Ini adalah kisah antara Andrean Pratama putra dan Angel Luiana Crystalia.
kisah romance yang dipadukan dengan perwujudan impian Andrean yang selama ini ia inginkan,
bagaimana kelanjutan kisahnya apakah impian Andrean dan apakah akan ada benis benih cinta yang lahir dari keduanya?
Mari simak ceritanya, dan gas baca, jangan lupa like dan vote ya biar tambah semangat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 – Jejak yang Tertinggal
Tiga minggu setelah musim hujan mulai reda, rumah kecil Andrean di Bogor makin hidup. Kebun belakang yang sebelumnya becek karena hujan, sekarang udah ditanamin bunga-bunga baru sama Kayla. Anelia suka bantu nyiram bunga, sedangkan Reyhan lebih milih ngulik gitar kecilnya di teras.
Tapi ada satu hal yang masih sering bikin Andrean berhenti di tengah-tengah kegiatannya: liontin kecil yang digantung di ranting pohon belakang.
Setiap pagi, cahaya matahari pagi bikin liontin itu berpendar halus, seolah ngingetin Andrean tentang janji yang dia buat waktu baca surat terakhir dari Angel.
Janji buat nggak lagi nangis, dan terus hidup.
Siang itu, Andrean duduk di meja kerjanya. Kayla baru aja berangkat nganter Anelia dan Reyhan ke taman bermain, ninggalin Andrean dan Lian di rumah.
Lian duduk di karpet ruang tamu, fokus gambar sesuatu. Andrean nggak terlalu merhatiin awalnya, sampai anak itu lari kecil ke arahnya sambil bawa buku gambar.
"Papa," panggil Lian pelan.
Andrean lepas kacamata baca, liat Lian berdiri di depannya sambil buka halaman terakhir gambarnya.
Di sana, ada gambar empat orang: seorang lelaki, seorang perempuan, dua anak kecil... dan seekor kucing kecil di pojok gambar.
"Ini siapa aja?" tanya Andrean sambil senyum tipis.
Lian nunjuk satu-satu. "Ini Papa... ini Mama Kayla... ini Kak Reyhan, Kak Anelia..."
Dia diem sebentar, lalu jari kecilnya nunjuk perempuan di gambar itu. "Ini Mama Angel."
Andrean nahan napas. Matanya panas, tapi dia tahan. "Kamu inget Mama Angel?"
Lian angguk. "Dikit... Mama Angel suka nyanyi waktu mau tidur."
Andrean elus kepala Lian. "Mama Angel sayang banget sama kamu."
Anak itu senyum tipis. "Aku juga."
Andrean peluk Lian pelan. "Sekarang... Papa yang bakal nyanyi buat kamu, tiap malam."
Sore itu, Andrean beresin rak buku di ruang kerja. Ada satu buku catatan tua, covernya udah lecek. Dia buka pelan-pelan.
Isinya draft cerita lama, sebagian tentang pertemuannya sama Angel, sebagian lagi tentang mimpi-mimpi yang dulu belum kesampean.
Dia baca sebaris kalimat yang pernah dia tulis sendiri:
"Rumah bukan cuma tempat buat pulang, tapi tempat buat diterima, meskipun kita datang dalam keadaan paling hancur sekalipun."
Andrean narik napas panjang. Kali ini nggak ada rasa berat. Cuma lega.
Dia tutup buku itu, taruh di rak paling atas.
Sudah waktunya nulis cerita baru.
Malamnya, Kayla pulang bareng anak-anak. Rumah jadi rame lagi. Mereka makan malam bareng, ngobrol soal hal-hal kecil: Reyhan yang belajar lagu baru di gitar, Anelia yang berhasil bikin gelang dari manik-manik, dan Lian yang cerita tentang gambarnya hari itu.
Setelah anak-anak tidur, Andrean duduk di ruang tamu. Kayla duduk di sebelahnya, sambil peluk bantal kecil.
"Lo keliatan beda," kata Kayla tiba-tiba.
"Beda gimana?"
"Lebih tenang," jawab Kayla sambil lirih. "Kayak... lo udah nggak ngelawan masa lalu lo lagi."
Andrean senyum tipis. Dia liat ke arah liontin yang tergantung di luar jendela.
"Gue nggak bisa lawan, Kay. Gue cuma... belajar berdamai."
Kayla nyender di bahunya. "Gue suka lo yang sekarang."
Andrean cium keningnya. "Gue juga suka lo yang selalu ada."
Beberapa hari kemudian, Andrean dapet undangan dari sebuah komunitas penulis. Mereka minta Andrean ngisi sharing session tentang perjalanan kariernya nulis novel.
Awalnya dia ragu. Lama dia nggak berdiri di depan orang banyak. Tapi Kayla, seperti biasa, ngedorong dia buat coba.
"Lian dan anak-anak bisa liat lo di sana, Dre. Mereka perlu tau Papa mereka berani," kata Kayla sambil nyengir.
Akhirnya, Andrean berangkat. Sharing session itu sederhana. Di ruangan kecil, cuma ada dua puluh orang yang dengerin dia cerita.
Dia nggak bahas soal Angel secara gamblang, tapi dia cerita tentang kehilangan, tentang keluarga, tentang bangkit lagi.
Dan untuk pertama kalinya, Andrean ngerasa nggak sendiri waktu cerita.
Setelah acara, ada peserta yang nyamperin dia, bilang kalau cerita Andrean bikin mereka ngerasa kuat lagi.
Waktu Andrean pulang, Lian nunggu di ruang tamu sambil bawa buku gambarnya.
"Aku gambar Papa hari ini," kata Lian bangga.
Andrean liat gambarnya. Dia sendiri lagi duduk di kursi, di depan banyak orang. Di belakang, ada Kayla, Reyhan, Anelia, dan Angel berdiri sambil senyum.
"Mama Angel tetep ada," kata Lian sambil nunjuk gambar itu. "Dia nggak kemana-mana."
Andrean peluk Lian erat. "Iya. Mama Angel nggak kemana-mana."
Malam itu, Andrean duduk di depan laptopnya. Dia buka file baru.
Judulnya sederhana: "Rumah yang Baru."
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Andrean nggak nulis buat melarikan diri.
Dia nulis buat pulang.
BERSAMBUNG...