Dena baru saja selesai menamatkan novel romance yang menurutnya memiliki alur yang menarik.
Menceritakan perjalanan cinta Ragas dan Viena yang penuh rintangan, dan mendapatkan gangguan kecil dari rival Ragas yang bernama Ghariel.
Sebenarnya Dena cukup kasihan dengan antagonist itu, Ghariel seorang bos mafia besar, namun tumbuh tanpa peran orang tua dan latar belakang kelam, khas antagonist pada umumnya. Tapi, karena perannya jahat, Dena jelas mendukung pasangan pemeran utama.
Tapi, apa jadinya jika Dena mengetahui sekelam apa kehidupan yang dimiliki Ghariel?
Karena saat terbangun di pagi hari, ia malah berada di tubuh wanita cantik yang telah memiliki anak dan suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Memutuskan hubungan
...****************...
Araya memberhentikan BMW yang ia kendarai di salah satu restoran. Tempat yang menjadi janji temunya dengan seseorang di sini.
Romeo adalah kekasih Araya saat ini, mereka menjalin hubungan bahkan sebelum Araya menikah.
Dan lebih parahnya, Romeo itu juga sudah beristri! Araya merasa hubungan mereka sangat rumit. Lebih lagi, bisa membahayakan nya.
Siapa tahu karena ia ketahuan berselingkuh oleh Gevan, pria itu jadi membunuhnya! Karena itulah Araya menyetujui ajakan pria itu untuk bertemu, dan jalan yang Araya pilih adalah menyelesaikan hubungan mereka.
“Araya..”
Bruk!
Baru Araya menghampiri meja pria itu, ia sudah di sambut oleh sebuah pelukan.
“Aku kangen banget sama kamu, sayang.” Ujar Romeo setelah melerai pelukannya.
Araya diam, ia mengambil duduk di hadapan pria itu.
Ia memfokuskan merasakan perasaannya saat ini, tapi nihil. Araya tak merasakan apapun bertemu lelaki ini.
Berbeda ketika bertemu Gevan, ada rasa benci yang terselubung di ulu hatinya, dilingkupi rasa takut. Ketika melihat Bastian pertama kali, Araya mencoba melawan perasaan tidak suka dari tubuh ini.
Tapi pria ini, rasanya biasa saja seperti ia bertemu orang-orang pada umumnya. Bukankah mereka kekasih? Dari chat di ponselnya Araya juga merasa jika keduanya cukup mesra.
Sepertinya, tubuh ini juga mendukung keputusannya, bukan?
“Araya, ini kenapa?” Tangan Romeo dengan lancang menyentuh wajahnya, Araya menepisnya pelan.
Dan sepertinya, laki-laki itu menyadarinya. Tapi tak menghilangkan wajah khawatirnya.
“Aku cuman jatuh,” jawabnya singkat.
“Kamu masih marah ya?” lelaki itu meraih jemari Araya di atas meja untuk ia genggam, “sayang, aku janji gak akan dahuluin Friska di banding kamu lagi. Aku akan selalu prioritas in kamu. Waktu itu aku terdesak, sayang.”
Fyi, Friska ini adalah istri Romeo. Araya kurang mengerti konsepnya, mereka menikah bukan karena cinta, tapi sudah memiliki anak.
Terakhir kali Araya marah karena saat itu Romeo memilih bersama Friska dari pada menjemputnya. Saking marahnya, Araya mengancam laki-laki itu jika berani menghubunginya lagi maka hubungan mereka akan berakhir.
Karena itu lah Romeo baru berani menghubunginya setelah satu minggu ini.
Araya menarik tangannya dari genggaman laki-laki itu, “Memang seharusnya kamu prioritas in Friska, Dia kan istri kamu.”
Romeo tampak tak senang mendengar itu, “kamu ngomong apa sih? Dia bahkan gak berarti apa-apa, Araya.”
“Tapi dia istri kamu, Romeo.” Araya menghela nafasnya, “sejak awal, yang salah memang hubungan kita.”
Romeo tak tenang mengetahui kemana arah pembicaraan Araya, “Sayang, aku tahu aku ngecewain kamu. Tapi aku akan perbaiki kesalahan aku, Araya. Jangan ngomong gitu, tolong.”
Araya menggeleng, “Kamu udah berkeluarga, Romeo. Begitupun aku, gak ada jalan tengah buat kita.”
“Lebih baik, kita akhiri aja hubungan kita sampai di sini.”
Dapat Araya lihat lelaki itu menggeleng keras tak menyetujui, “Enggak! Sejak awal kita janji untuk tetap sama-sama kan?”
Romeo terkekeh hambar, “Kamu cuman masih marah, Araya. Gak papa, aku tunggu sampai kamu maafin aku.”
“Bukan Romeo,” Bantah Araya cepat. “Aku gak marah atas apapun lagi. Aku cuman di tahap sadar kalau yang kita lakuin itu salah!”
“Ini juga karena kamu, Araya! Kamu yang ninggalin aku duluan! Kamu malah mengandung anak bajingan itu! Kalau enggak kita bisa membangun keluarga yang bahagia sekarang!”
Araya memejamkan matanya mendengar kalimat penuh emosi itu, benar. Ucapan Romeo memang benar. Tapi ia juga tak meminta seperti ini, keterlibatan Gevan dalam hubungan mereka lah yang merusak semuanya.
“Aku tahu, aku salah. Karena itu, sekarang aku mau kita akhiri, Romeo. Aku sadar, karena kesalahan aku kita gak akan sama-sama sampai kapanpun.” Jelas Araya.
Pria itu kembali menggenggam tangan Araya, “Aku akan berusaha, Ar. Aku akan cari cara supaya kita bisa sama-sama lagi. Tolong jangan nyerah, Araya.” Suara laki-laki itu terdengar memohon.
“Aku sangat mencintai kamu..” Lanjutnya lirih.
Romeo juga mengerti posisi Araya, tapi saat ini ia belum bisa jika untuk melawan Gevan. Hanya akan sia-sia. Karena itu, menikmati hubungan terlarang bersama Araya selama ini, bagi Romeo sudah cukup.
Ia mencintai Araya dan Araya juga mencintainya. Romeo tak berharap lebih. Tapi mendapati gadis itu yang kini malah memilih mengakhiri hubungan mereka, Romeo tidak akan bisa.
Gelengan Araya sebagai penolakan di dapatinya.
“Kita putus. Maaf, lebih baik kamu fokus dengan keluarga kamu, begitupun aku yang juga fokus dengan keluarga aku.”
Araya berlalu pergi setelah mengucapkan itu. Panggilan Romeo beberapa kali terdengar tapi tak ia sahuti sama sekali.
Di dalam mobilnya, Araya berusaha menetralkan nafasnya. Ia baru saja membuat keputusan besar.
Araya mengerti jika Romeo tak semudah itu menerima keputusannya. Dulu mereka adalah pasangan yang sangat serasi, menjalin hubungan sejak sekolah sampai tidak sabar menetapkan pernikahan.
Tapi Romeo malah mendengar kabar jika Araya menikah, bahkan mengandung benih laki-laki lain. Hati siapa yang tidak akan hancur di posisinya? Belum lagi Araya memberikan harapan jika mereka saling mencintai, hingga hubungan terlarang mereka terus berlanjut.
Araya harap ia tak salah mengambil langkah. Ini juga demi kebaikannya, ia juga ingin egois untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Araya sampai di mansion ketika langit mulai gelap. Beruntung Gevan tidak membatasi ruang geraknya. Ia di bebaskan kemana pun sesuai keinginannya, asalkan tidak berniat untuk kabur.
Dan itu tanpa pengawalan. Araya cukup heran, di dalam mansion saja Bi Laksmi tidak pernah berhenti mengikutinya. Karena suami sintingnya itu tak ingin ia bunuh diri, tapi di luar ia bisa di bebaskan.
Sampai di kamarnya, yang pertama kali Araya cari adalah charger. Ponsel mahalnya ini memiliki baterai yang sangat boros. Dalam satu hari, ia bisa mengisi daya sampai tiga kali, entah kenapa.
Oh ya, tidak lupa Araya memblokir nomor mantan kekasihnya itu.
***
Sudah satu minggu ini, kegiatan Araya tidak lebih dari mengikuti Bastian untuk mengantar jemput Ghariel. Walaupun anaknya itu masih dingin dan belum luluh, Araya tidak akan menyerah.
Sudah selama itu juga Araya tak melihat wajah malaikat pencabut nyawanya.
Entah mereka yang tidak berpapasan karena mansion ini yang terlalu besar, atau laki-laki itu yang tidak di rumah. Araya sih tidak peduli.
Ia kini tengah bertemu matahari pagi di taman belakang rumah, yah namanya berjemur tapi Araya memilih duduk di gazebo. Dengan di temani camilan lezat buatan pelayan mansion ini. Araya rasanya dapat bersantai dengan tenang.
Araya melihat beberapa bodyguard rumah ini berlalu lalang, lantas bertanya pada Bi Laksmi yang berdiri di belakangnya.
“Kenapa mereka terlihat tergesa-gesa?”
“Karena harus menyambut Tuan yang baru pulang dari luar negri, Nyonya.” Jawab Bi Laksmi.
“Oh, jadi selama ini orang itu di luar negri? Pantas tak terlihat. Untuk apa pakai di sambut?” Tanya Araya lagi.
“Setau saya mungkin untuk membawa barang-barang Tuan? Atau urusan lain Tuan dengan anak buahnya.”
Oh jadi itu anak buah, bukan bodyguard. Batin Araya. Suaminya kan bos besar, pasti anak buahnya banyak.
Araya jadi geli sendiri mulai mengakui laki-laki itu sebagai suaminya.
...****************...
tbc.