Izinkan Aku Untuk Bercerai

****

Hari ini, Victor bisa dipastikan berada di dalam rumah seharian karena pria itu sedang libur. Setelah Amy pergi, Karina buru-buru naik ke lantai atas, kemudian masuk ke dalam kamarnya. Menghadapi Victor terlalu lama hanya akan membuat kepalanya terasa pecah.

Ponsel yang sejak semalam Karina anggurkan di atas nakas itu meraih atensinya. Tidak ada satu pun panggilan dari Edward sejak semalam, bahkan hari ini. Pria itu menghilang tanpa kabar, dan Karina harus dibuat kebingungan oleh Edward.

"Apakah aku membuat kesalahan? Apakah perkataanku kemarin menyakiti perasaannya?" Karina mengelus sembari meraih ponsel tersebut dan duduk di sisi ranjang.

Clara dan Natty juga belum menghubungi Karina. Mereka pasti sibuk dengan kekasihnya masing-masing sejak semalam. Hanya Karina yang tidak merasakan hal itu dan sekarang malah terjebak dalam satu rumah bersama pria menyebalkan.

Edward sebelumnya tidak pernah melakukan hal tersebut. Pria itu pasti mengiriminya pesan jika akan pergi dalam beberapa hari. Meskipun pada ujungnya Karina tidak dapat menghubunginya, setidaknya Karina sudah mengetahui ke mana pria itu pergi. Tidak seperti sekarang.

"Apakah aku harus menemui Edward di rumahnya? Sial, Victor tidak mungkin pergi ke mana-mana hari ini. Apa yang harus aku lakukan agar pria itu pergi dari rumah ini, ya?" Karina mulai berpikir dengan keras.

****

"Natty, apa sebaiknya kita membicarakan soal Edward pada Karina dalam waktu dekat ini?" tanya Clara yang baru saja bangun dari tidurnya.

"Aku tidak ingin ikut campur, Cla. Meskipun Edward salah, tetapi aku tidak ingin terseret dalam masalah ini."

Clara memutuskan untuk diam dan kembali menatap layar ponselnya. Sejak awal, Clara dan Natty sudah mengetahui soal perselingkuhan Edward, tetapi mereka tidak memiliki mental besar untuk mengatakannya pada Karina. Menurut Natty, biarlah Karina sendiri yang mengetahui semua kebusukan Edward yang selalu perempuan itu sanjung tinggi-tinggi.

"Aku seperti ini bukan karena membenci Karina, Clara. Aku rasa, Karina bisa putus asa jika semisal ia mengetahui tentang semua perselingkuhan Edward. Untuk seseorang yang belum bisa mengikhlaskan kepergian kedua orang tuanya, dikhianati oleh pasangan yang amat kita sayang adalah sebuah penderitaan kedua."

"Ya, kau benar, Natt."

Mereka masih ingat saat Karina harus kehilangan kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan. Ayah dan ibunya meninggal secara bersamaan di tahun akhir sekolahnya ketika Karina akan berusia delapan belas tahun.

Mereka masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana frustasinya seorang Karina. Sampai-sampai Karina pernah menutup diri, menjadi pendiam dan beberapa kali pernah hampir melakukan sesuatu yang mencelakai dirinya sendiri.

Namun, semuanya mulai membaik sejak Edward datang. Itu lah mengapa Natty tidak sanggup menceritakan soal keburukan Edward kepada Karina. Natty tidak ingin sesuatu yang buruk pada Karina terulang kembali. Sudah cukup mereka kehilangan sosok teman mereka dalam satu tahun penuh.

"Aku tidak berbohong, tetapi terkadang aku ingin membunuh Edward di hadapanku. Pria itu terlalu brengsek untuk Karina."

Clara menganggukkan kepalanya. Seandainya saja Natty mengetahui tentang Karina yang sudah memiliki status menjadi suami orang lain, mungkin Natty akan mengatakan tentang kebusukan Edward secara langsung kepada Karina.

Clara bisa memastikan jika Natty pasti akan lebih mendukung suami Karina di banding dengan Edward yang sudah sangat jelas berstatus sebagai pria perusak.

"Aku tidak tahu harus menjauhkan Karina dari Edward dengan bagaimana caranya, Cla. Kau punya ide? Barangkali kita bisa memakainya."

"Untuk sekarang, aku tidak memilikinya, Natt."

"Sebelum terlambat, kita harus menyelamatkan, Karina."

****

"Kakek Karina dilarikan ke rumah sakit. Kemungkinan besar, kakek Karina tidak akan bertahan lama lagi. Untuk berjaga-jaga, tolong jangan sampai Karina mengunjungi rumah kakeknya terlebih dahulu."

Victor tidak berhenti menatap layar ponselnya sejak tadi. Panggilan dari ayahnya beberapa menit lalu telah berhasil membuat perasaan Victor sedikit tidak tenang.

"Aku belum bisa menemukan siapa pembunuh kedua orang tuanya, tetapi sekarang keadaan kakeknya justru semakin mengkhawatirkan." Victor memijat pelipis matanya.

Kecelakaan yang terjadi kepada kedua orang tua Karina bukanlah kecelakaan biasa. Mobil yang mereka tumpangi sengaja ditabrak dari arah berlawanan. Orang yang telah menabrak memang telah tertangkap, tetapi Victor dan juga kakek Karina sangat tidak yakin.

Perjodohan Karina dan juga Victor sengaja dilakukan oleh sang kakek untuk berjaga-jaga jika penyakitnya sudah tidak tertolong, maka Karina masih memiliki seseorang yang bisa berada di sisinya, sehingga kakeknya tidak perlu khawatir jika Karina akan meringkuk sendirian di dalam kamar yang gelap seperti pada saat kedua orang tuanya meninggal.

"Sepertinya, mereka memang sengaja menabrak mobil yang ditumpangi oleh putra dan menantuku. Aku tidak tahu apa alasannya, tetapi aku merasa jika sang penabrak adalah seseorang yang mendapatkan perintah."

Obrolan itu masih begitu hangat di telinga Victor. Mereka berbicara di dalam sebuah ruangan private bersama ayah Victor juga. Semua yang terjadi kepada kedua orang tua Karina, dipastikan tidak sampai pada telinga cucunya tersebut. Kakek Karina ingin jika Karina hidup tanpa memikirkan siapa orang yang telah melenyapkan nyawa kedua orang tuanya.

"Victor, apakah kau di dalam?"

Suara Karina dari balik pintu membuyarkan lamunannya. Sebelum Victor membuka mulut, perempuan itu sudah menonjolkan kepalanya di celah pintu dengan senyum palsunya. Selang beberapa detik, Karina masuk ke dalam dengan kedua tangan yang ia letakkan di balik tubuhnya.

"Apakah pekerjaanmu hari ini sangat banyak?" tanyanya dengan kepala yang sibuk memperhatikan meja kerja Victor. Berharap jika pria itu memiliki tumpukan berkas di sana.

"Gelagatmu sangat mengkhawatirkan."

"Hey! Kenapa kau selalu bersikap buruk kepadaku? Aku hanya ingin memastikan saja apakah hari ini kau memiliki banyak pekerjaan, atau justru kau memiliki jadwal untuk ... pergi ke luar, misalkan," ucap Karina dengan senyum tipisnya.

"Kenapa? Kau berharap aku akan mengajakmu pergi makan malam?"

Karina menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak. Makan malam denganmu tidak berbeda jauh dengan makan malam bersama patung. Bukan seleraku."

Victor tersenyum miring sekilas. Kemudian, pria itu mulai berdiri dari posisinya. Berjalan perlahan pada Karina yang masih sempat-sempatnya memberikan senyum penuh rayuan kepada Victor.

"Jika kau sangat berani untuk datang ke dalam ruanganku seperti ini, biasanya ada yang kau inginkan dan yang kau inginkan tersebut sudah dipastikan tidak bisa akalku terima dengan baik." Victor berdiri tepat di hadapan Karina dengan tatapan penuh intimidasi.

"Apa yang kau inginkan?"

"Sebenarnya kau salah ta—"

"Katakan sekarang juga, sebelum aturan-aturan tak masuk akal keluar dari dalam mulutku, Karina."

Karina menegakkan tubuhnya. Kedua tangannya yang berada di balik tubuh perempuan itu mulai berkeringat dingin. Takut jika bayangannya tidak akan sesuai lagi.

"Boleh tidak kalau aku memelihara seekor anjing?"

Pertanyaan yang seharusnya tidak Karina ucapkan. Akibat gugup, perempuan itu akhirnya mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak ia pikirkan sebelumnya.

"Tidak. Bukan seperti itu, Karina. Seharusnya ... boleh tidak semisal aku pergi hari ini untuk menemui Edward?"

****