NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7. Ketahuan

Tulisan itu menusuknya lebih tajam dari tatapan Reygan, lebih menyakitkan dari denyut di pergelangan kakinya. Kertas struk yang lemas di tangannya terasa begitu berat. Setiap huruf miring yang rapi itu seolah menari-nari di depan matanya, mengejek dan mengoyak luka lama yang ia kira sudah mulai mengering.

Lemak

Satu kata itu. Kata yang sama yang sering dilontarkan Leo dengan senyum manis, seolah itu adalah nasihat penuh kasih padahal bagi Nokiami seperti belati beracun.

"Sayang, mungkin porsi nasinya dikurangi sedikit, ya? Biar gaunnya pas.” Atau, “Kamu cantik sekali kalau pipinya sedikit lebih tirus.” Kata yang sama yang membuatnya menatap cermin dengan jijik, menghitung setiap kalori sebagai dosa, dan menganggap rasa lapar sebagai sebuah kemenangan.

Sekarang, kata itu datang dari mulut orang asing. Seorang kurir pemarah yang tidak tahu apa-apa tentangnya, yang menilainya hanya dari semangkuk soto dan bubur ayam.

Napas Nokia tercekat di tenggorokan. Rasa lapar yang tadi melilit perutnya menguap seketika, digantikan oleh mual yang hebat. Aroma gurih bubur ayam yang menguar dari kantong plastik di lantai kini terasa memuakkan. Ia membanting pintu dengan sisa tenaganya, bunyi debamnya menggema di apartemen, tetapi tidak mampu meredam pekikan di dalam kepalanya.

Ia tidak marah lagi. Amarah yang meledak-ledak seperti kemarin telah padam, disiram oleh seember air es penghinaan. Yang tersisa adalah rasa sakit yang dingin, menusuk langsung ke intinya. Ia bersandar di pintu, tubuhnya melorot perlahan ke lantai. Kertas struk itu jatuh dari genggamannya yang lunglai.

“Kenapa ...?" bisiknya pada udara kosong, suaranya serak. “Kenapa semua orang merasa berhak?”

Ia menatap kosong ke seberang ruangan. Pertarungan dengan Reygan tiba-tiba terasa begitu konyol, begitu kecil. Pria itu hanyalah nyamuk yang berdengung mengganggu di telinganya. Tetapi sengatannya, meski kecil, membawa racun yang sama persis dengan yang selama ini ia coba hindari. Racun yang membuatnya merasa tidak berharga, dinilai dari timbangan, bukan dari isi kepala atau hatinya.

Pikiran itu membawanya kembali ke alasan utama ia berada di sini. Leo.

Sebuah gelombang dingin menjalari tulang punggungnya.

"Bagaimana jika Reygan bukan sekadar kurir menyebalkan? Bagaimana jika ... tidak, itu konyol. Leo tidak akan pernah menyewa orang rendahan seperti itu. Leo akan mengirim orang-orang berjas rapi yang akan menyeretnya dengan sopan tapi memaksa."

Akan tetapi, ketakutan Nokiami sudah terlanjur tersulut. Bagaimana kalau Leo akan menemukannya?

Tangannya yang gemetar meraih ponsel di sofa. Ia harus memastikan satu hal. Dengan cepat, jarinya menekan nomor Rina, sahabatnya, pemilik apartemen ini.

Dering ketiga, suara Rina yang sedikit panik terdengar. “Nok? Kenapa? Lo baik-baik aja, kan? Kakinya gimana?”

“Rin, lo jujur sama gue,” potong Nokiami, suaranya datar dan dingin.

"Lo ada kasih tahu siapa pun gue di sini? Atau lo lupa matiin fitur lokasi di media sosial atau apa pun?”

Hening sejenak di seberang sana, lalu suara Rina terdengar tersinggung. “Apaan, sih? Ya nggak, lah! Lo pikir gue sebodoh itu? Semua akun gue udah gue set privat, lokasi gue matiin. Gue bahkan cuti kerja pakai alasan nenek gue sakit di kampung biar nggak ada yang curiga gue bolak-balik ke apartemen.”

“Sumpah?” desak Nokia, ketakutannya membuatnya sulit percaya.

“Sumpah! Demi koleksi skincare gue yang harganya ngalahin cicilan motor!” balas Rina gusar. “Kenapa emangnya? Ada yang aneh?”

Nokia ragu-ragu. Ia tidak ingin membuat Rina panik, tetapi ia butuh kepastian. “Nggak tahu. Cuma … perasaan gue nggak enak aja.”

“Perasaan lo nggak enak karena lo lagi stres, Nok. Baru beberapa hari kabur, kaki bengkak, ketemu kurir gila pula. Wajar kalau lo jadi parno,” Rina mencoba menenangkan, nadanya melunak. “Gue jamin, tempat ini aman. Apartemen ini atas nama gue, dan nggak ada satu orang pun di lingkaran pertemanan kita yang tahu gue punya unit di sini selain lo. Ini aset rahasia gue buat kabur kalau nanti gue berantem sama calon suami gue.”

Logika Rina masuk akal. Nokiami menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir kabut ketakutan di benaknya. Mungkin Rina benar. Mungkin ia hanya bereaksi berlebihan. Pertemuannya dengan Reygan telah menguras emosinya, membuatnya rentan terhadap pikiran-pikiran terburuk.

“Oke … oke, sorry, Rin. Gue cuma .…”

“Nggak apa-apa. Gue ngerti,” potong Rina. “Telepon gue kapan aja kalau lo butuh apa-apa, ya? Jangan sungkan. Kalau perlu gue kirimin martabak sepuluh telur buat naikin mood lo.”

Nokiami tersenyum tipis. “Nggak usah. Nanti kurirnya dia lagi.”

“Oh, iya. Sialan tuh orang. Udah, lo istirahat aja. Jangan banyak mikir. Semuanya aman.”

Panggilan berakhir. Nokia meletakkan ponselnya, merasa sedikit lebih tenang. Aman. Semuanya aman. Ia hanya perlu mengabaikan si manusia balok es dan fokus pada penyembuhan kakinya. Ia akan bertahan.

Ia menatap kantong plastik berisi bubur yang sudah mendingin. Perutnya kembali keroncongan, sebuah pengingat bahwa hidup harus terus berjalan, bahkan setelah dihina. Dengan desahan pasrah, ia mulai menyeret tubuhnya menuju meja kopi.

Saat itulah ponselnya bergetar lagi di atas sofa.

Sebuah denting notifikasi yang singkat dan tajam, menusuk keheningan apartemen.

Nokiami meliriknya dengan malas. Mungkin dari Rina, melupakan sesuatu. Atau mungkin notifikasi dari aplikasi laknat itu, menanyakan ulasan untuk pengiriman kedua. Ia mendengus. Kali ini ia akan memberinya nol bintang jika bisa.

Ia menggapai ponsel itu. Bukan pesan dari Rina. Bukan notifikasi aplikasi.

Itu adalah pesan dari nomor yang tidak dikenal.

Jantungnya berhenti berdetak dalam sepersekian detik. Orang iseng? Penawaran kartu kredit? Ibunya yang mencoba menghubunginya lewat nomor baru?

Rasa dingin yang tadi sempat surut kini kembali merayap di kulitnya. Dengan jari yang terasa kaku, ia membuka pesan itu.

Tidak ada teks perkenalan. Tidak ada basa-basi.

Hanya ada satu lampiran gambar.

Gambar itu termuat dengan cepat. Sebuah foto yang diambil dari seberang jalan, sedikit terhalang oleh dedaunan pohon. Fokusnya jelas, gerbang besi hitam yang familier di depan lobi utama gedung apartemen Rina. Fotonya diambil pada sore hari, terlihat dari bayangan panjang yang membentang di aspal. Baru saja.

Darah serasa surut dari wajah Nokia. Ponsel itu nyaris terlepas dari genggamannya. Ia menelan ludah, kerongkongannya mendadak kering. Matanya terpaku pada detail foto, logo gedung yang terukir di dinding, pot bunga besar di samping pos keamanan. Tidak salah lagi. Ini adalah tempatnya berada saat ini.

Lalu, di bawah foto itu, muncul satu baris pesan teks. Singkat, dingin, dan penuh dengan kepemilikan yang mencekik.

Main petak umpetnya sudah selesai, sayang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!