Nakki hanyalah gadis kecil yang lugu, kesehariannya hanya bermain, siapa sangka ia dinikahkan dengan Jendral karena janji kakeknya dan kakek Sang Jendral, sebelum meninggal menulis wasiat, agar Manik menikahi Nakki kelak di kemudian hari.
Jendral yang patuh pada kakek nya dan juga sangat sibuk dengan urusannya bersama raja, tidak punya banyak waktu untuk berfikir langsung menikahi Nakki tanpa melihat wajah gadis itu lebih dulu.
Sayangnya, Jendral meninggalkan istri mudanya untuk waktu yang lama, bersama istrinya yang dipenuhi rasa cemburu, hingga membawa kesulitan bagi Nakki yang tidak memahami apa kesalahannya.
Di dera banyak ujian bersama istri pertama dan kedua Jendral Manik, Nakki kabur dan pulang ke kebun peninggalan kakeknya, sebuah konspirasi jahat membuat Nakki terjatuh ke jurang, lalu muncul sinar terang dari langit menyambar tubuhnya, tubuhnya hanya luka ringan, bahkan memiliki kekuatan setelahnya membuat dirinya jenius dalam berbagai hal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Nafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Istri-Istri Jendral Manik
Kepala pelayan kemudian mengantar Nakki untuk beristirahat di sebuah bangunan kecil dan terawat di belakang rumah kedua istri Jendral.
Ruangan tersebut merupakan salah satu dari beberapa paviliun tempat tamu-tamu Jendral menginap.
Kini salah satunya ditempati oleh Nakki, yang ditunjukkan oleh Jendral untuk ditempati Nakki sebagai salah satu istri sahnya.
"Silahkan nona muda, anda beristirahat lah dulu, air hangat sudah tersedia kalau nona muda mau mandi, kami akan menyiapkan makanan untuk anda setelah anda membersihkan diri." kepala pelayan menjelaskan dengan rinci.
"Trima kasih bibi." Nakki menunduk sopan, seperti kebiasaannya pada orang yang lebih tua.
"Besok pagi, saya akan mengantarkan nona muda bertemu dengan nyonya Bulma dan Nyonya Desy, istri Jendral Manik, mereka berdua adalah Nyonya rumah yang harus kita patuhi semua perintahnya setelah Jendral Manik." Kepala pelayan seakan memberi isyarat bahwa keduanya adalah orang yang berkuasa di istana ini bila Jendral Manik tidak ada di tempat.
"Baik bibi, terimakasih sekali lagi." Nakki tetap dengan sikap santunnya.
Kepala pelayan meninggalkan ruangan Nakki dan menutup pintu, memberi waktu bagi Nakki membersihkan dirinya.
Nakki berjalan mengamati sekeliling ruangan yang tampak terawat dan bersih. Beberapa kotak pakaian dan perlengkapan yang dibawanya tersusun di sudut ruang tamu berukuran kecil itu.
Terdapat juga beberapa kotak berukir indah pemberian Jendral kepadanya sebagai hadiah pernikahan.
Entah kapan Jendral menyiapkan itu semua, Tiba-tiba saja sudah ikutan turun dari kereta sewaktu dirinya sampai di kediaman Jendral.
Nakki memasuki kamarnya. Nakki melihat tempat tidur yang bersih dengan seprai putih. Tidak terdapat pernik-pernik pernikahan disana, Tapi Nakki tidak heran karena Nakki pun akan merasa aneh jika Jendral menyiapkan itu semua. Rasanya ia ingin tertawa jika hal itu terjadi.
Mungkin ini yang disebut pengantin anak-anak. hehehe....
Jendral melakukan ini seperti yang didengarnya waktu itu, Pernikahan ini adalah wasiat kakeknya, meski Nakki masih anak-anak, ia cukup faham, jika wasiat artinya sesuatu yang harus dipatuhi meski itu bukan keinginan dari keluarga yang ditinggalkan.
Jendral baru saja menikahi putri Perdana Menteri yang sangat cantik, Jendral juga kabarnya sudah memiliki istri pertama, tentulah mereka wanita-wanita pilihan Jendral yang dicintai dan disayanginya.
"Kakek.... Nakki sudah berada di kediaman Jendral sebagaimana keinginan kakek, Nakki akan aman disini kakek, kakek bisa tenang sekarang, Jendral akan selalu melindungi Nakki." Nakki bergumam sendiri mengenang kakeknya yang belum lama meniggalkannya.
Malam itu Nakki mencoba untuk tidur setelah sebelumnya makan malam. Tiba-tiba saja makanan itu sudah tersaji di meja depan kamar tidurnya, mungkin bibi pelayan yang mengatur saat dirinya membersihkan badan.
Nakki memandang keluar lewat jendela kamarnya, langit tidak begitu cerah, hanya terlihat beberapa bintang diatas sana, angin sesekali terdengar menghempas dedaunan, diikuti bunyi burung-burung malam yang menambah suasana sedikit meresahkan.
Nakki sudah terbiasa tidur sendiri sejak kanak-kanak, kakeknya membiasakan Nakki untuk mandiri dalam menyiapkan keperluannya sendiri.
Meski kakek tidak pernah meminta Nakki bekerja membantunya, Nakki cukup faham dalam mengerjakan beberapa hal mudah, seperti memasak air panas, membuat kopi untuk kakeknya ataupun mencuci piringnya sehabis makan.
Nakki terkenang masa-masa indahnya bersama kakek Boru, bagaimana kakeknya mengajaknya bermain layangan di sawah sehabis panen, kakek akan menerbangkan layangannya tinggi-tinggi dan memberi penerangan didalamnya sehingga langit diatas mereka akan berkelap-kelip di waktu malam oleh cahaya layang-layang yang diterbangkan.
Nakki pun terkenang kebiasaannya menangkap capung yang beterbangan di padang rumput, kakek membuatkan untuknya sebuah jaring kecil yang bisa dipakai menangkap capung dan kupu-kupu.
Begitu banyak ingatannya bermain di pelupuk mata gadis kecil itu hingga matanya lelah.
Akhirnya Nakki tertidur lelap setelah menghibur dirinya sendiri dengan berbagai kenangan masa kecilnya yang sangat indah di ingatannya dan tersimpan rapi di sudut hatinya.
****
Nakki sudah terbiasa bangun pagi-pagi buta, kebiasaannya begitu bangun adalah mencari segelas air putih, itu kebiasaan yang diikuti dari kebiasaan kakeknya.
Nakki adalah peniru yang ulung, sehingga apapun yang dilakukan kakeknya akan mudah diikutinya, meski kakeknya selalu memanjakan dirinya, itulah mengapa ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermain.
Namun gadis itu cepat memahami situasi dimana ia berada, sehingga tidak sulit baginya untuk beradaptasi, seperti pagi ini, Nakki sudah merapikan tempat tidurnya dan sudah membersihkan tubuhnya, berganti pakaian dan duduk tenang menunggu bibi pelayan datang menjemputnya.
Benar saja.
"Tok... tok... tok..." suara pintu paviliun Nakki diketuk pelan.
Nakki segera bangkit membuka pintu.
"Silahkan bibi, saya sudah siap." Nakki membuka pintu lebar
"Oh, baiklah nona muda, mari ikut saya." Kepala pelayan mempersilahkan dengan tangannya sembari membungkuk sopan.
Hehehe.
Dalam hati Nakki terkekeh, belum pernah dirinya dilayani seperti itu, bak seorang putri.
"Bibi, anda lebih tua dari saya, jangan terlalu begitu, saya merasa tidak sopan kepada Anda." tutur Nakki polos.
Haahhh ...
Kepala pelayan sedikit terkesiap, ternyata gadis ini memiliki budi pekerti yang baik.
"Tidak apa-apa nona muda, anda sekarang istri Jendral sudah seharusnya kami patuh." Elak kepala pelayan.
"Tapi Jendral sedang di tempat, dan saya hanya orang biasa bibi, jadi bibi boleh bersikap biasa juga." balas Nakki memberi alasan.
"Baiklah, nona, terserah anda saja, mari menemui Nyonya pertama dan kedua, sebelumnya bibi hanya mengingatkan untuk bersikap hormat pada kedua nyonya rumah." Bibi pelayan mencoba memberi petunjuk.
"Baik bibi, terimakasih, aku akan ingat baik-baik nasehat bibi." Nakki mengangguk mengerti
Mereka menunggu nona di meja makan untuk makan pagi, mari bibi antar kesana.
Mereka berjalan melewati teman-teman bunga yang cantik serta lorong-lorong asri sepanjang paviliun hingga tiba di sebuah ruangan cukup terbuka dan menghadap ke taman.
disana sudah nampak tiga wanita muda yang memiliki kecantikan masing-masing dengan pakaian santai tapi tetap menujukkan pesona wanita bangsawan.
Duduk pula seorang pria muda yang cukup tampan.
Mereka seketika menoleh ketika mendengar derap langkah dari arah paviliun.
Entah mengapa Nakki merasa tatapan itu seakan hendak membelah tubuhnya, meski disana tersungging senyuman, Namun sudut bibir mereka seakan menyiratkan sebuah ejekan.
Nakki belum pernah mendapatkan tatapan seperti itu dari orang-orang di kampungnya, apakah begitu cara orang dari kalangan atas menatap orang kampung yang masuk kerumahnya?
"Maafkan hamba nyonya, saya mengantar Nona Nakki yang tiba semalam. Tuan Jendral memerintahkan untuk ikut bergabung di rumah ini." Tutur Kepala pelayan sambil membungkuk.
"Aku tahu, tuan mu sudah memberi tahu kami sebelum berangkat." jawab nyonya Bulma singkat tanpa mengangkat kepala
"Duduklah... siapa namamu?" ucap nyonya Bulma selaku istri pertama.
"Nakki nyonya,' jawab Nakki dengan sikap membungkuk hormat.
"Bibi, siapkan untuknya peralatan makan." perintah nyonya Bulma.
Segera beberapa pelayan yang berdiri tidak jauh, bergetar menyiapkan keperluan Nakki.
"Makanlah, setelah itu kita bertemu di ruang baca." Nyonya Bulma melihat kearah nyonya Desy yang tidak berbicara sejak tadi namun hanya diam mengamati.
Suasana hening mengiringi makan pagi itu, para pelayan cukup heran, pasalnya nyonya-nyonya muda tersebut banyak berbicara saat di meja makan apalagi jika tuan Jendral ada di tempat, keduanya tidak jemu memperdengarkan suara merdunya untuk menarik hati tuan Jendral yang memang tidak banyak bicara.