Dirga. Dia adalah pemuda lupa ingatan yang tak pernah bermimpi menjadi pendekar. Tapi ternyata Dewata berpikiran lain, Dirga ditakdirkan menjadi penyelamat Bumi dari upaya bangsa Iblis yang menjadikan Bumi sebagai pusat kekuasaannya. Berbekal pusaka Naga Api yang turun dari dunia Naga, dia berkelana bersama Ratnasari memberantas aliran hitam sebelum melawan Raja Iblis.
Lalu bagaimana akhir kisah cintanya dengan Ratnasari? Apakah Dirga akan setia pada satu hati, ataukah ada hati lain yang akan dia singgahi? Baca kisah selengkapnya dalam cerita silat Nusantara, Pusaka Naga Api. ikuti kisah Dirga hanya ada di disni wkwk. kalau ada kesamaan atau tempat author minta maaf mungkin hanya sekedar sama aja cerita nya mungki tidak, ikuti kisahnya dirga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Kuluman senyum Ronggo seketika menghilang.
Baru saja dia berpikir untuk mengambil keuntungan dari tewasnya 5 anggota perguruan Rajawali Iblis, kini sebuah bantahan telak sudah terdengar di telinganya.
Desahan napas berat meluncur keluar dari bibir keriput lelaki tua itu. Jika awalnya dia ingin mengadu domba Perguruan Rajawali Iblis dengan kera besar itu, maka dia harus memikirkan ulang rencananya. Rencana yang harus benar-benar matang jika ingin sekali dayung dua pulau terlampaui
"Mengenai dua pendekar muda itu, apakah kalian pernah melihatnya selain di hutan itu?"
Ronggo mengubah posisi duduknya, karena pantatnya yang tipis sudah terasa panas terlalu lama duduk dalam posisi yang sama.
"Tidak pernah, Guru. Entah kedua pendekar muda itu siapa, tapi mereka bakal jadi batu sandungan yang berat bagi guru untuk mendapatkan pedang pusaka itu," jawab murid bertubuh tinggi besar itu.
"Lalu siapa mereka berdua? Apa murid kera besar itu?" lanjut Ronggo bertanya.
"Sepertinya bukan, Guru. Kedua pendekar muda itu memiliki gaya bertarung yang jauh berbeda. Kalau aku amati dari pergerakan mereka, sepertinya mereka berdua memiliki jurus yang berhubungan dengan Naga. seingatku salah satu pendekar muda itu juga sempat meneriakkan nama jurusnya," jawab murid yang lain. Dia kemudian diam dan berpikir sesaat.
"Kalau tidak salah nama jurusnya Tapak Naga Perkasa," sambungnya.
Ronggo mengernyit. Dahinya yang dipenuhi keriput, kini semakin terlihat tebal. Sebagai pendekar yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia persilatan, secara tidak langsung dia pernah mendengar nama jurus tersebut. Meski tidak seangkatan, tapi dia tahu betul jika pemilik jurus tersebut dulunya adalah seorang legenda dunia persilatan bernama Diptapraja Kusuma atau berjuluk Pendekar Naga Khayangan.
"Ada apa, Guru? Apa Guru pernah mendengar nama jurus itu?" tanya seorang muridnya yang penasaran melihat perubahan raut muka gurunya.
Ronggo tidak langsung menjawab. Pikirannya masih berjibaku dengan pertanyaan besar yang menggelayut manja di otaknya. Pandangan matanya kosong terarah keluar gubuk melalui pintu yang terbuka.
"Apa mungkin dia masih hidup? Ataukah dia memiliki ilmu awet muda? Tapi bukankah dia sudah 100 tahun lebih tidak muncul lagi?" Hati Ronggo bertanya-tanya.
Tidak ada lagi satupun murid Ronggo yang berani mengganggu lamunan lelaki tua itu. Mereka tahu jika gurunya tersebut sedang memikirkan sesuatu yang berat.
"Kita kembali ke perguruan!" ucap Ronggo tiba-tiba.
"Berarti perburuan tidak kita lanjutkan, Guru?" tanya salah satu murid Ronggo yang sedari tadi diam.
Ronggo memandang muridnya yang baru saja mengajukan pertanyaan. "Kita tidak tahu siapa yang sedang kita hadapi. Selain Kera besar itu, dua pendekar muda itu masih begitu misterius.
Aku kuatir jika bertindak gegabah, maka nasib kita yang berakhir tragis!" jawabnya.
5 orang murid Ronggo yang berada di dalam gubuk kecil itu terkejut. Selama ini, guru mereka tersebut tidak pernah bersikap seperti saat ini. Rasa percaya diri yang di miliki lelaki tua itu selalu besar, bahkan terkesan jumawa.Ya. Di dalam dunia persilatan, khususnya dari golongan aliran putih, nama Ronggo memang terkenal sombong dan besar mulut. Meski perguruannya terbilang kecil dengan jumlah murid yang tidak sampai 100 orang, tapi dengan akal pikirannya yang terkenal licik, Ronggo bisa menempatkan perguruan Pedang Cahaya dalam jajaran perguruan yang cukup disegani.
"Kita tidak mundur dari perburuan, tapi menyusun rencana berikutnya. Kalian tenang saja, aku akan berpikir keras untuk itu," sambung Ronggo.
Desahan pelan terdengar dari bibir keriput lelaki tua itu sebelum kemudian berdiri, dan berjalan menuju pintu untuk keluar dari gubuk. Dia perlu mendapatkan udara segar untuk menyegarkan otaknya yang sedang kusut.
Kelima orang murid Ronggo saling berpandangan satu sama lain. Mereka masih merasa heran dengan sikap gurunya yang tidak seperti biasanya.Ya. Di dalam dunia persilatan, khususnya dari golongan aliran putih, nama Ronggo memang terkenal sombong dan besar mulut. Meski perguruannya terbilang kecil dengan jumlah murid yang tidak sampai 100 orang, tapi dengan akal pikirannya yang terkenal licik, Ronggo bisa menempatkan perguruan Pedang Cahaya dalam jajaran perguruan yang cukup disegani.
"Kita tidak mundur dari perburuan, tapi menyusun rencana berikutnya. Kalian tenang saja, aku akan berpikir keras untuk itu," sambung Ronggo.
Desahan pelan terdengar dari bibir keriput lelaki tua itu sebelum kemudian berdiri, dan berjalan menuju pintu untuk keluar dari gubuk. Dia perlu mendapatkan udara segar untuk menyegarkan otaknya yang sedang kusut.
Kelima orang murid Ronggo saling berpandangan satu sama lain. Mereka masih merasa heran dengan sikap gurunya yang tidak seperti biasanya.Beberapa hari berlalu, Dirga sudah kembali berlatih segiat mungkin untuk menyelesaikan semua jurus yang ada dalam kitab Raja Naga. Selain untuk makan dan tidur, tidak ada waktu yang dibuangnya percuma selain untuk berlatih dan berlatih.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Dirga tidak berlatih di tempat semula. Dia berlatih tidak jauh dari komunitas kera itu bertempat tinggal. Dia berpikir nukan tidak mungkin masih ada lagi sekumpulan pendekar yang masih berniat untuk memiliki pedang yang sudah diberikan Hydra kepadanya.
Selain itu, Sarwana juga memerintahkan rakyatnya untuk berjaga-jaga di sekitar bibir jurang Panguripan untuk mengawasi situasi. Dia kuatir serangan susulan akan menghampiri mereka, sebab yang sudah mereka bertiga bantai adalah para pendekar dari berbagai golongan dan perguruan.
Memasuki hari ketujuh dalam pelatihannya,perkembangan Dirga begitu pesat. Tiga jurus sudah berhasil dikuasainya dan disempurnakannya. Tanpa dia sadari, kekuatan Pedang Langit yang memasuki tubuhnya sangat berperan penting membantunya.
Hari menjelang siang. Sarwana hanya bisa menggeleng dan berdecak kagum. Dari atas pohon, kera besar itu bersama Hydra mengamati latihan yang dilakukan Dirga dengan seksama.
"Pemuda itu mematahkan prediksiku, Hydra," kata Sarwana sambil terus mengamati pergerakan Dirga. Dalam hati dia terus membandingkan perkembangan Dirga dengan mendiang sahabatnya dulu.
"Apa maksudmu?" tanya Hydra merasa heran.
"Kita mengawasinya berlatih baru sekitar 7 hari, bukan?" Sarwana bertanya balik.
Hydra mengangguk, "Lalu?"
"Kau mungkin tidak sadar jika dia sudah menguasai bahkan menyempurnakan 3 jurus dalam waktu yang terbilang singkat. Benar kata pertapa tua yang aku temui dulu, pendekar paling jenius yang dia ramalkan itu memiliki ciri-ciri sama dengan Dirga. Dalam artian perkembangannya," jawab Sarwana.
"Aku juga berpikir seperti itu. Tapi kau mungkin tidak tahu jika sebagian kekuatan pedang Naga Langit sudah bersemayam di dalam tubuhnya," Hydra tersenyum simpul sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "Aku sangat yakin jika kekuatan itu yang membantu perkembangan pesatnya."
"Oh ... pantas saja!" balas Sarwana pelan. Pandangan penguasa Jurang Panguripan itu kembali mengarahkan pandangannya kepada Dirga yang masih terus berlatih keras. Beberapa detik berikutnya senyumnya terlihat mengembang.
Sementara itu di dalam perguruan miliknya,Ronggo selama beberapa hari terakhir berpikir keras untuk mewujudkan keinginannya. Sebagai pendekar aliran putih, dia tentu tidak boleh terlihat mencolok di depan pendekar aliran putih lain akan ambisinya yang besar. Tidak sia-sia dia berpikir keras karena rencana yang matang sudah disusunnya sedemikian rupa untuk memuluskan ambisinya.
Ditemani 7 orang muridnya, lelaki tua itu keluar dari perguruan dengan menunggangi kuda masing-masing. Tujuan mereka adalah Perguruan Rajawali Iblis yang merupakan perguruan aliran hitam terbesar di bagian selatan.
Jika tidak ada kendala selama di perjalanan, paling tidak mereka membutuhkan waktu sekitar 3 hari paling lama. Lokasi perguruan Rajawali Iblis sendiri berjarak sehari setelah melewati hutan yang menjadi tempat pembantaian para pendekar tempo hari.