Anak dibawah umur dilarang mampir🙅
Harap bijak dalam membaca👍
Slow update 🙏
Silahkan mampir juga ke novel pertama Cimai, klik profil Cimai yaaa😍
"Menikah Dengan Adik Sahabatku"
------
Belum ada dalam pikiran Dira untuk segera mengakhiri masa sendirinya, ia masih trauma pasca ditinggalkan oleh suami yang teramat ia cintai pergi untuk selamanya dan disusul satu-satunya superhero yang selalu berada disisinya, yaitu Ibu.
Meskipun pada kenyataannya sosok pria yang selama ini selalu memperlakukan Dira dengan lembut, ternyata diujung usianya menunjukkan sebuah kenyataan yang teramat pahit, sehingga menyisakan luka dan trauma yang teramat mendalam bagi Dira.
Dira masih tetap mencintainya.
Disisi lain, putra sulung dari pemilik Raymond Group mengalami kegagalannya dalam berumahtangga.
Setelah berhasil dari masa keterpurukannya dan memilih tinggal diluar negeri, akhirnya ia kembali ke tanah air dan menggantikan posisi ayahnya, Erick Raymond.
Awal pertemuan yang tidak sengaja anta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cimai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 5 : Hati-hati Mentari
Edgar memicingkan matanya mendengar jawaban dari Dira.
''Dari tadi kau belum menyuruhku duduk? tidak menawarkanku untuk minum? sungguh terlalu..'' sindirnya.
Tanpa menunggu perintah dari pemilik rumah, Edgar memilih langsung duduk.
''Silahkan duduk Tuan, mau teh atau susu? jangan minta kopi, karena saya tidak punya.''
''Teh saja, kalau susu maunya yang murni.'' jawab Edgar spontan membuat Dira membelalakkan matanya.
Tanpa menjawab, Dira langsung ke belakang, sedangkan Edgar menyunggingkan senyumnya disudut bibir.
Beberapa menit didalam rumah ini, tak ada orang lain yang menemuinya.
Beberapa pertanyaan muncul didalam benak Edgar tentang keluarga Dira.
''Silahkan Tuan.''
''Ehm.. thanks.''
Dira duduk di kursi paling ujung setelah meletakkan gelas diatas meja.
Berbagai pertanyaan kenapa bosnya bisa berada dirumahnya hanya untuk mengantarkan KTP, padahal bisa saja dititipkan pada security kantor, atau bisa menyuruh asistennya.
''Oh wow..''
Dira langsung menatap Edgar.
''Kenapa Tuan?''
''Kau bisa tau ukuran gula untukku?''
''Saya tidak tau, Tuan. Saya hanya asal saja menaruh gulanya.''
''Benar begitu?''
''Iya Tuan.''
''Oh, tadi ojek yang mengantarku mengatakan kalau kau sedang mengantarkan pesanan. Apa yang kau jual? apa gajimu kurang?''
''Kenapa Tuan Erick masih membuka cabang? apakah penghasilannya masih kurang?'' Dira bertanya balik membuat Edgar tidak menyangka.
''Tentu saja cukup, tapi, akan lebih baik jika kita mengambil peluang yang ada.'' jawab Edgar.
''Kalau begitu, jawaban saya sama.'' ujar Dira.
Edgar manggut-manggut.
''Baiklah.. pertanyaanku belum kau jawab, apa yang kau jual?''
''Salad buah.'' jawab Dira.
''Itu favorit, kau tidak menawarkan juga untukku? pelit sekali, padahal bisa ku beli dengan harga yang jauh lebih mahal..'' cibir Edgar.
''Cih sombong sekali!'' batin Dira kesal.
Dira sangat kesal dengan sikap bosnya yang mencibirnya.
Namun ia tetap beranjak dari tempat duduknya dan mengambil salad yang berada di dalam lemari pendingin.
Dira selalu melebihi saat membuat pesanan, untuk dirinya sendiri ataupun jika ada yang mendadak datang membeli.
Tidak lama kemudian, Dira kembali membawa satu porsi cup salad berukuran 500 ml tersebut.
Ia membawa dengan nampan kecil dan tidak lupa sendok plastiknya.
''Silahkan Tuan, hanya salad buah sederhana.'' ujar Dira.
Edgar mengangkat kedua alisnya lalu mengambil salad yang dihidangkan oleh Dira.
''Kau kenapa sangat jauh duduknya?'' tanya Edgar.
''Tidak apa-apa Tuan.''
''Kau takut?''
''Tidak Tuan.''
''Kalau begitu, kemarilah..''
''Anda mau apa lagi Tuan?'' tanya Dira masih belum bergerak.
''Ku bilang kemari.''
''Anda jangan macam-macam Tuan! saya bisa berteriak dan anda akan dihajar oleh warga!'' ancam Dira.
Mendengar ancaman dari Dira, bukannya takut justru Edgar langsung tertawa terbahak-bahak.
''Tuan! suara anda bisa membuat warga curiga!''
Dengan sekejap Edgar menghentikan tawanya.
''Baiklah, aku juga tidak level macam-macam denganmu.''
''Aku hanya ingin memastikan bahwa salad ini tidak kau masukkan racun, jadi kau harus mencobanya terlebih dulu.'' Edgar menyendok dan siap memberikan untuk Dira, namun Dira langsung spontan memundurkan kepalanya.
''Untuk apa saya menggunakan racun? jika anda tidak niat memakannya, yasudah..'' Dira sudah siap akan merebut cup yang yang dipegang oleh Edgar.
Edgar sigap menarik tangannya.
''Sudah kau ikut saja.''
Semakin kesal dengan sikap bosnya yang sangat berbeda dari biasanya dan terkesan jauh dari wibawanya ini.
Dira langsung beranjak berdiri.
''Kau mau kemana?'' tanya Edgar.
''Mau ambil sendok Tuan.'' jawab Dira.
''Tidak perlu, duduklah.. aku hanya perlu satu sendok ini untukmu, untuk membuktikan mengandung racun atau tidak.''
''Tapi, Tuan..'' Dira terus menolak suapan yang diberikan oleh bosnya itu.
Edgar tetap memaksakan untuk memberikan suapan satu sendok salad pertama itu.
Dengan sangat terpaksa Dira menerimanya.
Tatapan keduanya saling bertemu sesaat, dengan sigap Dira bergeser.
''Ehm!'' Edgar pun juga langsung bergeser.
''****! perasaan macam apa ini!'' batinnya.
''Biar saya ambilkan sendok yang baru, Tuan..'' ujar Dira tanpa menatap bosnya.
''Tidak usah, kau duduk saja.''
''Karena sudah terbukti kau masih hidup, maka aku akan mencobanya.''
Edgar benar-benar mencoba salad buah buatan Dira, ia terlihat sangat menikmati tanpa menatap kearah Dira.
''Sorry..'' Edgar menggerakkan tangannya kearah Dira.
Dira yang takut langsung kembali bergeser, namun Edgar langsung menyentuh ujung bibirnya.
Beberapa detik tangan itu masih bertahan dengan tatapan mata yang saling diam tanpa berkedip.
''Kau belepotan.'' ujar Edgar.
Dira diam tanpa jawaban, ia langsung bergeser dan beralih menatap kearah lain.
''Terimakasih.'' ucap Dira tanpa menatap Edgar.
Edgar sudah menyelesaikan menikmati salad buah dan meletakkan kembali cup kosong diatas meja.
Tiba-tiba Edgar teringat bagaimana caranya ia kembali ke gang depan karena tadi untuk tiba dirumah Dira harus diantarkan oleh orang.
''Kau harus bertanggungjawab!'' ucap Edgar membuat Dira mengerutkan keningnya.
''Memangnya saya apakan anda?''
''Karena hanya untuk mengantar ktpmu, aku harus diantar orang naik motor, dan sekarang orangnya ntah kemana. Jadi, kau yang harus bertanggungjawab mengantarkan ke depan, dimana mobilku berada..''
''Lah saya kan tidak menyuruh anda untuk datang kemari, Tuan! kenapa anda selalu seenaknya sendiri! jalan kaki juga tidak jauh kok, sekalian olahraga.'' sungut Dira.
Edgar menyipitkan matanya.
''Oke baik, besok terakhir kau masuk kerja dan lunaskan semua hutang-hutangmu itu hari esok juga!'' balas Edgar.
Tak ada keseriusan atas balasan itu, Edgar hanya ingin menggertak Dira.
Edgar langsung berpura-pura melangkahkan kakinya keluar dari rumah Dira, dengan harapan Dira mengejarnya dan siap mengantarkan ke depan.
''Tuan, tunggu!'' seru Dira.
Senyuman tersungging disudut bibirnya, Edgar menghentikan langkah saat mendengar suara Dira.
''Tolong jangan pecat saya, Tuan. Saya sangat membutuhkan pekerjaan itu. Saya akan mengantarkan anda ke depan, sebentar saya ambil kunci motor saya.''
Dira kembali masuk ke dalam mengambil kunci motornya, lalu dengan cepat kembali ke depan.
Dengan postur tubuh yang jauh lebih tinggi, Edgar tidak menawarkan diri untuk membonceng, justru ia malah bersiap-siap sebagai penumpang.
Dira pun tidak bersuara, ia sudah malas berdebat dengan bos barunya yang aneh ini.
''Sudah Tuan?'' tanya Dira tanpa menoleh, ia sudah siap sebagai supir ojek.
''Sudah, jangan ngebut dan jangan buatku celaka!'' ancam Edgar.
Dira menghidupkan mesin motornya dan keluar dari halaman rumahnya yang kecil, kembali melewati gang menuju jalan raya.
Saat baru beberapa meter keluar dari rumahnya, dari arah belakang suara motor yang tengah ngebut hampir saja menabrak Dira yang sudah berada di sisi kiri.
Dira sangat terkejut, bukan hanya karena motor itu, tetapi posisinya yang tengah membonceng bos tentu saja membuat ia grogi.
Dira langsung menekan rem secara mendadak dan kedua motor yang menyalipnya itu langsung lanjut tanpa mempedulikan Dira.
Dira langsung memejamkan kedua matanya sembari mengatur nafasnya yang memburu karena shock.
''Kurang aja sekali anak-anak itu!'' umpat Edgar.
Dira langsung tersadar bahwa dirinya sedang tidak sendirian.
Dan ia semakin tersadar saat tangan kekar melingkar diperutnya
''TUAN!!'' serunya.
''Oh sorry tidak sengaja.'' ucap Edgar santai sambil melepaskan tangannya, ia juga tak sengaja melingkarkan tangannya, karena saat Dira menekan rem mendadak dia pun terkejut dan spontan melakukan hal itu.
Dira langsung kembali mengegas motornya dengan fokus agar segera sampai di depan.
''Dimana mobil anda?'' tanya Dira dengan menaikkan volume suara.
''Dirumah makan.'' jawab Edgar.
Tidak lama kemudian mereka tiba ditempat tujuan.
''Sudah sampai, Tuan. Terimakasih sudah mengantarkan KTP saya.'' ucap Dira.
Edgar mengangguk, didalam maskernya ia tersenyum.
''Hati-hati Mentari..'' ucapnya.
Dira tersenyum sekilas dan langsung kembali ke rumah.
Sama halnya dengan Dira, Edgar juga langsung kembali ke rumah.
''Sayang, sudah pulang?'' sapa mami.
''Baru aja masuk Mi..'' jawab Edgar.
''Sepertinya putra Mami ini lagi bahagia..'' tebak Mami melihat wajah sumringah putra sulungnya.
''Ah biasa aja kok Mi..'' jawab Edgar.
''Aku mau istirahat dulu bentar ya Mi..''
''Iya sayang..''
"Jangan lupa bentar lagi makan siang, jangan tidur dulu.."
Edgar mengangguk sekilas.
Gak berusaha ikhlas toh Edgar jga memperlakukan dia lembut ko, gak grasak-grusuk mementingkan napsunya sendiri,,,