Di tengah dunia yang hancur akibat wabah zombie, Dokter Linlin, seorang ahli bedah dan ilmuwan medis, berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Laboratorium tempatnya bekerja berubah menjadi neraka, dikepung oleh gerombolan mayat hidup haus darah.
Saat ia melawan Raja Zombie, ia tak sengaja tergigit oleh nya, hingga tubuhnya diliputi oleh cahaya dan seketika silau membuat matanya terpejam.
Saat kesadarannya pulih, Linlin terkejut mendapati dirinya berada di pegunungan yang asing, masih mengenakan pakaian tempurnya yang ternoda darah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yi Hang Membawa Istri (Revisi)
Linlin berjalan mengikuti Yi Hang menuruni gunung, sesekali melirik sekeliling dengan penuh rasa ingin tahu. Pepohonan tinggi menjulang di sepanjang jalan setapak berbatu, suara burung sesekali terdengar di kejauhan. Udara di sini segar, jauh dari polusi dan kebisingan kota yang biasa ia kenal.
"Berapa jauh desa itu?" tanya Linlin, memecah keheningan.
Yi Hang meliriknya sekilas sebelum kembali menatap jalan di depan. "Tidak terlalu jauh, sekitar setengah jam berjalan kaki."
Linlin mengerutkan kening. "Setengah jam? Itu cukup jauh juga."
Yi Hang hanya mengangkat bahu. "Kalau kau tidak kuat berjalan, aku bisa membawamu di punggung."
Linlin langsung terbatuk, hampir tersedak oleh ucapannya sendiri. "Apa? Kau bercanda, kan?"
Yi Hang menahan senyum tipis di wajahnya. "Tidak. Aku serius."
Linlin mengerutkan hidung. "Aku masih bisa berjalan sendiri."
Yi Hang terkekeh pelan, lalu kembali melangkah dengan tenang. "Bagus kalau begitu."
Mereka melanjutkan perjalanan dalam keheningan selama beberapa menit sebelum Linlin kembali bertanya, "Desa Suda... seperti apa tempatnya?"
Yi Hang berpikir sejenak sebelum menjawab, "Desa kecil. Penduduknya tidak banyak. Mayoritas petani. Tidak ada kemewahan seperti di kota."
Linlin mengangguk-angguk. "Lalu, kau sendiri? Apa pekerjaanmu?"
Yi Hang terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku pemburu."
Linlin menatapnya dengan mata berbinar. "Oh! Itu sebabnya kau ada di gunung ini?"
Yi Hang mengangguk. "Aku sering berburu ke sini. Ada banyak hewan buruan dan tanaman obat yang bisa dikumpulkan."
Linlin melirik busur yang tergantung di punggungnya, serta pisau yang terselip di ikat pinggangnya. "Jadi, kau cukup terampil dengan senjata?"
Yi Hang meliriknya sekilas, sudut bibirnya terangkat tipis. "Kau ingin mencobanya?"
Linlin mengerjap. "Apa? Memegang busurmu?"
Yi Hang mengangguk. "Jika kau bisa menarik tali busur ini sampai penuh, aku akan menganggapmu cukup kuat."
Linlin menyipitkan mata, merasa tertantang. "Baiklah, berikan padaku."
Yi Hang dengan santai melepas busurnya dan menyerahkannya pada Linlin. Wanita itu menerimanya dengan percaya diri, tetapi begitu ia mencoba menarik talinya, matanya langsung melebar.
"Tali ini..." Ia mengerahkan tenaga lebih, tetapi tali busur itu tetap terasa kencang.
Yi Hang menatapnya dengan ekspresi geli. "Kau perlu lebih banyak kekuatan."
Linlin mendengus dan mencoba menariknya lagi. Kali ini, ia berhasil menarik sedikit, tetapi segera saja tangannya gemetar.
Yi Hang tertawa pelan. "Sudah cukup."
Linlin mendesah dan menyerahkan busur itu kembali. "Kau menang."
Yi Hang menyampirkan busurnya lagi di punggung. "Itu bukan masalah menang atau kalah. Hanya butuh latihan."
Linlin mendecak. "Aku lebih suka menggunakan pistol."
Yi Hang menoleh padanya dengan alis berkerut. "Pistol?"
Linlin langsung terdiam, menyadari kesalahannya. "Ah, sial. Aku lupa kalau ini bukan dunia modern."
Yi Hang memperhatikan ekspresinya yang berubah canggung. "Apa itu?"
Linlin cepat-cepat menggeleng. "Ah, tidak ada. Lupakan saja."
Yi Hang menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya menghela napas. "Kau benar-benar misterius."
Linlin tersenyum kecil. "Lebih baik sedikit misterius daripada membosankan, bukan?"
Yi Hang menggeleng sambil tersenyum tipis, tetapi tidak berkata apa-apa lagi.
Mereka kembali berjalan dalam keheningan selama beberapa menit sebelum Linlin bertanya lagi, "Di desa itu... kau tinggal dengan siapa?"
Yi Hang menoleh padanya. "Kenapa ingin tahu?"
Linlin mengangkat bahu. "Aku hanya penasaran."
Linlin mengamati wajahnya yang tampak tenang, lalu bertanya hati-hati, "Kau tinggal sendirian?"
Yi Hang menegang sesaat sebelum akhirnya mengangguk. "Dulu aku tinggal bersama kakekku, tapi sekarang... aku sendiri."
Linlin menatapnya sejenak, lalu berkata pelan, "Maaf jika aku menanyakan sesuatu yang menyakitkan."
Yi Hang menggeleng. "Tidak apa-apa."
Linlin mengangguk kecil, lalu, entah kenapa, satu pertanyaan lain meluncur dari mulutnya. "Kau belum menikah?"
Yi Hang tersentak sedikit, tidak menyangka Linlin akan menanyakan itu. Ia terdiam sejenak, lalu menjawab dengan nada datar, "Belum."
Linlin menaikkan alis. "Kenapa?"
Yi Hang tidak langsung menjawab. Dalam hati, ia sendiri tidak pernah terlalu memikirkan soal pernikahan. Tak ada gadis yang menarik perhatiannya, dan ia juga tidak merasa butuh seorang istri—setidaknya, sampai ia bertemu dengan wanita di depannya ini.
Menyadari keheningannya terlalu lama, Yi Hang akhirnya menjawab, "Belum ada yang cocok."
Linlin menatapnya, lalu tersenyum jahil. "Apa kau terlalu pemilih?"
Yi Hang menatapnya sekilas, lalu berdeham pelan. "Mungkin."
Linlin terkikik kecil. "Sepertinya kau tipe pria yang sulit didekati."
Yi Hang tidak menanggapi, tetapi sudut bibirnya sedikit terangkat.
Linlin tidak tahu bahwa, bagi Yi Hang, selama ini ia memang tidak tertarik pada gadis manapun. Namun, sejak pertemuan mereka di gunung, ia merasa wanita di depannya ini... berbeda. Sesuatu dalam dirinya mengatakan bahwa Linlin bukan wanita biasa, dan untuk pertama kalinya, ia merasa ingin mengenal seseorang lebih dalam.
Keheningan kembali menyelimuti mereka sampai akhirnya jalan setapak berubah menjadi tanah yang lebih padat. Linlin menyadari mereka semakin mendekati perkampungan saat mulai terlihat rumah-rumah kayu sederhana di kejauhan.
Saat mereka memasuki desa, beberapa penduduk yang sedang beraktivitas langsung menoleh. Tatapan mereka dipenuhi rasa ingin tahu.
Linlin mendekat ke sisi Yi Hang dan berbisik, "Kenapa mereka melihatku seperti itu?"
Yi Hang meliriknya sekilas. "Karena kau orang asing di sini."
Baru saja Linlin hendak menanggapi, seorang pria setengah baya dengan tubuh kekar mendekat. "Yi Hang! Dari mana saja kau?"
Yi Hang mengangguk kecil. "Berburu di gunung."
Tatapan pria itu beralih ke Linlin. Matanya menyipit penuh rasa ingin tahu. "Dan gadis ini? Siapa dia?"
Sebelum Yi Hang sempat menjawab, seorang wanita tua lainnya ikut bergabung dalam percakapan, matanya penuh selidik. "Hang'er, apa kau akhirnya membawa pulang seorang istri?"
Linlin hampir tersedak ludahnya sendiri. "A-a-apa?"
Yi Hang menghela napas. "Bukan begitu, Bibi Liu."
Bibi Liu mengangkat alis, lalu melirik Linlin dari atas ke bawah. "Kalau bukan istrimu, lalu siapa dia?"
Linlin merasa ingin menghilang saat semua tatapan kini tertuju padanya. Ia melirik Yi Hang, berharap pria itu segera menjelaskan.
"Dia tersesat di gunung," kata Yi Hang akhirnya. "Aku membawanya ke desa untuk sementara waktu."
Pria setengah baya itu mengusap dagunya. "Tersesat? Dari mana asalnya?"
Linlin terdiam sejenak sebelum menjawab, "Dari tempat yang jauh."
Jawabannya justru semakin membuat mereka penasaran.
"Tepatnya seberapa jauh?" tanya Bibi Liu.
Linlin tersenyum kaku. "Cukup jauh hingga aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa sampai ke gunung itu."
Yi Hang meliriknya dengan kening berkerut. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu?"
Linlin terbatuk pelan, mencoba menghindari pertanyaan lebih lanjut. "Itu... ceritanya panjang."
Penduduk desa saling berpandangan, tetapi sebelum ada yang bertanya lebih lanjut, Yi Hang berbicara, "Aku akan membawanya ke rumah dulu."
Pria setengah baya itu mengangguk, tetapi ekspresi curiganya belum hilang sepenuhnya. "Baiklah. Tapi hati-hati, Yi Hang."
Yi Hang tidak menjawab dan kembali berjalan, meninggalkan para penduduk yang masih membicarakan mereka di belakang.
Linlin berbisik, "Mereka benar-benar ingin tahu segalanya."
Yi Hang menahan tawa. "Mereka hanya ingin memastikan kau bukan orang jahat."
Linlin mendesah. "Aku merasa seperti..."
Yi Hang menunggu kelanjutan ucapannya, tetapi Linlin terdiam.
Linlin buru-buru mengoreksi kata-katanya agar lebih sesuai dengan zaman ini. "Aku merasa seperti orang asing yang tiba-tiba masuk ke tempat yang sangat tertutup."
Yi Hang mengangguk. "Itu memang benar."
Mereka akhirnya sampai di sebuah rumah kayu sederhana di pinggir desa. Linlin menatapnya dengan perasaan campur aduk.
Besuk isinya manipulasi
lanjut💪💪💪💪