Siang itu teringat jelas dalam benakku, dia sangat mempesona di mataku. pemuda itu sangat menarik selain tampan dia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Al Qassam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kekacauan di pagi hari
ketika aku memasuki rumah nampak ramai mama menangis dan papa hanya terdiam semua orang termasuk paman mondar mandir. Sebentar lagi menjelang shubuh tapi kenapa mereka berlalu lalang.
"Pa ... Kenapa? Ada apa kok semua orang mondar mandir, cari siapa?" tanyaku bersimpuh dihadapan papa.
"Fatimah," jawab papa singkat.
"Kan bisa ke kamarnya pa gak perlu mondar mandir gini," jawabku dengan enteng.
"Dia pergi meninggalkan rumah dengan pergi meninggalkan secarik surat, bagaimana ini nak papa malu kenapa fatimah selalu seperti anak-anak. Bukankah izdi adalah pilihannya dan jawaban kemarin adalah pilihannya kenapa bisa begini. Apa yang harus papa katakan pada pimpinan pesantren manarul quran, putri papa yang seorang dokter mempermalukan putranya di hari pernikahan mereka. Papa sudah gagal mendidik fatimah nak," jawab papa dengan menangis. Kali ini beliau memelukku dengan erat. Ia merasa tak sanggup menanggung bebannya sendiri.
" Kakak ... Apa yang kamu lakukan. Kenapa harus pergi saat semuanya masih bisa dibicarakan dengan baik-baik," batinku ikut terkoyak saat melihat orang tuaku menangis. Surat yang ada di meja ada 2 satu untuk keluarga satu untuk izdi.
" Bagaimana kakakmu ini nak, akad akan d gelar ba'da shubuh tetapi dia menghilang dengan tanpa beban. Kami harus bagaimana?" tanya mama terlihat lesu. Aku berusaha tegas dan menjawab semua sebisa yang kulakukan.
"Ma, Pa berikan surat satunya pada gus izdi biarkan beliau yang memutuskan perkara ini. Ini hidupnya beliau berhak mengambil tindakan apapun. Kita tidak boleh berpihak pada siapapun. Kita jelaskan semampu kita," ucapku yang membuat mereka semua yang mendengar terdiam.
Kumandang adzan shubuhpun terdengar. Kami semua menuju mushola di halaman rumah, mushola yang sudah dihias apa adanya terlihat sangat cantik dan indah. Tanpa sepengetahuan siapapun kami melanjutkan sholat shubuh berjamaah. Ketika sholat selesai berdzikirpun telah usai, maka pak kyaipun mengumumkan akan diadakan akad nikah pagi ini. shubuh ini jamaah banyak karena memang akan menghadiri akad kakak untuk menyaksikan. Aku ikut gemetar saat hal itu disebutkan karena kakakku sudah pergi entah kemana.
" Maafkan kami pak kyai, nak izdi mohon dibaca surat ini."
To. Achmad Izzudin Al Qassam
Mas Iz maafkan aku sampai detik ini aku belum siap menikah denganmu, engkau tahu bukan bahwa aku sedang dapat promosi jabatan sebagai dokter spesialis di kuala lumpur. Pagi ini adalah jadwal keberangkatanku, aku merahasiakan semua ini dari keluargaku. Jika bertemu denganku adalah dosa maka aku tidak boleh selalu di dekatmu maka kuterima tawaran ke kuala lumpur. Tunggulah sebentar lagi, aku pasti akan menikah denganmu. Sekali lagi maafkan aku, aku pasti segera kembali."
By : Fatimah Al Khumairoh
Izdi nampak meremas suratnya. Namun dia mencoba untuk tenang. Kemudian ia mencoba untuk berbicara.
" Apa saat ini dia sudah pergi?" tanya izdi
" Sudah nak dan kamipun tidak tahu," jawab ayahku
Semua orang yang hadir syok dan bu nyai hampir pingsan, pak kyai pun berpegang pada dinding. Keluarga besar mereka merasa dipermainkan oleh putri tuan yusuf.
" Maafkan kami pak yusuf, saya tidak bisa menunggu fatimah mungkin dia bukan jodoh saya," ucap izdi pada akhirnya. Pak kyai dan bu nyai menunduk lesu putranya ditinggal pergi dan dipermalukan begitu saja.
" Tapi umi dan abi saya, bagaimana dengan mereka yang begitu berharap pulang dengan menantunya," ucapnya lagi. Tanpa ragu pak yusuf bertanya pada putri bungsunya.
" Wardah ... Maukah nak kamu menikah dengan gus izdi papa mohon. Beliau orang baik tidak pantas di tolak," ucapan papa membuatku melongo tanpa arah, kenapa aku. Ini bagaimana ceritanya. Gus Izdi tak merespon apapun, akupun realistis karena yg dia cintai adalah kakak.
"Pertanyaan itu ajukan dulu pada mempelai prianya pa, seorang anak wanita hanya patuh pada keputusan baik orang tuanya." jawabku singkat yang membuat izdi menatapku. Akupun berusaha memalingkan muka.
"Gus iz bagaimana? Wardah juga perempuan baik," tanya papa.
"Maka nikahkanlah aku dengannya jika bapak menjamin kebaikannya," jawab gus izdi.
Allahu Akbar! Takdir apa ini, kakakku bukan tidak mau menikah tapi hanya menundanya. Gus Iz apa yang kamu lakukan.
melelehhh akunya
terhuraaaa
gampang banget Gus iz bilang iloveyou