumpangi melaju membelah jalanan Ibu Kota di sore yang tidak terlalu panas. Angin sepoy-sepoy berhembus di sela-sela perhentian mereka saat lampu merah. Jiwangga menunduk untuk melihat rangkulan tangan Keisha pada perutnya yang semakin erat saja. Intuitive thought miliknya berkata untuk memberikan usapan lembut pada tangan gadis itu tetapi egonya lebih mendominasi untuk tidak melakukan apa pun.
Keisha benar-benar dibuat tidak berdaya pada masa menstruasinya kali ini. Hari pertama yang sungguh membuatnya sangat tersiksa. Dia bahkan tidak bisa melakukan perlawanan seperti biasa. Bahkan gadis itu hanya diam saja saat Jiwangga menarik kedua tangannya untuk berpegangan pada perut ketua Chaos Brotherhood itu.
Motor kembali melaju di jalanan lebar saat lampu rambu lalu lintas berganti menjadi warna hijau. Keisha menoleh ke arah lain untuk melihat ke mana Jiwangga akan membawanya pergi. Ia menumpukkan dagunya di atas pundak lebar si tuan tanpa sadar.
“Jiwa,” panggil Keisha.
“Apa,” balas pemuda itu tanpa menoleh sebab atensinya terfokus pada jalanan.
“Bawa motornya bisa pelan-pelan aja nggak? Perut gue sakit banget sumpah,” pinta Keisha seraya memohon.
“Iya tahan dikit lagi sampai,” sahut Jiwangga.
“Lo mau bawa gue ke mana sih?” tanya Keisha.
“Lihat aja nanti juga lo bakal tahu.” Jiwangga berkata sambil membelokkan setir kemudinya menuju arah Sudirman.
Jiwangga memilih salah satu kafe yang tidak terlalu ramai dikunjungi oleh pembeli. Tidak asal masuk karena sebelumnya dia pernah datang bersama anak-anak Chaos Brotherhood. Kebetulan varian cake dan kopi buatan mereka enak. Jadi mungkin saja membawa Keisha ke tempat ini adalah pilihan yang tepat.
Saat mereka masuk ke dalam kafe, suara bel berbunyi menandakan ada pelanggan baru yang sedang berkunjung. Jiwangga lebih dahulu berjalan menuju kasir untuk memesan beberapa makanan yang bisa membuat mood Keisha membaik. Pilihannya tertuju pada sebuah strawberry cheesecake di etalase. Perempuan menyukai makanan manis saat sedang masa menstruasi mereka datang.
“Lo mau minum apa?” tanya Jiwangga.
“Terserah apa aja asal nggak kopi. Gue nggak bisa minum kopi,” jawab Keisha.
“Saya pesan kopi susu gula aren satu, iced matcha latte satu, dan strawberry cheesecake satu slice aja,” ucap Jiwangga pada pegawai di hadapannya.
“Ada lagi?” tanya pegawai.
“Cukup,” jawab Jiwangga.
Pegawai itu kemudian menunjukkan sejumlah harga yang tertera pada mesin kasir ke arah Jiwangga dan Keisha. Pemuda itu lantas mengeluarkan dompet dari saku lalu membayar semua pesanan mereka. Setelah selesai dengan makanan dan minuman itu, Jiwangga juga yang membawa baki untuk dibawa ke meja. Karena tidak mungkin meminta pada Keisha di saat seperti ini
Suasana di dalam kafe tidak terlalu padat dan sesak. Masih ada banyak meja kosong tanpa pengunjung yang bisa dipilih. Keisha baru pertama kali datang ke kafe ini. Sorot binar matanya terpancar indah saat melihat ada banyak spot foto lucu kekinian. Juga ruangan di dalamnya begitu terang dan memberi kesan tenang. Cocok digunakan sebagai tempat nongkrong atau mengerjakan tugas.
Jiwangga menaruh baki pesanan mereka di atas salah satu meja dengan sofa sebagai pasangannya. Jemari si tuan dengan sigap menarik lengan si cantik untuk berhenti di tempat yang sudah dipilih. Meja itu letaknya tidak jauh dari kasir dan pintu masuk. Jiwangga mengambil sisi sofa yang berhadapan dari pada duduk di sebelah Keisha.
“Di sini aja biar perut lo nggak makin sakit kalau duduk di kursi kayu biasa,” kata Jiwangga.
Keisha menuruti permintaan Jiwangga tanpa banyak berpikir. Seketika tubuhnya dimanjakan oleh nyaman dan empuknya sofa yang ia duduki. Rasa nyeri pada perut karena mens itu perlahan-lahan memudar. “Bisa mengerti perempuan juga ya lo. Tadi habisnya berapa? Biar gue ganti aja sekalian,” tunjuk Keisha pada minuman matcha miliknya.
“Nggak usah. Gue nggak terima duit receh,” ucap Jiwangga lalu mendorong piring berisi strawberry cheesecake ke arah Keisha. Kue itu sengaja dia beli untuk gadis di hadapannya. “Nih buat lo, anggap aja gue lagi sedekah,” sambung Jiwangga.
“Kan lo yang pesan kenapa jadi dikasih ke gue,” kata Keisha lalu mendorong kembali cake itu pada Jiwangga.
“Tinggal makan doang apa susahnya sih,” omel Jiwangga sambil mengambil garpu kecil dan menusuk buah strawberry yang terkena krim itu. Bukan untuk dimakan sendiri melainkan tangannya terulur untuk menyuapkan makanan manis itu pada Keisha. “Biar lo nggak rewel selama ngajarin gue.”
Keisha mau tidak mau membuka mulutnya dan menerima suapan dari Jiwangga. Seketika perpaduan rasa manis dan asam dari strawberry bercampur menjadi satu di dalam mulut. Kilatan binar kebahagiaan begitu terlihat jelas di paras ayu Keisha. Setelah satu hari tidak mengkonsumsi makanan manis akhirnya dia bisa mendapatkannya. Walaupun dari orang yang tidak terduga.
“Enak banget,” kata Keisha penuh rasa syukur.
“Makanan buatan mereka emang enak sih,” sahut Jiwangga.
“Kok lo bisa tahu kafe ini dari mana?” tanya Keisha.
Jiwangga memainkan sedotan pada minuman miliknya. “Gue sering nongkrong bareng Chaos Brotherhood di sini. Mau mulai belajar dari mana?” balas tanya Jiwangga.
“Ini kan baru pertama kali banget kita pertemuan, jadi gue belum tahu apa yang bikin lo ngerasa kesulitan di pelajaran. Mungkin lo bisa cerita baru besok bisa gue tentuin metode apa yang pas buat bikin lo gampang buat paham,” tutur Keisha sembari memberikan penjelasan.
“Sebenarnya nilai-nilai gue yang jelek tuh nggak banyak. Tapi gue lumayan kesulitan di biologi sama sejarah peminatan. Buat buka bukunya aja gue malas apalagi kalau baca yang isinya tulisan doang. Apalagi kalau materinya bikin bosan.” Jiwangga berkata sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
“Ya lo lagi baca materi ya bukan cerpen di majalah bobo yang banyak gambarnya. Gini aja deh, nanti gue bikinin beberapa catatan yang sekiranya lo bisa gampang paham. Kalau ada informasi baru atau apa pun dari gue juga jangan dibaca doang, Jiwangga,” kata Keisha gemas lalu menjewer telinga pemuda tampan di hadapannya itu.
“Aduh duh! Lepas anying sakit.” Jiwangga mengusap telinganya. Dia tak segan untuk melayangkan tatapan sinis pada Keisha. “Kalau besok gue mager datang lagi ya lo samperin aja ke Warung Pojok. Gue sering ke sana,” kata pemuda itu.
Keisha menjauhkan tangannya dari telinga si tuan. Dia menyendok kembali cake dengan banyak buah strawberry sebagai toping dengan nikmat. Sesekali gadis itu melirik ke arah Jiwangga yang hanya sibuk dengan ponsel dan minuman kopinya.
“Lo mau lagi nggak? Enak nih,” tanya Keisha.
“Kalau dikasih ya gue nggak nolak. Bentar minta garpu lagi ke pegaw—“
“Nggak usah, ini aja biar kagak banyak cucian ntar pegawainya. Lagian habis ini lo antar gue pulang kan?” tanya Keisha lalu memberikan garpu kecilnya pada Jiwangga.
“Kata siapa gue mau antar lo pulang? Orang habis ini lo balik sendiri,” balas Jiwangga tengil. Pemuda itu menyuapkan bagian cake yang tersisa dan menghabiskannya.
Keisha mengerlingkan matanya malas lalu menendang kaki Jiwangga di bawah meja. “Gue tonjok ya lo,” ucap gadis itu mengepalkan tangannya bersiap untuk memberikan pukulan.
Jiwangga terkekeh ringan. “Iya gue antar tapi beres main satu ronde dulu,” kata Jiwangga.
Jiwangga membuka aplikasi game online yang biasa dia mainkan di kala senggang. Pemuda itu bermain bersama teman-temannya yang sudah menunggu lebih dulu. Sekalian memanfaatkan koneksi internet, Keisha juga menggunakan waktunya untuk mengunduh beberapa episode drama korea yang sedang tayang.