Zyan, seorang agen yang sering mengemban misi rahasia negara. Namun misi terakhirnya gagal, dan menyebabkan kematian anggota timnya. Kegagalan misi membuat status dirinya dan sisa anggota timnya di non-aktifkan. Bukan hanya itu, mereka juga diburu dan dimusnahkan demi menutupi kebenaran.
Sebagai satu-satunya penyintas, Zyan diungsikan ke luar pulau, jauh dari Ibu Kota. Namun peristiwa naas kembali terjadi dan memaksa dirinya kembali terjun ke lapangan. Statusnya sebagai agen rahasia kembali diaktifkan. Bersama anggota baru, dia berusaha menguak misteri yang selama ini belum terpecahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chaos
Setengah jam sebelum kedatangan Polisi
Zyan baru saja selesai memakaikan tompel ke pipinya ketika ponselnya berdering. Dengan santai dia berjalan menuju meja kerjanya. Di layar ponsel tertera nama Husein. Pria itu segera menjawab panggilan tersebut.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Zyan, apa kamu bisa ke pondok?"
"Aku memang berencana ke sana hari ini. Aku mau ke sekolah sebentar. Pulang dari sekolah, aku langsung ke pondok."
"Apa kamu tidak bisa datang sekarang? Ada masalah di pondok."
"Masalah apa?"
Husein segera menceritakan masalah yang menimpa Amma. Cerita Husein tentu saja membuat Zyan terkejut. Kecurigaannya pada Revina benar adanya. Dan ternyata wanita itu membawa petaka pada Amma.
"Aku ke sana sekarang. Jangan biarkan Amma keluar dari pondok sebelum aku datang. Begitu pula dengan Vina."
Usai menerima panggilan, Zyan langsung bersiap. Dia akan langsung menuju pondok. Disambarnya kunci motor yang ada di atas meja. Sambil menenteng helmnya, pria itu keluar dari rumah yang ditempatinya. Motor matic miliknya sudah siap di pekarangan rumah. Sambil memakai helmnya, pria itu menaiki tunggangannya. Di seberang rumah yang ditinggalinya, nampak sudah ada beberapa orang tengah mengantri untuk membeli ketupat sayur.
Zyan segera menjalankan kendaraan roda duanya. Ketika melewati antrian orang yang hendak membeli ketupat sayur, ada Agam di tengah mereka. Pemuda itu segera mengenali Zyan dan memanggilnya. Namun karena fokus Zyan hanya pada Amma, pria itu tidak menyadari panggilan anak didiknya. Motor Zyan terus melaju kencang.
"Pak Reza mau kemana? Ngebut banget bawa motornya," gumam Agam pelan.
Ketika Agam hendak kembali ke antrian, sebuah sepeda motor trail berhenti di depan penjual ketupat sayur. Tina menurunkan standar motornya lalu turun dari kendaraan roda dua tersebut.
"Widih, mau balapan di mana?" sapa Agam namun diabaikan begitu saja oleh Tina.
"Gus.. barusan Pak Reza lewat. Dia bawa motor ngebut banget. Rossi aja kalah sama dia. Kira-kira mau kemana?"
"Ngga usah kepo jadi orang. Orang kepo umurnya pendek."
"Amit-amit jabang bayi. Dasar Agus," rutuk Agam kesal.
Tanpa mempedulikan protesan Agam, Tina segera memesan ketupat sayur. Ibunya sudah pergi bekerja dan dia terpaksa membeli makanan jadi untuk sarapannya. Saat tengah mengantri, nampak Febri berlari mendekati dirinya dan Agam. Sesampainya di dekat kedua temannya, Febri mengambil nafas dulu untuk menetralkan degup jantungnya.
"Kalian tuh dihubungi kenapa ngga diangkat hapenya? Percuma punya hape kalau jadi pajangan doang," kesal Febri masih dengan nafas terengah.
"Ngapain telepon? Kangen?" tanya Agam.
"Kalian belum baca berita?"
"Berita apa?"
Tak mau banyak bicara, Febri segera mengeluarkan ponselnya. Dia segera menunjukkan berita yang membuatnya mencari kedua temannya. Berita tersebut baru saja muncul sekitar sepuluh menit yang lalu. Baik Agam maupun Tina dibuat terkejut membaca berita tersebut.
"Ini berita benar? Bukan hoax?" tanya Tina tak yakin.
"Ngga tahu juga. Makanya aku mau tanya sama kalian. Kok aku ngga percaya Amma melakukan itu."
"Kayanya benar deh beritanya. Barusan Pak Reza lewat bawa motor ngebut banget. Kayanya dia mau ke pondok deh."
"Bu.. ketupat sayurnya ngga jadi," seru Tina.
Dengan cepat Tina menuju motornya. Dia juga ingin pergi ke pondok untuk mencari tahu keadaan Amma. Agam dan Febri langsung menyusul gadis itu. Agam menghalangi motor Tina yang hendak jalan.
"Minggir!"
"Mau kemana?"
"Ke pondok."
"Ikut!" seru Agam.
"Ck.. buruan naik!"
"Ngga pake helm?"
"Ngga usah kelamaan. Helmnya di rumah."
"Aku juga mau ikut," timpal Febri.
"Ya udah buruan naik!"
"Bertiga nih? Aku aja yang bawa motornya," tawar Agam.
"Ngga! Cepat naik, atau aku tinggal!"
Agam meminta Febri naik lebih dulu. Terjadi sedikit perdebatan karena Febri tidak mau duduk di tengah. Tina yang tidak sabar, hendak menjalankan kendaraannya tapi segera ditahan oleh Agam. Akhirnya Febri naik lebih dulu, disusul oleh Agam. Baru saja bokong Agam mendarat di jok motor, kendaraan roda dua tersebut langsung melaju dengan kencang.
"AAAAAAAA!!!" teriak Febri dan Agam bersamaan.
Telinga Tina seolah tidak mendengar teriakan kedua temannya yang duduk di belakang. Gadis itu terus menambah kecepatan motornya. Agam berpegangan erat pada Febri, sedangkan Febri memeluk pinggang Tina dengan erat.
Sementara itu, motor yang ditunggangi Zyan terus melaju. Pria itu harus segera tiba di pondok sebelum hal buruk terjadi pada Amma. Pria itu terpaksa menghentikan kendaraannya ketika melihat jalan di depannya ditutup petugas kepolisian.
"Ada apa ya, Pak? Kok jalannya ditutup?" tanya Zyan pada salah seorang warga yang melintas.
"Ngga tahu juga, Pak. Baru aja ditutupnya, mungkin baru lima menitan."
Zyan mendesis kesal. Pria itu terpaksa berbalik arah. Dia akan mengambil rute lain untuk menuju pondok. Jalan yang akan diambilnya jarang digunakan pengendara bermotor karena jalannya belum diaspal dan banyak bebatuan. Namun bisa cepat sampai, Zyan menerobos jalanan tersebut.
Bukan hanya Zyan, tapi Tina juga tertahan karena penutupan jalan. Gadis itu menghentikan motornya, mencoba melihat apa penyebab jalan ditutup.
"Kenapa berhenti?" tanya Agam.
"Jalannya ditutup!"
"Kok bisa? Terus kita lewat mana?"
"Ada jalan lain. Pegangan yang kencang!"
Tina segera memutar motornya. Dia pun memilih jalan yang diambil oleh Zyan. Motornya berguncang ketika melewati jalan yang penuh dengan bebatuan. Kedua penumpang di belakangnya tak henti mengeluarkan teriakan. Tubuh mereka berguncang naik turun karena kontur jalan berbatu.
"Aaaaa!!!"
"Adaw.. adaw!!"
***
Hafiz bergegas keluar untuk membukakan pintu ketika terdengar suara sirine mobil polisi. Ketika membuka pintu gerbang, pria itu terkejut ternyata bukan hanya polisi yang datang, tapi banyak warga yang ikut datang. Mereka menerobos masuk mengikuti dua mobil polisi di depan mereka.
"Eh Bapak dan Ibu mau kemana?" cegah Hafiz.
"Kami mau ikut masuk!"
"Ada apa kalian ke sini?" tanya Hafiz bingung.
"Kami dengar Amma sudah melakukan pelecehan seksual pada santriwati di sini. Kami tidak terima! Dia harus dihukum!" jawab salah satu pria.
"Iya, benar. Hukum saja. Dasar munafik!" timpal yang lain.
"Kalian tahu dari mana?"
Hafiz semakin dibuat bingung. Pasalnya peristiwa itu baru saja terjadi, namun warga sudah mendapat kabar tersebut. Kasus ini menjadi semakin mencurigakan saja.
"Kalian pikir bisa menyembunyikan kebenaran selamanya?!" tanya salah satu pria yang tidak Hafiz kenal. Pria itu bermaksud masuk ke dalam lingkungan pesantren, namun segera dicegah oleh Hafiz.
"Sebentar! Kalian tidak bisa seenaknya masuk ke lingkungan pesantren. Sudah ada polisi yang menangani kasusnya. Lagi pula kasusnya belum tentu benar."
"Minggir!"
Dengan kasar pria tadi mendorong Hafiz hingga pria itu terjatuh. Kemudian dia mengajak orang-orang yang ikut dengannya untuk masuk. Hafiz segera berdiri dan mencoba mencegah. Namun jumlah mereka cukup banyak. Beberapa di antaranya adalah warga sekitar dan sisanya pria itu tidak mengenalnya. Bahkan mungkin dia baru melihat orang-orang itu hari ini.
Dua mobil polisi berhenti di depan rumah Amma. Samsul segera keluar untuk menyambut petugas polisi tersebut. Dia mengajak empat orang Polisi masuk ke dalam rumah Amma.
"Selamat pagi, Amma. Saya mendapat laporan kalau Amma sudah melakukan pelecehan seksual pada saudari Revina."
"Itu bohong! Amma tidak mungkin melakukan perbuatan itu!" seru Nisa. Wanita itu langsung berdiri menghalangi polisi untuk mendekati Amma.
"Benar atau tidaknya akan dibuktikan di kantor polisi. Sekarang lebih baik Amma ikut dengan kami."
"Jangan Amma. Aku sudah hubungi Zyan. Zyan bilang harus tunggu sampai dia datang," cegah Husein.
"Kita pergi sekarang saja Pak Polisi," seru Revina.
"Amma silakan ikut kami."
"Tunggu sebentar lagi. Amma masih menunggu seseorang."
"Orang yang ditunggu bisa menyusul ke kantor polisi."
Polisi tersebut segera mendekati Amma, namun kompak Husein dan Nisa menghalangi. Tak ingin ada keributan lebih lanjut, Amma segera berdiri. Dia menenangkan kedua anaknya dan bersedia mengikuti polisi ke kantor polisi.
"Tapi Amma, Zyan bilang..."
"Suruh Zyan menyusul ke kantor polisi."
Amma segera berjalan mengikuti keempat petugas tersebut. Nisa dan yang lain mengikuti dari belakang. Namun betapa terkejutnya mereka ketika melihat kerumunan warga di depan rumah.
"Itu dia pelakunya!!" seru salah satu warga.
Ibu dari Asma yang datang bersama suaminya mendekati Amma. Mereka mendengar kabar kalau Amma sudah melecehkan putri satu-satunya. Kedatangan mereka untuk meminta penjelasan akan anaknya.
"Amma.. mereka bilang kalau Amma sudah melecehkan Asma. Kenapa Amma melakukan itu? Kenapa? Kenapa Amma menghancurkan masa depannya?"
"Kabar itu tidak benar, Bu. Tolong jangan terhasut kebohongan. Amma tidak mungkin melakukan itu pada Asma. Asma sudah dianggap anak sendiri oleh Amma," Husein berusaha menenangkan Ibu dari Asma.
"Maksudmu Asma berbohong? Dia sendiri yang mengakuinya!" teriak Ayah Asma.
"Bukan hanya Asma, tapi anak saya juga jadi korbannya!" Ayah Weni menyusul dari belakang.
Pria itu terlihat emosi dan berusaha memukul Amma, namun segera dicegah oleh Husein. Keadaan seketika menjadi panas. Di antara para warga terdapat beberapa provokator yang terus memanasi warga. Polisi yang seharusnya menenangkan, tidak melakukan apa-apa.
"Hukum dia!!"
"Dasar munafik!!"
"Gayamu seperti orang suci tapi kelakuanmu busuk!"
"Kamu tidak pantas mengelola pesantren!!"
Suasana semakin ricuh. Umpatan dan makian terus ditujukan pada Amma. Ummi hanya bisa menangis mendengar suaminya dihujat habis-habisan. Sementara Amma tetap berusaha bersikap tenang. Tangannya sedari tadi tak henti menggulir tasbih sambil terus berdzikir.
"Tidak usah sok suci! Dasar bajingan!!"
"Karena dia sudah merusak masa depan anak kita, hukum di sini saja!"
"Rajam saja!!"
Pria yang menjadi provokator mengambil batu yang memang sudah disiapkan olehnya lalu melemparkannya pada Amma. Orang-orang yang datang bersamanya, melakukan apa yang dilakukan pria itu. Mereka mengambil batu lalu melemparkannya pada Amma.
***
Besok libur dulu ya🤗
Minal aidin walfaidzin jg mak mohon maaf lahir dan batin 🙏🥰
keburu lebaran ketupat belum di tangkap. hehehe
Goodlah Zyan dan Armin, setelah ini tinggal pantau aja kegiatan Marwan melalui cctv dan penyadapan.
tunggulah akan ada masa naya kau kena karma barli