"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."
Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.
Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.
Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7 : The Identity Leak
Ketegangan di industri hiburan Korea tidak selalu berasal dari rumor kencan atau perseteruan antar fandom. Terkadang, ancaman yang paling mematikan datang dalam bentuk sebuah folder tersembunyi di komputer seorang jurnalis investigasi.
Park Jisung, seorang jurnalis senior dari media underground yang dikenal sering membongkar sisi gelap agensi besar, sedang menatap layarnya dengan mata merah karena kurang tidur. Di depannya, terdapat rekaman fancam 4K dari acara Global Disc Awards minggu lalu. Namun, rekaman ini telah diproses melalui filter khusus yang ia beli dari pasar gelap, filter yang mampu menangkap spektrum cahaya di luar jangkauan mata manusia.
"Ini tidak mungkin," gumamnya sambil memperlambat video pada detik ke-45.
Di layar, saat Wonyoung melakukan gerakan memutar, terlihat kilatan energi berwarna merah muda yang tidak berasal dari lampu panggung. Kilatan itu melesat tepat ke arah langit-langit, dan di detik yang sama, sesosok bayangan hitam yang tak terlihat oleh kamera biasa tampak hancur menjadi abu.
Jisung kemudian menggeser videonya ke sudut panggung tempat Sunghoon berada. Di sana, ia melihat uap dingin yang keluar dari jemari Sunghoon, membekukan udara di sekitarnya dalam pola fraktal kristal yang sempurna.
"Mereka bukan manusia," bisik Jisung. Tangannya gemetar saat ia mulai mengetik sebuah draf artikel dengan judul yang akan mengguncang dunia: "The Supernatural Stars: Are IVE and ENHYPEN Using Secret Science or Something Darker?"
Di asrama IVE, Wonyoung merasakan firasat buruk sejak ia bangun tidur. Sebagai seorang vampir Hunter, indra keenamnya seringkali memberi peringatan tentang bahaya yang tidak terlihat oleh mata. Pagi itu, saat ia sedang menyesap jus tomat dingin (yang dicampur sedikit essence pemulih energi), ponselnya bergetar hebat.
Bukan pesan dari Sunghoon. Melainkan peringatan dari sistem keamanan klan.
"Identitas terancam. Sektor Media digital. Segera bersihkan jejak."
Wonyoung segera membuka situs komunitas rahasia para Hunter. Di sana, sudah tersebar tangkapan layar dari draf artikel Park Jisung yang berhasil diretas oleh tim IT Hunter.
"Sial," umpat Wonyoung pelan. "Dia punya rekaman filter spektrum."
Tanpa membuang waktu, ia mengambil jaket dan maskernya. Ia tidak bisa menggunakan kekuatan untuk berpindah tempat secara instan di siang bolong seperti ini. Ia harus bergerak sebagai manusia—atau setidaknya, sebagai idola yang sedang menyelinap keluar.
Saat ia sampai di depan kantor jurnalis tersebut di distrik Mapo, ia melihat sebuah motor hitam besar sudah terparkir di sana. Seorang pria dengan jaket kulit hitam berdiri bersandar di dinding, menunggunya.
"Kau lambat, Wonyoung-ah," ucap Sunghoon tanpa menatapnya. Ia sedang asyik memainkan kunci motornya.
"Bagaimana kau bisa di sini lebih dulu?" tanya Wonyoung terengah-engah.
"Aku punya informan di tim redaksi mereka," jawab Sunghoon dingin. "Jurnalis itu tidak hanya memiliki rekaman panggung. Dia punya foto kita di bawah Jembatan Banpo semalam. Meskipun hanya siluet, dia sedang mencoba menggunakan AI untuk menjernihkan wajah kita."
Wonyoung merasakan darahnya mendingin. "Jika foto itu rilis, bukan hanya kita yang hancur. Seluruh klan Hunter di Seoul akan terungkap. Perang dengan The Void akan menjadi berita utama di CNN."
"Itulah sebabnya kita harus menghapus folder itu secara permanen," Sunghoon menegakkan tubuhnya. "Bukan dengan kekuatan pedang, tapi dengan manipulasi memori."
Mereka menyelinap masuk ke kantor Park Jisung melalui tangga darurat. Kantor itu berantakan, penuh dengan tumpukan kertas dan kabel yang menjuntai. Mereka menemukan Jisung sedang tertidur lelap di depan komputernya, kelelahan setelah mengedit video semalaman.
Wonyoung mendekat ke arah Jisung. Ia meletakkan telapak tangannya di atas dahi pria itu. "Aku akan masuk ke mimpinya dan menghapus ingatan tentang rekaman ini."
"Aku akan mengurus data digitalnya," ucap Sunghoon sambil menyambungkan sebuah perangkat peretas ke komputer Jisung.
Saat Wonyoung mulai memejamkan mata untuk melakukan Mind Weaving, sebuah alarm merah tiba-tiba berbunyi dari dalam komputer.
"Terlambat!" seru Sunghoon. "Dia mengatur sistem upload otomatis. Folder itu baru saja terkirim ke server pusat redaksi mereka!"
"Hentikan pengirimannya!" teriak Wonyoung.
"Aku sedang mencoba! Tapi server mereka dilindungi oleh enkripsi yang aneh... ini bukan enkripsi manusia," jari Sunghoon bergerak sangat cepat di atas keyboard. "Seseorang telah membantu jurnalis ini. Seseorang yang tahu kita akan datang."
Tiba-tiba, layar komputer berubah menjadi wajah Produser musik yang mereka temui di atap gedung semalam.
"Halo lagi, anak-anakku," ucap Produser itu dengan seringai licik. "Kalian pikir kalian bisa bergerak dalam bayang-bayang selamanya? Dunia butuh hiburan yang lebih nyata. Bagaimana kalau kita mulai dengan debut 'Vampire Hunter' yang sebenarnya?"
"Hentikan ini!" bentak Wonyoung.
"Hentikan? Oh, tidak. Aku justru ingin membantu kalian. Jika kalian berhasil mengumpulkan pecahan kelima dalam waktu satu jam, aku akan menghapus berita itu. Jika tidak... selamat menikmati skandal terbesar dalam sejarah umat manusia," Produser itu tertawa dan layar kembali gelap.
Sebuah koordinat muncul di layar: Stasiun Gangnam – Terowongan Pemeliharaan B-4.
Sunghoon mencabut perangkatnya. "Dia menjebak kita. Dia ingin kita bertarung di tempat umum yang paling sibuk agar risiko ketahuan semakin besar."
"Kita tidak punya pilihan, Sunghoon! Jika berita itu naik dalam satu jam, hidup kita berakhir!" Wonyoung menarik lengan Sunghoon. "Ayo!"
Stasiun Gangnam pada jam makan siang adalah lautan manusia. Ribuan orang berlalu-lalang, terburu-buru dengan urusan masing-masing. Wonyoung dan Sunghoon harus berjalan di tengah kerumunan dengan masker dan topi, menahan diri agar tidak melepaskan energi yang bisa dideteksi oleh sensor Produser.
Mereka menyelinap masuk ke pintu pemeliharaan di ujung peron. Di bawah sana, di terowongan yang gelap dan pengap, mereka menemukan apa yang dicari.
Seekor monster Glitch Weaver—monster yang menyerupai laba-laba raksasa dengan tubuh yang terbuat dari sirkuit elektronik dan cahaya biru yang berkedip-kedip. Di tengah kepalanya, tertanam pecahan kelima The Genesis Vinyl.
"Monster ini tersambung langsung ke server redaksi jurnalis itu," Sunghoon menyadari kabel-kabel optik yang melilit tubuh monster tersebut. "Setiap kali dia berkedip, data artikel itu semakin dekat untuk dipublikasikan."
"Aku akan menarik perhatiannya, kau potong kabel-kabel itu!" perintah Wonyoung.
Wonyoung melompat ke dinding terowongan, menggunakan kekuatan gravitasi vampirnya untuk berlari di atas kepala monster. Ia menembakkan panah cahaya secara beruntun. Namun, monster itu mampu berteleportasi dalam jarak pendek melalui kabel-kabel listrik.
Glitch!
Monster itu muncul di belakang Wonyoung dan menyerangnya dengan kaki tajamnya. Wonyoung terlempar ke rel kereta. Di saat yang sama, suara gemuruh kereta bawah tanah yang akan lewat mulai terdengar.
"Wonyoung!" teriak Sunghoon.
Sunghoon tidak mempedulikan monster itu lagi. Ia melompat ke rel, menangkap Wonyoung tepat sebelum kereta menghantam mereka. Di saat kritis itu, Sunghoon kembali menggunakan Five Seconds of Frost.
Waktu berhenti. Kereta raksasa itu membeku hanya beberapa inci dari wajah mereka.
"Kau harus berhenti menyelamatkanku dan fokus pada misimu!" Wonyoung mendorong Sunghoon sambil terengah-engah.
"Aku tidak bisa membiarkan partnerku mati di bawah kereta bawah tanah, itu memalukan!" balas Sunghoon.
Mereka berdua bangkit dan menyerang monster itu bersama-sama. Sunghoon membekukan kaki-kaki monster agar ia tidak bisa berpindah tempat lagi, sementara Wonyoung meluncurkan serangan Star Pierce tepat ke arah pecahan Vinyl di dahi monster itu.
Krak!
Pecahan itu terlepas. Monster tersebut meledak menjadi ribuan bit data yang hancur. Di saat yang sama, di kantor jurnalis Park Jisung, seluruh folder tentang Hunter terhapus secara permanen, menyisakan layar kosong yang bertuliskan : FILE NOT FOUND.
Wonyoung dan Sunghoon kembali ke permukaan tepat saat matahari mulai terbenam. Mereka duduk di sebuah taman kecil yang sepi, lelah dan kotor.
Wonyoung menatap pecahan kelima di tangannya. Pecahan ini memancarkan memori baru ke dalam otaknya. Ia melihat dirinya di masa lalu, memberikan sebuah jas kepada Sunghoon yang terluka setelah pertempuran.
"Sunghoon-ssi," panggil Wonyoung pelan.
"Hmm?"
"Di masa lalu... kenapa kita melakukan sumpah itu? Apakah kita benar-benar ingin menjadi pahlawan, atau kita hanya terpaksa?"
Sunghoon terdiam cukup lama. Ia menatap tangannya sendiri yang masih sedikit gemetar. "Kutahu satu hal, Wonyoung. Di masa lalu, aku melakukan sumpah itu karena aku tidak ingin melihatmu bertarung sendirian. Dan sepertinya, setelah tiga ratus tahun, alasan itu tidak berubah."
Wonyoung menoleh, menatap Sunghoon dengan tatapan yang sulit diartikan. Di tengah hiruk-pikuk Seoul dan ancaman kebocoran identitas yang baru saja mereka lalui, ada sebuah pengakuan yang jauh lebih menakutkan bagi mereka daripada monster mana pun.
Identitas mereka sebagai Hunter mungkin aman untuk saat ini. Tapi identitas mereka sebagai dua orang yang mulai saling bergantung, kini menjadi rahasia yang paling sulit untuk dijaga.
"Ayo kembali," ucap Wonyoung akhirnya. "Kita ada jadwal siaran langsung satu jam lagi."
"Ya. Jangan sampai matamu terlihat sembab karena lelah. Netizen akan mengira kita berkencan jika kita terlihat lelah di waktu yang sama," gurau Sunghoon tipis.
"Dalam mimpimu, Sunghoon-ssi," balas Wonyoung dengan senyum kemenangan.
Mereka berjalan menjauh, kembali ke kehidupan masquerade mereka. Namun di balik saku jaket mereka, lima pecahan Vinyl kini mulai bersatu, menciptakan melodi yang perlahan-lahan mengungkap kebenaran yang terkubur selama tiga abad.