NovelToon NovelToon
Perjalanan

Perjalanan

Status: tamat
Genre:Tamat / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: jauharul husni

Namaku Dimas dan kini aku sedang berada di pondok pesantren, sebenarnya aku tidak pernah berpikir untuk mondok bahkan dalam kehidupanku aku tidak pernah merasa kalau Tuhan selalu berada di dekatku.

Tapi setelah aku bertemu dengan salah satu anak bernama Bayu beberapa waktu lalu, aku jadi sangat ingin berada di dekatnya, aku tertarik pada kelakuan radikal yang selalu dia lakukan.

Kelakuannya inilah yang membuatku menyadari sesuatu, bagaimana kalau sebenarnya pertemuan kami ini bukanlah kebetulan, apakah sebuah keberuntungan jika aku berada di dekatnya dan terus mempelajari kehidupannya.

Ceritaku akan lebih berfokus pada sisi gelap dari suatu hal yang selalu kita anggap remeh, seperti pondok pesantren, semua orang juga tahu kalau tempat ini adalah tempat dimana orang orang beragama dilahirkan.

Tapi apa kalian pernah berfikir kalau tempat ini memiliki sisi gelap yang bahkan lebih busuk daripada tempat lainnya, bagaiman jika aku mengatakan kalau disana ada banyak sekali pembullyan dan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jauharul husni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hubungan antara sahabat, keputusan berada di tangan Dewa

"westala, ojok diterusno sakno arek iku mbok genek ngunu, Jarno ae aku gak masalah ( sudahlah, jangan diteruskan, kasihan anak itu kamu lakukan begitu, biarkan saja, aku nggak masalah )." Suaranya dapat terdengar dengan sangat jelas, perempuan itu sedang menangis sesenggukan sembari terus berusaha menghentikan Bayu. Semua orang yang masih memiliki telinga kebingungan dan serempak menoleh kearah Bayu. Dari seluruh tubuhnya yang tenggelam, hanya tangannya yang terlihat keatas, menggenggam sebuah benda yang memunculkan suara perempuan itu. Dewa yang berkali kali dikejutkan dengan banyak hal barusan sekarang berdiri dengan tatapan penyesalan, matanya memerah tapi air mata tidak mau berhenti, dia benar benar tahu, mengapa Bayu mengangkat sebuah benda di tangannya.

"Wes, awakmu ngalio Tekok kunu, aku Dewe ae seng Rono, Kon ngalio ( Sudah, kamu pergi dari situ, aku sendiri saja yang ke sana, kamu pergilah )." Suara itu melemah, seperti sangat memohon kepada Bayu. Aku yang berada jauh puluhan meter dari sana masih bisa mendengarnya walaupun samar samar dan hampir tidak bisa didengar. Tapi dengan hal itu saja bisa membuatku ikut terkejut, karena sebenarnya akulah pemilik benda yang Bayu bawa, Sebuah korek api besar seukuran genggaman tangan yang serba guna, termasuk alat telefon dengan jangkauan tidak terbatas dan suara yang begitu nyaring. Aku terpaku di atas jembatan, tidak menyangka kalau benda yang diberikan olehnya bisa ada di tangan Bayu, padahal aku sudah mati matian menyembunyikannya.

"MENENGO JANCOK ( DIAM KAU JANCOK )." Kepala Bayu keluar dari air dan langsung berteriak kencang hampir menyamai suara tangis wanita itu, urat lehernya semakin terlihat bahkan kini wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Daffa, Ilul, Alfin, bahkan Iqbal yang dari tadi melihat dan mendengarnya kini mulai sadar kalau Bayu hanya disuruh wanita itu, tapi entah kenapa dia malah kebablasan melakukan semua ini pada Dewa. Mereka semua hanya bisa mematung dan mencerna apa yang sebenarnya terjadi, tapi hal yang berbeda terjadi dengan Daffa, air matanya keluar begitu saja mendengar semua ini, dia dapat langsung paham apa yang ada dipikiran Bayu, terutama kenapa dia marah.

"TUGASMU MEK NGENTENI AREK IKU SAMPEK MAGHRIB, KON GAK USAH NGURUSI SENG ONOK NANG KENE NGENTOD ( TUGASMU HANYA MENUNGGUNYA SAMPAI MAHGRIB, KAMU NGGAK USAH MENGURUSI HAL YANG ADA DISINI )." Bayu berteriak kembali membuat perempuan yang sudah bersiap memakai sendal itu terkejut sembari menatap tajam hp orang tuanya, dia tidak menduga kalau Bayu akan berteriak dan mengumpat seperti itu didepan orang tuanya yang juga mendengarkan bersamaku. Ketiga orang yang berada didepan gadis itu kini ikut menangis karena mereka tentu tahu masalah sebesar apa yang dipendam Dewa, dan perkataan Bayu setelah ini benar benar membuat mereka berempat semakin terkejut bukan main.

"Wes mbok rungokno kan, sahabatmu wes ngerungokno opo seng mbok omongno mau. Saiki aree ngenteni awakmu Nang pinggire warung ijo, Karep karepmu nek gak rono, Kon pisan rungokno sah. Lanek arek iki gak teko sampek engkok maghrib, wes gak usah koncoan karo arek iku, wes gausah disakno, babbah arek iku cee orip Dewe sampek matek ( Sudah kau dengar, sahabatmu sudah mendengarkan apa yang kau katakan tadi, sekarang anak itu menunggumu di samping warung hijau, terserah kamu kalau nggak ke sana, kau juga dengarkan sah. Jika dia tidak mendatangimu sampai nanti maghrib, sudah, tidak usah berteman dengannya, tidak usah dikasihani, biarkan anak itu agar hidup sendiri sampai mati )."

Bayu mengucapkan kalimat panjang itu dalam dua kali tarikan nafas, dia menatap Dewa dengan tatapan yang tidak pernah dilihat kami semua, tatapan mengerikan yang bahkan tidak pernah dilihat Daffa mengingat mereka berdua pernah bersekolah dan belajar bela diri di tempat yang sama. Daffa yang mendengarnya mulai mengusap air matanya dan berusaha agar tidak menangis didepan Bayu, dia sadar, tatapan itu adalah tatapan penuh amarah yang pernah diceritakan pacarnya dahulu. Ilul sangat tercengang dengan perkataan itu dan langsung menoleh kearah Dewa saat Bayu mengucapkan kata terakhirnya, begitu juga dengan Alfin.

Iqbal kini sangat kebingungan bagaimana mau menanggapi Bayu, dilain sisi dia sangat ingin memukul Bayu karena perkataan kejamnya, tapi mengingat alur hidup Dewa dan makna di balik perkataannya membuatnya sangat kebingungan. Dewa yang pikirannya campur aduk dan perlahan mulai hancur, berlari ke arah sebaliknya dari jembatan, padahal jalan di jembatan justru menjadi jalan tercepat ke warung hijau, dia kini sudah putus asa dan hanya bisa berlari tanpa tahu mau kemana. Bayu berjalan menuju ke pinggiran sungai dengan sikap dingin, dia menaikinya lalu berjalan melewati semua anak yang kini sedang memandanginya tanpa emosi, tidak tahu harus berbuat apa lagi setelah melihat semua ini, suara itu juga menghilang bersamaan dengan Bayu mengatakan kalimat panjang barusan.

"Oh iya, mungkin ini tidak ada hubungannya, tapi bisakah kita bertemu nanti setelah diniyah di kamar mandi baru." Saat melewati Daffa yang masih sibuk mengusap air mata, Bayu menoleh kepadanya dan membentuk perjanjian kepadanya. Daffa hanya membalasnya dengan mengangguk pelan sembari menurunkan tangannya, dia menatap mata Bayu yang masih menunjpukkan kemarahan, begitu juga dengan kesedihan mendalam di hatinya, Daffa telah mengetahui masa lalu Bayu, yang membuatnya semakin merasa bersalah atas tindakannya yang selalu gegabah.

"Maafkan aku atas yang tadi, otakku memang tidak akan pernah mencapai dirimu." Daffa tersenyum tulus kepada Bayu, dia sangat berterimakasih atas tindakan Bayu tadi. Kini Bayu dapat melihat perasaan bersalah yang disembunyikan Daffa dibalik wajahnya. Bayu hanya memandanginya sinis, kedua orang ini telah mengetahui jenis topeng mana yang digunakan satu sama lain.

"Kau tau, sepertinya pertemuan nanti, akan menjadi pertemuan terakhir kita." Bayu mengatakan sesuatu yang langsung meruntuhkan senyuman Daffa, perasaan bersalah akan kebencian kepada dirinya selalu saja datang disaat dia mempercayai seseorang. Dia hanya bisa berdiam dan tidak melakukan apa apa, sembari terus melihat tubuh Bayu yang berjalan kearah jembatan, apa yang dia maksud?, apa dia berencana untuk keluar dari pondok ini?, atau dia ingin membunuhku?, apakah sahabatnya sendiri mulai membencinya? pikiran Daffa kini dipenuhi banyak pertanyaan. mulut Bayu memang berbahaya, beberapa kalimat saja bisa membuat seseorang berpikir keras dan bertanya tanya apa yang dia maksud sebenarnya.

"Nengdi Dewa? ( kemana Dewa? )." Mizam bertanya kepadaku, entah kenapa dia kelihatan seperti menghembuskan nafas berkali kali. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya dan mau menjawabnya, tapi belum sempat aku menjawabnya, dia sudah berlari menuju sungai tengah, dan disaat itulah aku terkejut sekali lagi, perempuan, lalu dimana anak itu?. Aku menoleh ke sana kemari dan tidak dapat menemukannya dimana mana. Tanpa aku sadari ternyata Mizam sudah pergi dari situ karena tidak tahan melihat semua hal di sungai tengah bahkan temannya sampai ikut ikutan. Mungkin aku terlalu fokus memperhatikan kejadian ini dan tidak bisa membedakan suara yang nyaring dengan yang berat

Perempuan itu berjalan cepat kearah Bayu lalu mengangkat tangannya dan mulai melesatkan nya ke wajah Bayu, sebuah tamparan mulai mendarat di pipi Bayu. Tapi dengan cekatan Bayu langsung memegang pergelangan tangan yang melesat itu dan langsung menyeret gadis itu kembali. Sebuah garis merah muda dapat terlihat dengan jelas pada mata gadis itu yang membuatku sadar kalau itu adalah gadis yang ada di suara itu, dan kini sepertinya dia berniat menemui Dewa tapi malah dihalangi Bayu.

"Kalian tahu, berpacaran pada satu Minggu awal mondok itu tidak lazim." Aku menyindir kedua orang yang terlihat seperti pasangan itu ketika mereka berdua berjalan melewati ku. Perempuan itu terlihat putus asa dan hanya bisa menuruti perintah Bayu, yaitu kembali dan menunggunya di sana, dia terus menunduk sejak tamparannya gagal mengenai wajah Bayu. Bayu sendiri terlihat tidak mempedulikan ku sebelum aku mulai menyindir, dia menoleh lalu memandangiku sebentar dengan tatapan yang sama dengan Daffa.

"Maaf, aku pinjam sebentar korek mu." Dia kembali berjalan melewati ku begitu saja, jawabannya benar benar tidak nyambung dengan yang kukatakan, walaupun aku tahu apa yang dia maksud. Aku bukan tidak mempedulikan korek itu, karena benda itulah satu satunya kenangan ku bersamanya dulu, tepatnya 2 tahun lalu, aku tidak ingin membahasnya sekarang. Intinya, aku penasaran dengan Bayu, anak misterius ini benar benar membuat sebuah plot twist di setiap situasi, seperti dia sudah merancang situasi itu sendiri.

"Sek diluk, opo rencanamu mari ngene? ( Tunggu sebentar, apa rencana mu setelah ini? )." Aku menghentikan tangan perempuan yang tidak dipegang Bayu agar bisa sekalian menghentikan Bayu. Gadis itu sedikit terkejut dan langsung memutar tangannya agar bisa lepas dari genggaman tanganku, dia melihatku dengan keheranan. Bayu yang dapat merasakan tubuh gadis itu terasa berat untuk ditarik menghembuskan nafas kesal

"Justru aku yang seharusnya bertanya, apa rencana kalian?." Bayu menjawab pertanyaan itu tanpa menoleh sedikitpun, dan melanjutkan kembali perjalanan mereka, dia tidak mengharapkan jawaban dariku. Aku hanya bisa tersenyum sembari mengatakan dalam hati,

"Anak ini tidak bisa di remehkan."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!