Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Teman Masa Kecil
Raka sudah menyediakan rencana yang bagus untuk menjerat Arumi dalam masalah besar, hanya saja, hati nuraninya seakan menentang apa yang akan dia perbuat.
Raka terus memperhatikan istrinya yang sedang menyusun beberapa bunga ke dalam vas. Hari ini adalah hari libur, baru pertama kali Raka menghabiskan hari liburnya di rumah, biasanya dia akan bermain golf atau pergi ke tempat yang membuatnya nyaman.
Hubungan badan semalam juga terasa amat berbeda bagi Raka, ada hal baru yang dia temui dalam diri Arumi dan itu membuatnya semakin tak tega melancarkan rencana tersebut.
Tak lama, panggilan dari Shima masuk ke ponsel Raka, dia menjauh dari Arumi untuk menjawab panggilan tersebut.
“Ada apa, Ma?”
“Kamu sudah tentukan rencananya? Kalau belum, Mama sudah pikirkan cara yang bisa merusak nama baik Arumi dan membuat kamu bisa bercerai dengannya.” Raka terdiam mendengar perkataan Shima di seberang sana, dia kembali melirik sendu ke arah Arumi.
“Aku sudah memikirkan rencana dengan baik, Mama tidak perlu repot-repot memikirkan apapun. Biar aku saja yang melakukan semuanya,” ujar Raka dengan tegas.
“Kerjakan secepatnya, Raka. Jangan menunda terus, kamu berhak bahagia, Nak.”
“Iya, Ma. Terima kasih sudah memikirkan aku.” Percakapan mereka berlangsung cukup lama hingga Raka memutuskan panggilan tersebut.
Untuk beberapa hari ke depan, dia harus bisa mengambil hati Arumi agar istrinya itu tidak curiga atas apa yang akan dia lakukan.
Raka menghampiri Arumi yang sedang berjalan menuju ke dalam kamar, mungkin tidur siang akan memulihkan tenaganya yang terkuras sehabis berkebun tadi.
“Bisa kita keluar jalan-jalan sekarang?” ajak Raka pada Arumi.
“Jalan-jalan? Mau ke mana?” tanya Arumi dengan sedikit cahaya harapan di matanya.
“Ya ke mana saja, mau ke taman, mall, atau ke tempat mana pun yang kamu mau.”
“Aku ikut kamu aja deh, ke mana aja bebas asal sama kamu,” balas Arumi dengan senyum merekah.
“Ya udah, siap-siap sana. Aku mau mandi dulu.” Arumi mengangguk cepat dan bergegas ke dalam kamarnya, tidur siangnya jadi tertunda karena ajakan Raka barusan.
Arumi memilih pakaian terbaiknya dan memoles wajahnya dengan make up, sangat cantik dan anggun dirinya sekarang dibalut dengan dress cokelat susu selutut dengan bagian lengan terekspose begitu saja.
Tak lupa Arumi mengenakan bando dengan warna senada dengan gaun yang dia kenakan. Raka juga bersiap dengan celana levis serta sebuah kemeja yang menempel gagah di tubuhnya.
Mereka berdua memasuki mobil, Raka membawa Arumi ke sebuah taman yang cukup jauh dari pusat kota. Karena perjalanan cukup jauh, Arumi tertidur, saat terbangun, mobil itu masih belum berhenti dan cuaca sudah mulai gelap.
“Sebenarnya kita mau ke mana, Raka? Kok jauh banget?” tanya Arumi dengan heran.
“Aku punya kejutan untuk kamu, semoga kamu suka ya, aku sudah mempersiapkan dari semalam.” Arumi tersenyum dan merangkul lengan Raka untuk dia peluk.
“Apapun yang kamu berikan, aku pasti akan menyukainya.” Jawaban Arumi begitu menusuk hati Raka, dia memaksakan untuk tersenyum dengan tatapan yang masih fokus pada jalanan.
Sekitar dua jam setelahnya baru mereka sampai di sebuah bukit yang sangat indah, dari atas bukit itu bisa terlihat keindahan kota, indahnya gemerlap lampu di malam hari menambah kehangatan suasana tersebut.
Arumi menatap takjub ke arah bawah dan meloncat bahagia, sudah lama dia tidak merasakan keindahan dan kehangatan ini.
“Indah sekali, Raka. Makasih ya sudah membawa aku ke sini,” ucap Arumi dengan mata berbinar dan tawa bahagianya.
Raka tidak menjawab, dia hanya berjalan mendekati Arumi yang berdiri di tepi tebing, jika dilihat ke bawah, cukup mengerikan di tambah lagi cuaca yang sudah gelap begini.
Arumi menatap suaminya tanpa melunturkan senyuman sama sekali, dia berharap Raka akan memeluknya sebagai bentuk kemesraan malam ini, namun yang dia dapatkan adalah sebuah kata menusuk yang tidak Arumi sangka.
“Aku ingin kita bercerai, Rum. Aku ingin hidup bahagia dengan perempuan pilihanku dan selama berumah tangga denganmu, aku tidak bahagia sama sekali.” Raka mengakui dan mengutarakan perasaannya.
Arumi langsung terdiam mematung dengan wajah tegang, tangannya meremas ujung gaun dengan kuat sembari menahan tangis.
“Aku tidak mau menyakitimu lagi dengan pernikahan ini, ayo kita bercerai.”
Air mata yang Arumi tahan akhirnya tumpah, dia menghapusnya dengan cepat dan memalingkan wajah dari Raka. “Kalau memang itu keputusanmu, aku menurut saja.” Raka semakin menatap wajah istrinya tersebut.
“Kamu setuju?” Arumi mengangguk pasrah.
Raka memeluk istrinya itu dengan erat lalu mencium kepalanya penuh kasih, rasanya begitu bahagia ketika Arumi setuju untuk dilepas begitu saja. Kini, tinggal bagaimana cara supaya bisa menjebak Arumi dalam sebuah masalah besar hingga alasan perceraiannya bisa diterima oleh banyak orang dan nama baik keluarganya tetap terjaga.
...***...
Tubuh lelah itu dibaringkan oleh Arumi di atas kasur setelah pulang dari bukit tempat Raka membawanya. Sudah tengah malam ia sampai di rumah dan Raka memilih menginap di rumah orang tuanya.
Mata Arumi tidak bisa dia pejamkan lantaran mengingat permintaan suaminya akan perceraian.
“Mungkin ini yang terbaik, berpisah setelah satu tahun hidup dalam kesunyian adalah hal yang baik. Dia mau bahagia dan aku juga mau, aku tidak mau terus-terusan tertawan di dalam penjara megah ini, aku harus mendapatkan kebahagiaanku sendiri,” bisiknya pada diri sendiri.
...***...
Raka kembali bertemu dengan teman masa kecilnya yaitu Nadira di rumah Zafran. Kebetulan Nadira bersama dengan keluarga besarnya tengah bertamu di rumah besar itu dan ini adalah hari kedua Raka berada di rumah orang tuanya setelah ia meminta perceraian dari Arumi malam itu.
Raka duduk berdua di taman samping bersama Nadira— gadis manis dengan rambut sebahu yang dibiarkan tergerai indah. Usianya dua tahun lebih muda dari Arumi, tepatnya masih berusia 21 tahun.
“Mas Raka pasti udah bahagia ya sekarang, udah punya istri, kapan nih mau punya anak?” Raka terkekeh kecil dan mengacak pelan rambut Nadira.
“Kamu sendiri kapan menikah? Perasaan kamu dari dulu gak berubah ya, masih saja sekecil ini,” canda Raka yang membuat Nadira merungut kesal.
“Enak aja, aku udah besar ya, udah 21 tahun loh ini.”
“Oke oke. Sudah punya pacar?” Nadira menggeleng. “Belum, Mas.” Dia menjawab dengan sedikit malu-malu.
“Masa iya gadis manis ini belum punya pacar, bohong ya.”
“Aku gak bohong, serius. Kemarin-kemarin sempat pacaran tapi udah putus karena gak sepemahaman. Kami sering bertengkar dan akhirnya putus. Sampai sekarang belum pacaran lagi.”
“Ooh sudah mulai nakal ya kamu, apa orang tuamu tau kamu pacaran?”
“Tau dong, Mas. Kan aku pacaran gak suka ngumpet-ngumpet, gimana sih.” Raka semakin gemas melihat Nadira yang menurut ya lucu itu. Dengan refleks, tangannya mencubit kedua pipi Nadira, hal itu sudah biasa dia lakukan saat Nadira masih kecil dan Nadira juga merespon biasa saja.
Percakapan seru mereka harus terhenti ketika ponsel Raka berdering, ketika dia lihat, nama Arumi tertera di sana. Dengan cepat Raka menolak panggilan dari istrinya tersebut.
“Kenapa gak diangkat, Mas? Dari siapa?” tanya Nadira ketika Raka memasukkan ponselnya kembali.
“Dari orang gak penting.”
Mereka kembali melanjutkan obrolan hingga lupa waktu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir