Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Perjalanan mencari kehidupan baru Yu Jie beserta para pelayannya baru saja dimulai. Berbagai rintangan selama perjalanan mereka lalui bersama. Untungnya bukan rintangan berat.
Mencari tempat bernaung, hujan yang turun tiba-tiba saat cuaca cerah, dan masih banyak rintangan lain yang mereka lalui.
Untuk mengisi perut, Yu Jie meminta Nuan dan Li Mei membeli kebutuhan perut mereka setiap kali mereka tiba di sebuah kota.
Bagaimana dengan luka-luka mantan gadis manja itu? Luka-lukanya telah sembuh total selama perjalanan. Nuan mengobatinya dengan telaten. Bahkan, Yu Jie dilarang mandi agar luka-lukanya cepat mengering.
Alhasil, tubuh Yu Jie harus dilap dan saat ini dia sangat merindukan nikmatnya mandi.
"Nuan, ini sudah tiga Minggu," keluh Yu Jie.
"Nona, aku tidak ingin luka-luka itu berbekas. Aku harap anda mengerti," tegas Nuan.
Untuk hal satu ini, Nuan sangat keras kepala. Dia tidak peduli bila nanti mendapat hukuman dari nona mudanya. Jika saja mereka berada di tempat tinggal yang tetap, tentunya luka-luka Yu Jie akan sembuh total tidak kurang dari tujuh hari. Apalah daya, saat ini mereka dalam perjalanan mencari tempat tinggal baru.
Memasuki Minggu keempat. Luka-luka Yu Jie sembuh total. Bahkan, kulitnya lebih halus. Yu Jie sangat puas dengan kerja keras Nuan yang menjaga dan mengobati luka-lukanya.
Lewat dari satu bulan, akhirnya mereka menemukan sebuah tempat untuk tempat tinggal mereka. Letaknya di perbatasan antara negara Han Utara dengan Han Selatan.
"Nona, anda yakin memilih tempat ini sebagai tempat tinggal kita?" tanya Ling Hua.
Yu Jie mengangguk, "Aku yakin ini adalah tempat terbaik dari yang lain."
Yu Jie berjalan menjauhi Ling Hua yang terlihat bingung. Gadis itu mengedarkan seluruh pandangannya menatapi kekaguman akan tempat yang dia temukan sebagai tempat tinggal mereka.
Kening Ling Hua berkerut. Dia bingung dengan cara pandang nona mudanya. Jelas-jelas mereka sudah melewati tiga kota dan sepuluh desa. Mengapa nona mudanya ini malah memilih tinggal di tempat yang cukup terpencil jauh dari keramaian.
"Ling Hua, lakukan saja sesuai perintah nona," ucap Xing Lian.
"Aku hanya bingung saja bibi Lian," jelas Ling Hua.
"Kau ingat saat Li Mei mengajak kita untuk beristirahat di gua?" tanya Xing Lian pelan.
Ling Hua mengangguk. Tentu saja dia ingat malam pertama mereka menginap di hutan belantara. Xing Lian tersenyum lalu menjelaskan pada Ling Hua dengan perlahan.
"Nona tidak setuju dan memilih tempat lain untuk kita. Jika saja, kita tidak menuruti nona waktu itu, aku yakin tubuh kita hampir berubah menjadi tulang belulang."
Ling Hua dengan susah payah menelan cairan bening di dalam mulutnya. Benar kata bibi Lian jika bukan karena jasa nona nya, namanya kini tinggal nama tanpa raga.
"Oh iya, bibi! Bagaimana nona bisa tahu ada pembunuh waktu itu?" Ling Hua teringat kejadian malam itu saat nona mudanya meminta dia dan Nuan untuk diam.
Meski bingung Ling Hua menurut saja. Padahal, dia tidak mendengar apa pun malam itu.
Dengan datar dan tenang Xing Lian menjawab, "Kelak kalian akan tahu sendiri. Saat ini, masa ini, biar mengalir seperti air sungai."
"Hah!" Ling Hua melongo. Bingung dengan ucapan Xing Lian.
Sudahlah dia yang paling muda di antara semuanya, dia pula yang paling minim otaknya.
Xing Lian berlalu pergi meninggalkan Ling Hua dalam kebingungan. Wanita paruh baya itu memilih membantu Nuan dan Li Mei membersihkan gubuk tua.
Gubuk itu hanya gubuk biasa tempat untuk istirahat bukan tempat untuk tinggal. Namun, dilihat dari usia bambu dan kayunya, gubuk itu sudah lama tidak disinggahi. Jadi, daerah yang dipilih Yu Jie merupakan tanah tak bertuan.
"Nona, istirahatlah!" Nuan sedikit teriak karena posisi nona mudanya yang cukup jauh.
"Sebentar lagi malam akan tiba. Aku dan Li Mei akan menyiapkan makan malam," timpal Nuan.
"Sebentar lagi," balas Yu Jie.
Dia tidak salah memilih tempat. Meski gubuknya terlihat tua, tapi daerah sekitarnya memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Gubuk itu memiliki halaman yang sangat luas.
Yu Jie sudah membayangkan akan membangun rumah yang bagus nanti. Tidak perlu besar yang penting nyaman untuk ditinggali.
Di belakang gubuk terdapat lahan yang cukup untuk dijadikan kebun sayur dan buah nantinya. Sekitar tiga ratus meter dari sana, Yu Jie dapat mendengar aliran air mengalir. Pasti ada sungai di sana. Belum lagi pepohonan yang cukup lebat, menambah suasana dingin di sana.
"Tempat yang bagus untuk ku jadikan rumah," ucap Yu Jie lalu berbalik beranjak dari tempatnya semula menuju gubuk tua.
Malam ini Nuan dan Li Mei memasak sup sayur dan ikan bakar. Mengingat persediaan air bersih mereka tersisa setengah ember, Nuan memilih ikan bakar sebagai alternatif lain.
Meski ikannya sudah sedikit berubah karena dibeli di desa pagi tadi, tapi Nuan dapat mengolahnya dengan baik sehingga aroma ikan bakar itu berhasil mengusik indra penciuman Yu Jie, Ling Hua, Li Mei, dan Xing Lian.
"Nuan, kau sangat pandai memasak," puji Ling Hua.
"Kau juga harus belajar memasak," balas Li Mei.
"Sudah, jangan ribut! Ayo, kita nikmati makan malam dengan tenang!" Xing Lian menengahi.
Yu Jie tersenyum. Satu bulan lebih mereka melakukan perjalanan bersama. Tanpa mereka sadari ada ikatan baru yang membuat mereka seperti keluarga. Yu Jie yakin ikatan mereka melebihi ikatan keluarga kandung.
Usai menikmati makan malam, Yu Jie meminta mereka berkumpul di dalam gubuk. Di sini Yu Jie berperan sebagai kepala keluarga. Meski masih muda dan belum menikah, Yu Jie harus menjadi pemimpin di lingkungan kecil ini.
"Nuan, ambilkan peti kayu!" pinta Yu Jie pada Nuan.
"Baik nona," jawab Nuan sambil bangkit mengambil peti kayu.
Ling Hua, Li Mei dan Xing Lian duduk mengelilingi Yu Jie. Menunggu nona mereka dengan sabar.
"Ini nona," ucap Nuan sambil menyerahkan peti kayu pada Yu Jie.
Yu Jie mengambil lalu membukanya perlahan.
"Di dalam peti ini ada sebuah warisan yang diberikan oleh mendiang ibu untukku," Yu Jie membuka suara sambil mengeluarkan satu persatu isi di dalam peti kayu.
Isi peti itu tidak banyak. Tinggal dua batang emas dan beberapa perhiasan. Uang dan perak telah mereka gunakan untuk keperluan mereka selama perjalanan.
Yu Jie mengeluarkan sebuah buku yang tergulung. Sampulnya berwarna biru tua polos dan diikat oleh tali rami. Sampul buku itu terlihat tua, tapi masih terawat.
"Ini adalah warisan ibuku," ucap Yu Jie sambil memperlihatkan gulungan buku itu pada mereka.
Ling Hua, Li Mei, Xing Lian, dan Nuan masih setia dalam diam menanti dengan sabar penjelasan nona mereka.
Setelah menimbang beberapa saat, Yu Jie akhirnya berbicara, "Buku ini bukan buku biasa. Buku ini berisi berbagai macam cara pengobatan dan ramuan obat-obatan yang langka."
Ucapan Yu Jie berhasil membuat keempat wanita berbeda generasi itu terkejut.
"Nona, buku itu yang dicari selir Huang selama ini," ucap Nuan dengan nada terkejut.
"Meski aku masih muda tapi aku tahu artinya langka. Buku ini pasti sangat berharga," timpal Ling Hua.
"Aku akan bercerita sedikit," ucap Yu Jie.
lanjut up lagi thor
lanjut up lagi thor