Demi masa depan, Tania Terpaksa menjadi wanita simpanan dari seorang pria yang sudah beristri. Pernikahan Reyhan yang di dasari atas perjodohan, membuat Reyhan mencari kesenangan diluar. Namun, dia malah menjatuhkan hatinya pada gadis yang menjadi simpanannya. Lantas, bagaimana hubungannya dengan Kinan, dan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nova Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Izin ke kampus.
Mobil mini berlogo sayap milik Tania sudah sampai di halaman parkir kampus, hari ini Tania tidak berniat kuliah, melainkan untuk mengurus izin kepulangan dirinya ke kampung halaman.
Tania memperkirakan ia akan lebih lama disana, karena banyak yang harus diurus.
Toni melihat kedatangan Tania langsung menyambutnya.
“Tania,” Toni menghampiri Tania yang berjalan ke arah kantor dosen.
Tania berhenti, menoleh pada Toni dan melambaikan tangan padanya. Toni berlari kecil menghampiri Tania.
“Lu, mau kemana?”
“Kantor dosen.” menjawab sambil terus berjalan.
Toni menghentikan langkahnya, “ngapain?” Toni sudah menebak- nebak apa yang Tania lakukan di kantor dosen.
Apa jangan- jangan dia dipanggil karena sering nggak masuk, ya?
“Nggak pa-pa, Ton, gue mau izin beberapa minggu.”
Toni kaget dengan jawaban Tania.
“Hah! Lu ada masalah, Tan?”
“Haha, nggak. Cuman ada urusan sedikit,” Tania menyatukan telunjuk dan jempolnya saat mengatakan sedikit.
“Beneran, Tan. Lo nggak pa- pa ‘kan?” masih memastikan keadaan, Tania.
“Beneran, Ton.”
“Terus, kenapa lu kemarin nggak masuk? Nggak ada kabar, gua telepon nggak, lu angkat.”
Dia ini kenapa, sih. Bawel banget, mana lagi buru- buru, ntar dosen pada masuk kelas dah ini. Tania menggerutu.
“Toni, gua nggak pa- pa. Beneran, dan gua sekarang mau ke kantor dulu, oke, bye.”
Tania berlalu meninggalkan Toni yang menatap punggung Tania, tanpa menjawab lebih jelas. Toni diam dan berpikir sebentar, lalu ia memutuskan untuk menunggu Tania di luar kantor.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya Tania keluar, Toni langsung menghampirinya.
“Toni, lo disitu dari tadi?”
“Iya, gua khawatir sama, lu.”
“Apaan sih. Gua nggak pa- pa, ih.” Tania memukul bahu Toni sambil tertawa ringan.
“Yaudah, ya. Gua mau cabut dulu, bye Toni.” Tania melambaikan tanganya pada, Toni.
Toni memaksakan senyum, dan membalas lambaian tangan Tania.
Semoga kamu baik- baik saja, Tania.
Toni pergi setelah Tania menghilang dari pandangan matanya, dan masuk ke kelas, dia sudah terlambat sekarang.
_____
Tania sudah kembali ke apartemen, mengepak barang dan baju yang akan dibawanya nanti ke kampung.
Tania bersenandung senang, rindu pada sang Ibu yang sudah ia tahan selama ini akhirnya akan melepasnya.
Setelah selesai dengan urusannya, Tania menelpon Reyhan untuk berpamitan.
“Halo, Mas ganteng kesayanganku.”
“Hemmm, kenapa?” Menjawab cuek, padahal hatinya sedang berbunga mendengar ucapan Tania.
“Ck,” mendengus kesal dengan jawaban Reyhan, dan kemudian kembali ceria “Mas Reyhan, aku pamit, ya. Aku bersiap mau ke bandara sekarang.”
Reyhan melihat jam, “sudah waktunya, ya?”
“Iya, sayang. Aku take off jam 15:00, jadi mau berangkat sekarang, takut macet di jalan.”
“Baiklah, tunggu sebentar, Mas kesana.” Reyhan sudah bersiap untuk mengantarkan Tania tapi gadis itu melarangnya.
“Nggak usah, Mas. Mas Reyhan pasti sibuk, aku pergi sendiri saja, nggak apa- apa, kok.”
“Kau tidak mau ku antar?” Kini sudah mengeluarkan nada menekan saat bertanya, lebih tepatnya memaksa.
“Ah, tidak- tidak. Baiklah, kalau begitu aku tunggu di lobi saja, ya?”
Sebenarnya, Tania senang jika Reyhan bisa meluangkan waktunya hanya untuk sekedar mengantarkan ia pergi. Tapi, Tania juga tidak ingin mengganggu Reyhan yang sedang bekerja.
Kalau sudah memaksa, ya sudahlah, apa boleh buat. Gumam Tania.
“Hemmm, sepuluh menit lagi, Mas akan tiba.” Nadanya sekarang sudah lembut.
Sambungan telepon mati, Tania bersiap keluar kamar menuju lobi sambil membawa kopernya.
Sampai di lobi, Tania menunggu Reyhan, duduk di sofa bermain ponsel sambil mendengarkan musik, memakai headphone.
“Hai,” pemuda yang bertemunya tempo hari lalu saat di lift menyapa Tania.
Tania melepas headphone, “hai, ada apa?”
“Tidak, aku hanya melihatmu membawa koper,” matanya menunjuk koper di samping Tania, “mau liburan?”
“Ah, ini, iya hehe.” Menjawab sekenanya saja, toh mereka juga baru sekali bertemu.
“Alex,” menyodorkan tangan “kamu?” Lalu bertanya pada Tania.
“Tania,” menjawab tanpa menyambut tangan pemuda di hadapannya dan kembali sibuk dengan ponselnya.
Alex menarik tangannya, dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tring..
[Mas di depan.] Tania mengedarkan pandangannya saat menerima pesan.
“Ah, itu dia.” Mata Tania tertuju pada mobil putih di depan lobi.
“Permisi,” Tania pergi saat Alex ingin berbicara lagi menarik kopernya menuju mobil.
Alex menatap dari jauh, Tania yang pergi.
Sampai di mobil, koper Tania di sambut sopir Reyhan dan memasukkannya ke bagasi.
Reyhan membuka pintu agar Tania masuk, tapi ia hanya diam di depan pintu mobil dengan dahi terlipat.
Apa? Apa maksudnya, kenapa tidak membuka pintu mobil yang di sana, malah membuka pintu yang ia duduki kursinya. Apa dia mau langkahi atau apa? Tania bingung dengan apa yang dilakukan Reyhan.
“Masuk!” Reyhan menyuruh Tania masuk karena gadis itu masih diam berdiri memandangnya dengan imut.
Ya, menurut Reyhan imut.
“Bagaimana?” Masih menunggu kejelasan dari Reyhan.
Reyhan membuang nafas, kesal.
“Tania!”
“Ah, baik, baik.” Tania langsung naik mendengar nada yang menekan dari Reyhan.
Masa bodo lah, biar saja nanti aku langkahi, bukan salahku ya.
Mobil tertutup, saat Tania ingin melangkah ke kursi di samping Reyhan, tubuh Tania ditarik membuatnya terjatuh di pangkuan Reyhan, dan mobil sudah keluar meninggalkan apart.
Aah, jadi ini maksudmu, ya. Pantas saja pintu itu tidak dibuka.
“Sayang, malu.” Tania masih berusaha untuk turun dari pangkuan Reyhan.
“Malu dengan siapa?” Bertanya, karena di pandangannya hanya ada Tania tidak ada orang lain.
“Itu,” Tania menunjuk sopir yang di belakang kemudi, fokus pada jalan.
“Apa, kau melihat kami?” Reyhan bertanya tanpa menyebut siapa yang ajak bicara.
“Tidak, tuan.” Ajaib, sopirnya tahu jika dia yang diajak bicara dan menjawab.
Sudahlah, Tania menyerah, membiarkan tubuhnya di pangku oleh Reyhan.
“Apa yang kau pakai ini, Nia?” Reyhan sibuk melihat pakaian yang dikenakan Tania.
“Mas, aku mau pulang kampung, jika aku pakai baju- bajuku yang biasa, nanti Ibu pasti akan bertanya.” Memberi alasan yang pasti.
Sebelum pergi, Tania mampir ke toko baju yang ada di ruko- ruko, memilih baju yang biasa saja. Lalu membeli sepatu garis tiga yang KW.
Tania ingin pulang dengan keadaan seperti ini, tidak mau membuat ibunya khawatir jika melihat Tania memakai barang mewah.
“Heemmm, tapi jangan bawa pulang baju ini saat kembali.”
Masih tidak suka dengan pakaian Tania, jika bukan karena alasan itu, mungkin sekarang Reyhan sudah merobek baju Tania dan membawanya ke store merek ternama di mall.
“Iya, sayang, iya.” Mencium pipi Reyhan, dan melingkarkan tangannya ke bahu Reyhan.
Padahal baju seperti ini juga nyaman, loh. Meskipun sedikit gerah tapi ini bagus.
Jalanan lumayan lenggang, mungkin karena sudah selesai jam makan siang, jadi tidak banyak kendaraan di jalan.
“Em, Mas.”
“Hem,” diam, setelah di jawab. Tania diam seakan sedang berpikir.
“Kenapa?” Reyhan memperhatikan Tania yang masih belum membuka mulut dan.
“Aw, mas, sakit.” Reyhan menggigit tangan Tania yang malah asik memainkan dasi.
“Belum bicara juga?”
Reyhan sudah mengambil posisi ingin menggigit bibir Tania kali ini, tapi sebelum itu Tania bicara.
Sabar kenapa, sih, Mas. Aku Kan sedang mengatur kata agar tidak terlihat cemburu.
“Jika aku sudah di kampung, kamu pulang kemana?”
“Ck, pulang ke rumah lah, kemana lagi.” Menjawab, dan menunggu respon Tania.
“Ke Rumah Mas?”
“Hemm, jadi aku harus kemana lagi”
Haha, lihat wajahnya itu, dia pasti sedang cemburu. Reyhan tertawa dalam hatinya, senang melihat Tania yang cemburu.
“Kenapa, kau cemburu?”
“Haha, sayang, mana mungkin aku cemburu. Aku hanya ingin kirim salam pada, kak Kinan.”
“Baiklah, akan ku berikan salam mu padanya.” menjawab enteng perkataan Tania.
Hey tuan Reyhan yang terhormat, apa kau sudah gila, aku hanya basa basi bercanda, bercanda tuan Reyhan. Lagipula apa yang mau kau katakan. Kinan sayang, kau dapat salam dari simpananku, Tania. Begitu.
Tania memaki Reyhan dalam hati, namun wajahnya tersenyum ceria.
“Haha, Mas, aku hanya bercanda. Jangan mengada ada.”
“Aku tidak mengada ada. Aku akan..” Tania menutup mulut Reyhan dengan tangan tidak mau mendengar lagi perkataannya.
“Hei! bukan seperti ini untuk membuatku diam. Tapi seperti ini.”
Reyhan tidak terima apa yang dilakukan Tania, dan mengajarinya yang benar yakni menutup mulut dengan mulut. Haha, benar menurut versi Reyhan.
Mereka sudah ada di dalam bandara, ternyata Reyhan tidak hanya mengantar, ia juga menunggu sampai, Tania masuk pesawat dan Take off setelahnya baru Reyhan kembali ke Kantor.
Epilog.
Mobil putih yang di tumpangi Reyhan dan Tania sudah pergi meninggalkan halaman apartemen.
“Halo, mereka baru saja pergi. Sepertinya hanya Tania saja yang akan pergi.”
“Kerja bagus, Alex. Aku akan mengirimkan bonus untukmu.” Suara di seberang telepon sana membuat Alex tersenyum tipis.
Bersambung…