Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8.
"Siang, Ma."
Bella tidak menjawab. Ia sedang sibuk, dengan memberikan instruksi kepada koki dan pelayan.
"Ma," panggil Sera dan saat itu, sang mama menoleh dan menatapnya dengan tertegun.
"Sera?" Bella maju selangkah, dengan tatapan mata yang masih bingung.
"Bagaimana, Ma?" Sera memamerkan riasannya. "Aku mengunjungi temanku yang bekerja sebagai make up artis. Aku mau dia jadi MUA saat hari pernikahan nanti."
Bella tidak langsung menjawab. Ia memperhatikan riasan sang putri, yang berbeda dari biasanya.
"Jadi, kamu berinisiatif mencari sendiri?"
"Iya, Ma."
"Baguslah, Mama suka. Dengan kamu berinisiatif, berarti kamu sudah siap untuk menikah. Kalau begitu, mengenai riasan, Mama serahkan ke kamu."
Sera hanya tersenyum sekilas. Lalu, berpamitan menuju kamar. Disana Wita sudah menunggu, untuk melakukan pekerjaannya, yang tidak lain menghapus make up.
"Bagaimana, Non?" tanya Wita dengan penasaran.
"Beres," jawab Sera dengan nada lesu.
"Tapi, kenapa Non tidak semangat?"
"Gue merasa putus asa. Gue masih muda, kenapa juga harus buru-buru menikah." Sera mengambil posisi duduk di meja rias, menatap wajahnya depan cermin. "Apalagi, menikah bukan dengan pria yang aku suka."
"Sabar, Non. Seiring waktu, cinta itu bisa tumbuh."
"Cih. Lu pikir, kenyataan hidup tuh, kayak di drama."
"Bisa aja, Non. Apalagi tiap hari ketemu, saling mengenal dan saling berkomunikasi. Lama-lama, kan bisa saling suka."
"Ah, malas. Hapus ni bedak, berat muka gue."
"Iya, Non. Kan dari tadi, udah mulai ke hapus."
Sera memejamkan mata, membiarkan Wita, melakukan pekerjaannya. Setelah selesai, Sera memilih untuk mengurung diri dalam kamar. Ia duduk termenung diatas tempat tidur, sembari menatap jendela.
Setelah menikah, bagaimana kehidupannya kelak? Mengingat, sang calon suami seperti seorang diktator. Setelah menikah, ia harus melakukan apa? Begitu banyak beban pikiran, yang menumpuk dan tak satu pun, ia memiliki solusi.
Tanpa permisi, air mata Sera meluncur bebas. Tiba-tiba saja, ia merasa sangat hampa. Ia memeluk kedua lututnya, menjatuhkan kepala dan terisak.
"Aku merindukanmu. Sampai kapan, kau akan menghukumku?"
Bahunya bergetar, suara tangisnya pecah begitu saja. Sera merasa, hidup yang ia jalani adalah sebuah hukuman. Harus menjadi orang lain, membuatnya hampir melupakan jati dirinya.
Menjelang sore, Sera mulai bersiap. Seperti biasa, ia harus berdandan dan memakai pakaian, yang disiapkan sang ibu.
"Non Sera, habis nangis?" tanya Wita, setelah memperhatikan wajah Sera yang sembab.
"Tutupin, biar nggak keliatan," ujar Sera.
"Baik, Non."
Wita mengetahui kehidupan Sera. Ia sudah bekerja cukup lama sebagai asisten. Ia tahu, siapa sosok yang bisa membuat Sera tiba-tiba menangis. Dan, membuat Sera memiliki dua kehidupan, yang tidak seharusnya. Satu sisi, ia harus tampak feminim dan anggun. Sisi lain, ia menjadi diri sendiri, dengan penampilan seadanya.
"Non, ibu bilang. Tamunya datang jam 7 dan Non, harus turun menyambut didepan."
"Hmm."
Wita merapikan peralatan make up diatas meja. Ia juga merapikan kamar Sera yang berantakan. Sementara, Sera duduk memperhatikan asistennya.
"Wit, kontrakan gue gimana?"
"Aman, Non. Pak Herman, udah bersihin. Semua pakaian juga sudah diambil dari laundry."
Pukul tujuh malam, Sera dan kedua orang tuanya, duduk menunggu diruang tengah. Sembari, bercerita tentang pernikahan. Sera hanya membisu dan mendengarkan saja. Jika ditanya, hanya menjawab iya, tanpa tambahan kata lain.
Suara seru mesin terdengar dihalaman. Mereka kompak bangkit dan berjalan keluar, untuk menjemput sang tamu.
"Selamat malam," sapa kedua orang tua Sera, yang langsung berjalan menghampiri hingga depan mobil.
Sera hanya menebarkan senyuman, dari jarak yang tidak cukup jauh. Senyuman itu, hampir memudar, saat Bintang berjalan kearahnya.
Dan,
Cup,
Satu kecupan mendarat dengan tiba-tiba, di kening Sera. Sera melotot, karena kaget. Apalagi, sang calon suami tersenyum dengan penuh makna.
"Kau menungguku?" ujar Bintang, yang tanpa permisi langsung merangkul pinggang Sera.
Tahan, Sera! Sabaaaarrr.....
"Iya, Kak."
Interaksi keduanya, disambut dengan senyuman oleh kedua orang tua mereka.
Makan malam berlangsung dengan harmonis. Sera dan Bintang, mengobrol layaknya sepasang kekasih, yang sudah tidak sabar untuk menikah. Tapi, saat mereka duduk berdua ditaman samping rumah.
"Akting kamu bagus," puji Bintang, "besok kita akan fitting gaun pengantin."
"Iya, Kak. Kebetulan besok, aku tidak ada kuliah."
"Aku akan jemput. Biar cepat beres, sekalian pesan cincin nikah."
"Iya, Kak."
Bintang menatap Sera, sembari tersenyum, seolah mengejek.
"Kau sangat membosankan. Apa tidak ada kata-kata lain. Tapi, tidak apa. Aku suka, karena kamu sangat penurut," ujar Bintang.
Sera, lagi-lagi tersenyum. Perlahan, ia menarik napas dan menghembuskannya.
Sabaaaarrrrr....
"Ah, aku hampir lupa." Bintang memberikan sebuah kartu debit. "Aku akan memberikanmu gaji yang sangat besar."
"Terima kasih, Kak." Sera langsung mengambilnya, tanpa ada drama malu-malu.
"Kamu tahu, kan. Apa tugas kamu?"
"Tahu, Kak."
"Bagus." Bintang, menggeser posisi duduknya dan maju beberapa centi kearah Sera. "Mengenai kontrak kita, aku tidak tahu akan berlangsung berapa lama. Tapi jangan khawatir, aku yakin kau tidak akan tua secepat itu. Hahahaha.... "
Anjirrr, pengen gue tabok tuh gigi, biar copot.
Sera menatap, tanpa ekspresi. Ia hanya mampu, memaki dalam hati. Lama-lama, ia akan kurus kering, karena banyak memendam amarah yang tak bisa ia lampiaskan.
Entah, berapa lama kesabaran Sera akan bertahan. Terlalu banyak hal, yang membuatnya harus terus menerus menarik napas, agar tetap waras.
"Kak, apa boleh aku pacaran?" tanya Sera, dengan wajah sok lugu.
Dan pertanyaan itu, sukses membuat senyum diwajah Bintang sirna seketika.
"Jangan macam-macam kamu!" desis Bintang, wajahnya mendadak serius dengan sorot mata tajam, "dalam kontrak, semua sudah jelas."
"Aku hanya bertanya, Kak."
Makanya, jangan sok! Lu pikir, gue nggak punya cadangan.
"Sebaiknya, kau mencari pertanyaan lain." Bintang beranjak pergi, tanpa permisi.
Sera hanya menatap, sembari menahan senyum. Ia juga tidak berniat untuk menyusul Bintang. Bersikap masa bodoh, adalah keahliannya.
"Kapan kalian fitting baju?" tanya ibu Bintang. Kini mereka berkumpul diruang tengah.
"Besok, Ma. Biar cepat beres," jawab Bintang.
Sera yang duduk disamping Bintang, hanya diam dan mendengarkan. Urusan pernikahan, ia hanya akan mengikut tanpa protes. Lagi pula, ia terpaksa menerima perjodohan. Jadi, untuk apa bersusah-susah memberi saran.
Kedua orang tua mereka, sibuk membicarakan acara pernikahan nanti. Mulai dari undangan, lokasi, hingga dekorasi. Apalagi, kedua ibu mereka yang sepertinya lebih bersemangat, dibandingkan dengan calon pengantin.
Sera ingin waktu berlalu dengan cepat. Segera menikah, lalu berpisah sesuai kontrak. Dengan demikian, ia bisa menjalani hidup sesuai keinginannya. Sebab, dengan gagalnya pernikahan. Ia memiliki alasan, untuk menolak perjodohan nantinya. Yah, rencana yang sempurna. Tapi, apakah akan berjalan dengan lancar?
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up