Ima mengalami hal yang sangat luar biasa pada kehidupan nya yang beranjak dewasa. Dia baru tahu bahwa cinta harus memandang usia, uang, kualitas, fisik bahkan masih banyak lagi. Hal itu membuatnya bimbang akan pilihan kedepan nya bagaimana dia menemukan sesosok pria yang begitu baik untuk menemani kehidupan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Hari selanjutnya, Ima membuka matanya, dia menguap mengantuk karena dia baru saja bangun dari tidurnya. Sama seperti biasanya, rambutnya berantakan tapi wajahnya tetap terlihat cantik natural. Kelopak matanya mencoba membuka lebih lebar dan terus menguap dan berusaha menutupinya dengan tangan nya.
"Hoam.... Sangat mengantuk.... Aku ingin tidur lagi dan kebetulan hari ini aku libur... Dosen baru saja bilang tadi malam bahwa dia tak bisa datang hari ini jadi kelas sedang kosong, aku tidur saja," gumamnya lalu kembali berbaring dengan mengantuk.
Tapi ia terkejut dengan membuka mata besar, dia melihat langit langit atap. "Tunggu, kenapa aku seperti ingat sesuatu?" ia langsung bangun duduk lagi dan seketika ia ingat sesuatu yakni Regis.
"Astaga... Aku harus bersiap siap..." ia langsung beranjak dari ranjang dan berlari ke kamar mandi.
Di saat itu juga, ada pesan masuk dari Regis di ponsel Ima yang ada di meja dekat ranjang kamar nya tadi.
\=\=Ima, aku akan menunggu mu di bandara, maaf aku tidak bisa menjemputmu karena aku harus mengurus dokumen penerbangan di sini\=\=
\=\=Ingat ya, jam 8 aku menunggu mu, pesawat akan segera berangkat jika tidak jam segitu kamu datang... Aku menunggu mu, dan pastinya, aku ingin memberikan sesuatu padamu\=\=
Setelah itu Ima selesai bersiap dan mengambil ponselnya. Dia membaca pesan tadi dan seketika tersenyum senang.
"Mas Regis ingin memberikan sesuatu, aku juga akan memberikan sesuatu," Ima berjalan ke dapur. Dia mengambil kotak bekal dan ia memasukan nya ke kotak karton tas bawaan.
"Hehe..." ia masih tertawa sendiri hingga ibunya datang melihat. "Ima, tumben sudah bangun, kamu bilang libur."
"Ah, Mas Regis pergi hari ini, jadi aku harus datang."
"Oh iya, dia pergi ke Korea... Apa kau yakin kau di tinggal begitu saja? Kau tidak akan menangis kan?"
"Haha, dia tidak meninggalkan ku begitu saja bukankah dia pamit dan dia sekarang menunggu ku untuk perpisahan," kata Ima. Ia lalu berjalan ke pintu. "Aku pergi dulu ibu," tambah nya.
"Hati hati."
--
Sesampainya di bandara, Ima berjalan ke sana melihat sekitar di bandara sibuk yang tak terlalu sepi itu.
"Um... Dimana Mas Regis... Apa dia sudah berangkat? Aku sudah di sini berusaha jam 8 dan sekarang jam 8 kurang," Ima melihat sekitar.
Tapi tiba-tiba perutnya di peluk seseorang dari belakang. "Hai sayang," panggilnya membuat Ima menoleh.
"Mas Regis..." dia langsung senang.
"Ya, ini aku... Kau benar-benar datang di bandara ya... Terima kasih Ima," kata Regis sambil memegang pipi Ima. Tapi ia hampir keterusan mencubit pipi Ima sangat lebar karena itu terlihat imut dimatanya.
"Hehe... Kapan Mas Regis akan berangkat?" Ima menatap.
"Jam 9, tapi aku harus ada di pesawat sebelum jam setengah sembilan... Oh apa kau sudah pernah menaiki pesawat ima?" Regis menatap.
"Ah, belum... Hehe... Aku belum pernah menaikinya, memangnya aku akan kemana jika menaiki pesawat karena tak punya saudara luar negara."
"Haha, jangan khawatir... Aku akan membawamu ke Korea... Setelah aku menyelesaikan hal ini."
"Haiz.... Iya, iya... Yang penting lakukan pekerjaan mu sebelum kamu bilang begitu... Hati hati ok?" Ima menatap.
"Tentu, oh... Aku ingin memberikan sesuatu padamu," kata Regis.
"Aku juga ingin memberikan sesuatu," Ima memberikan tas karton yang ia bawa yang berisi bekal nya tadi.
"Oh, terima kasih... aku pasti akan memakan nya," Regis menerimanya.
"Jadi, apa yang ingin Mas Regis berikan?" Ima menatap.
"Ah, kemarilah..." Regis menarik tangan nya lalu mereka berjalan ke tempat penitipan.
"Hei, aku mengambil barang ku tadi," Regis menatap ke penjaga penitipan.
"Tentu Tuan," Orang itu mengambil sesuatu dan rupanya kotak kandang kucing kecil dan isinya kucing kecil yang imut, berjumlah dua anak kucing yang sudah berbulu, mereka rupanya kucing tuksedo.
Ima yang melihat itu menjadi terkejut.
"Meong, meong," kucing kucing itu tampak mengeong dengan manis.
"Kya.... Itu... Itu..." Ima tak percaya.
"Ya... Ini untuk mu, mereka keturunan prancis, aku memesan nya hanya untuk mu... Aku harap kau bisa merawat mereka selagi aku pergi, jadi mungkin mereka bisa menemani mu dan menggantikan ku selama aku pergi," kata Regis, dia memberikan kandang itu dan di Ima menerima nya dengan senang.
"Mas Regis... Ini benar benar sangat imut..."
"Sama sepertimu..." kata Regis. Tapi mendadak dia seperti menahan sesuatu hingga ia membuang wajahnya untuk bersin sangat keras, membuat semuanya menoleh padanya, termasuk Ima yang terdiam menurunkan kandang kucing itu.
"Ehem... maaf, maaf..." Regis menatap tidak nyaman.
"Mas Regis... Apa kau alergi—"
"Tidak, tidak! Aku tidak alergi kucing!" Regis mengatakan itu dengan panik, seketika Ima terkejut.
"Jadi, itu alasanmu...?" Ima menatapnya dengan tampak tak percaya.
"Ima, ini... ini bukan alergi... aku jamin, bukan alergi... aku hanya kebetulan bersin..." tatap Regis.
"Kau tidak bisa membohongiku, jujur saja... ini baik-baik saja..." Ima mendekat dan memegang dada Regis, mencoba meyakinkannya untuk berbicara lebih jujur.
Hingga akhirnya, Regis menghela napas panjang. "Oke, aku akui... aku alergi pada kucing, tapi aku juga menyukai kucing... jangan salah paham... aku tidak membencinya... Aku takut kau akan membenciku karena aku begini... Kau adalah tipe gadis yang menyukai sesuatu yang lembut, termasuk buku dan kucing, jadi aku tidak mungkin bersikap tidak sopan padamu dengan menolak kucing..." Regis mencoba menjelaskan. Dari awal memang bukan kemauannya untuk alergi pada kucing, tapi dia mencoba menyukai kucing karena Ima juga suka pada kucing.
Ima lalu tersenyum lembut. "Aku tahu seseorang pasti punya kelemahan. Kau memang kuat, tapi kau takut pada kucing yang bahkan lebih kecil darimu... dan kau pasti berusaha untuk menyimpan kucing-kucing ini meskipun kamu alergi pada mereka... Ini hadiah terbaik dan fakta yang bisa aku terima dengan tulus..." tatap Ima.
"Ima, terima kasih..." Regis mendekat dan memeluknya.
Tapi tiba-tiba suara berbunyi. "Pesawat 08:45 japan- Korea, akan segera berangkat,"
"Ah Ima... Aku harus pergi ya..." Regis menatap.
"Oh tunggu, aku punya sesuatu," Ima meletakan kucing tadi dan mengambil sesuatu dari tas yang ia bawa.
Lalu ia memberikan nya pada Regis yang terdiam kaku. Rupanya itu adalah kaca mata hitam dan itu jelas milik Regis karena tulisan nya ada nama Regis.
"Itu... Kacamata yang aku berikan saat itu," ia ingat ketika pertama kali bertemu dengan Ima dan ia memberikan kacamata itu pada Ima.
"Ya... Ini milik mu..."
"Bawalah itu Ima, ingat saja aku," kata Regis.
"Eh, benarkah, tapi kan ini milik mu."
"Jangan khawatir, aku juga tidak akan lama di Korea... Kita akan bertemu lagi," kata Regis dia mendekat dan mencium kening Ima.
"Untuk terakhir kalinya, aku ingin meminta persetujuan mu, jika kau percaya padaku, mari lakukan…" tatapnya dengan sangat dekat dan mengusap bibir Ima perlahan.
Ima mengerti maksudnya, dengan agak ragu, dia mengangguk dan menutup mata. Lalu Regis mendekatkan bibirnya dan mencium bibir Ima. Mereka mencium bibir dan itu dilihat orang-orang yang mulai berpikir mereka serasih.
Lalu Regis mencium leher Ima dan mereka saling menatap. "Sampai jumpa Ima," tatap nya, lalu Ima mengangguk dan Regis berjalan pergi.
Ima melambai pelan dan menghela napas panjang. "Ini adalah saat saat kita berakhir.... Kita bertemu lagi setelah 5 bulan... Dan aku harap kamu bisa kembali mencium ku begitu... Karena ciuman pertamaku adalah dengan mu."
Sementara Regis berjalan ke pemindaian senjata. Ia berhenti di depan petugas. "Berhenti Tuan, kami akan memeriksa mu," dia menatap.
Lalu Regis mengangguk dan ia merentangkan tangan nya sehingga mantel nya terbuka dan di saat itu juga, ada beberapa isi peluru di sabuk nya yang terlihat membuat petugas itu terkejut.
Regis menatap petugas itu dengan wajah tanpa berdosa. "Maaf, aku lupa menyimpan nya tadi, tapi percayalah, ini untuk jaga jaga," kata Regis.
"Bisa berikan nama id," petugas mengulur tangan lalu Regis memberikan KTP nya.
Ketika membaca identitas Regis, petugas itu terkejut. "A-anda Tuan Regis... K-kalau begitu langsung saja, kami percaya Anda tak akan melukai orang di pesawat."
"E.... Pesawat ku... Pribadi," Regis menatap.
"Oh baik-baik... Siap... Siap... Silahkan," Petugas itu memberikan nya jalan. Sepertinya Regis memang terkenal di kalangan petugas penting seperti itu.
Sebelum Masuk ke pesawat, Regis menatap ke belakang. "Ima... Tunggu aku tolong, aku akan pulang... Jangan khawatir."
Pekerjaan nya memang penting, dia bahkan sudah berusaha keras selama beberapa waktu, menghabisi waktu tersisa bersama Ima agar dia bisa mempercayainya bahwa Regis memang sungguh sungguh mengaku bahwa Ima adalah pandangan pertamanya.
Tapi apakah kepergian nya menjamin bahwa hubungan mereka baik baik saja?
"Benar juga, Mas Regis pergi jauh dan begitu lama. Kita juga belum tentu bisa kapan saja saling berbicara di ponsel. Aku khawatir hubungan kita akan berakhir karena jarak yang jauh dan yang paling membuat ku takut, dia meninggalkan ku, mendapatkan wanita lain di negaranya... Aku takut... Tapi... Aku percaya padanya, dia pasti juga percaya padaku, bahwa kita bisa saling menjaga perasaan..." Ima sempat terdiam ragu pada pemikiran-pemikiran nya barusan, kemudian dia berpikir lebih dalam untuk mempercayai Regis sepenuhnya sehingga ia akan merasa tenang jika dia percaya lebih banyak.
"Meow.... Meong!" kucing yang masih di bawa Ima tampak memanggil Ima dan Ima menatap ke arah mereka. "Halo, aku adalah Ima, aku gadis yang baik dan akan menjaga kalian... Aku dengar kucing bisa merasakan energi negatif di setiap manusia, jangan khawatir, aku tidak akan merasa negatif karena aku akan selalu ceria..." tatapnya dengan tanah membuat kucing kucing itu mendengkur nyaman ketika melihat wajah Ima.
"Hm... Aku bertanya tanya kenapa Mas Regis memilih kucing hitam putih, atau Tuksedo? Apa ini menggambarkan dia yang memakai jas setelan? Kucing tuksedo memang lebih baik dari corak kucing yang lain..."