seorang gadis yang terbangun dari tidur dan mendapatkan dirinya berada di tubuh wanita lain.
Geishana Deborah, tujuh belas tahun terkejut ketika bangun dan mendapatkan dirinya di tempat yang asing. Sosok gadis bar-bar hidup sebagai ratu yang dikucilkan karena kebodohannya. Terlebih ia sudah memiliki suami yang tidak mencintainya.
Geisha yang pintar, cekatan dan jago bela diri merubah tubuh kurus dan lemah. Hingga ia sadar jika sang ratu ternyata terlalu baik hati, makanya dimanfaatkan orang banyak.
"Aku bukan ratu kalian yang dulu. Bersiaplah!" gumamnya menyeringai dalam hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENUNGGU
“Apa katamu?” tanya Sonya tak percaya.
“Maaf Miss. Anda harus pergi meninggalkan istana ini atas perintah Yang Mulia Raja sendiri,” ujar pelayan takut-takut.
“Jangan bercanda kamu!” bentak Sonya mulai berang.
“Tapi ini perintah dari Yang Mulia Raja ... jika anda menolak ....”
Pelayan menghentikan ucapannya. Sonya masih diam menunggu lanjutan perkataan sang pelayan.
“Kenapa tidak dilanjutkan!?” sahutnya makin berang.
“Pengawal akan menyeretmu kasar dan kau akan dikembalikan pada Paman dan Bibimu yang jahat itu,” lanjut sang pelayan.
“Tidak ... ini tidak mungkin!” teriak Sonya.
“Miss ... tolong jangan buat gaduh!” pinta pelayan.
“Aku mencintai Raja, aku yakin jika Raja mencintai aku!” teriak Sonya lagi.
“Maaf Miss, Yang Mulia Raja yang memberi titah agar kau pergi dari istana,”
“Aku tak mau pergi ... jangan mempermainkan masyarakat kecil dong!” teriak Sonya tak terima.
“Bagaimana dipermainkan itu Miss. Anda dibantu dan dirawat di sini, Yang Mulia Raja begitu baik menampung anda hingga waktu yang telah ditentukan!” sahut pelayan mulai heran dengan gadis yang tak tau malu itu.
“Tapi aku selir sang Raja ... aku adalah wanita kesayangannya. Aku menolak pergi!” sahut Sonya angkuh.
“Maaf Miss, kami tak peduli. Kami masih ingin bekerja di tempat ini. Silahkan hadapi para pengawal yang menyeret kamu dari tempat ini,” putus pelayan.
Pelayan itu meminta para rekan yang tadi ada membantu Sonya untuk pergi dari sana sebelum pengawal akan menyeret mereka juga keluar dari istana. Sonya tak terima ia berteriak kencang memaki para pelayan yang tak setia.
“Aku bersumpah akan menghancurkan kerajaan ini jadi debu!” teriak Sonya.
Gadis itu menangis, ia bingung mau kemana. Gadis itu membawa pakaian mewah pemberian raja, gadis itu berpikir keras bagaimana caranya ia menghasut rakyat jika ia adalah wanita yang selama ini disimpan Raja sebagai pemuas napsu.
“Aku harus mencari cara!” tekadnya.
Tak lama sepuluh pengawal sudah bersiap menyeret Sonya. Gadis itu murka dan melempari pengawal dengan benda-benda di sekitarnya. Dengan mudah Sonya diseret keluar melalui pintu belakang istana. Semua barang gadis itu dilempar keluar oleh pengawal.
“Kalian akan hancur!” sumpahnya memaki.
Tiga koper besar dan dua tas kecil harus ia bawa, ia yakin masih banyak barang yang tersisa di dalam. Sonya mengambil dua tas kecil. Ia menyesal tak meminta emas atau permata dari sang raja. Pria penguasa itu hanya memberinya baju-baju indah saja.
“Dasar Raja kere!’ umpatnya kesal bukan main.
Sementara di belakang istana. Barang sisa milik Sonya dibakar habis oleh para pengawal yang ditugaskan. Bahkan paviliun itu dihancurkan hingga rata dengan tanah. Henry menatap asap yang melambung tinggi dan para pekerja yang merobohkan bangunan itu.
“Maaf Miss. Istriku jauh lebih berharga dibanding dirimu,” gumamnya. “Sudah sepantasnya aku sebagai suami mengembalikan kehormatan istriku!”
Hari ini Henry sudah menyiapkan peradilan. Beberapa menteri istana ditangkap oleh Marquez Albert ajudannya. Beberapa bukti sudah didapat. Para pengawal mengaku tak menerima bayaran selama lima bulan. Hal itu membuat Henry marah luar biasa.
“Yang Mulia!” panggil Marquez ALbert.
“Bagaimana Marquez?”
“Saya dan tim menemukan bukti penimbunan kekayaaan dari empat menteri dan lima bangsawan yang bekerjasama,” lapor Albert.
“Apa Yang Mulia Ratu lakukan sekarang?” tanya Henry.
“Yang Mulia Ratu tengah menghajar setidaknya delapan prajurit Yang Mulia,” jawab Albert lemah.
“Apa?”
Henry langsung menuju tempat latihan. Semua orang langsung menunduk padanya ketika ia lewat. Muka datar dan rasa khawatir langsung terpancar dari raut wajahnya. Baru seminggu ini, ia memang mendapat laporan jika istrinya sering berlatih diri.
Ketika sampai di sana ada sepuluh pria tergeletak dengan erangan kesakitan. Kini sang ratu tengah berhadapan dengan seorang kepala perwira. Pria itu tampak sekali berhati-hati melawan ratunya. Hal itu membuat Raisa marah.
“Ayo tunjukkan kekuatanmu Kepala Perwira. Anggap aku musuhmu yang harus kau lumpuhkan!” teriak gadis itu.
Melihat sang raja datang membuat kepala perwira langsung menunduk hormat. Raisa menoleh arah pandang pria yang hendak dilawannya itu.
Deg! Deg! Deg! Jantungnya seperti mau copot setiap menatap mata kelam milik pria itu. Geisha mengumpat panjang pendek pada pemilik hati ini. Jiwa boleh tertukar. Tetapi semua rasa yang ada dalam tubuh dan pikiran milik dari jiwa sebelumnya.
“Yang Mulia Ratu. Apa yang kau lakukan?” tanya Henry cemas.
Mendapat pertanyaan yang begitu menghawatirkan dirinya membuat wajah Raisa merona. Geisha benar-benar mengumpat pada pemilik tubuh ini. Semua diluar kendali jiwanya, walau ia mengakui jika Raja Henry sangat tampan.
“Hamba hanya berlatih Yang Mulia,” jawabnya.
“Kenapa kau menjatuhkan begitu banyak prajurit? Apa yang hendak kau cari?” tanya Henry ingin tau.
“Maaf Yang Mulia. Hamba hanya ingin tau kekuatan pertahanan para prajurit istana. Mereka sebenarnya kuat-kuat tetapi teknik mereka banyak yang salah. Makanya semua bisa saya lumpuhkan dengan mudah,” jawab Raisa menjelaskan.
Henry memperhatikan pakaian ratunya. Raisa mengenakan celana yang belu ia ketahui dan atasan kaos ketat hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya. Hal itu membuat wajah Henry mengelam. Ia tak terima dengan apa yang dikenakan ratunya.
“Pakaian apa yang kau pakai istriku?” tanyanya dengan nada cemburu.
Raisa memandangi dirinya. Ia merasa tak salah dengan apa yang ia pakai. Tetapi, melihat kilatan kemarahan dari sang suami melihat pakaiannya, Raisa langsung menunduk. Geisha berkali-kali mengumpat dirinya. Hatinya mendadak takut melihat tatapan marah sang suami.
Henry membuka jubahnya. Ia menutup bagian atas tubuh ratunya. Jubah besar itu menenggelamkan tubuh sang ratu yang kecil. Raisa merengek melihat tubuhnya dibungkus seperti itu. Rengekan gadis itu membuat hati Henry bergetar luar.
“Aku tak sudi mata lain menatap lekuk tubuh istriku!” ujarnya tegas.
Raisa mengerucutkan bibirnya. Henry terkekeh dan mencubit kecil hidung sang istri. Raisa makin merona pipinya, ia menyembunyikan wajahnya di dada sang suami. Ia sangat malu, kelakuan konyol Geisha ternyata terbawa di tubuhnya ini.
“Ayo, sudah selesai semua latihannya. Kau harus menjelaskan padaku apa yang kau pakai ini,” ajak Henry lalu menggiring ratunya.
“Marquez!” panggilnya.
“Kau obati semua prajurit, perbaiki teknik mereka, dan berikan upah yang selama ini tak dibayar,” titahnya.
“Baik Yang Mulia!” sahut Albert.
Henry membawa Raisa ke kamarnya. Gadis itu terperangah melihat ruangan mewah itu. Semua dari kayu jati terbaik dengan ukiran pemahat ternama. Gadis itu mulai menaksir kisaran harga semua benda yang ada di kamar pribadi rajanya.
“Ah ... ini guci The Peonix yang asli?” pekiknya ketika melihat benda itu di sudut kamar.
“Itu hadiah dari Kaisar Ming pada ayahku,” jelas Henry.
“Apa kerajaan ini memiliki kerjasama dengan Kerajaan dari dataran terkenal itu?” tanya Raisa ingin tau.
Netra amber milik Raisa menatap bulat. Henry mendekat dan memeluk tubuh sang istri. Raisa seperti terhipnotis. Bahkan ketika Henry menaut bibirnya, ia membalas tautan itu. Hingga kesadaran jiwa Geisha menghentikannya.
“Yang Mulia,” ujarnya.
Napas keduanya menderu, kening dan hidung menyatu.
“Maaf,” ujar Henry tulus.
Geisha atau Raisa mematung. Ada penolakan dari jiwa Geisha sedang dari tubuh milik Raisa menginginkan sentuhan rajanya. Sesuai hati yang telah jatuh cinta, Geisha tak bisa mengendalikan apa yang diinginkan tubuh ini.
“Bisakah Yang Mulia bersabar?” pinta gadis itu pada akhirnya.
“Baik lah. Aku akan menunggumu,” ujar Henry mengalah.
Bersambung.
Hmmm ... keinginan badan dan jiwa yang tak sama.
Next?