Laura yang ingin mendapatkan kebebasan dalam hidupnya mengambil keputusan besar untuk kabur dari suami dan ibu kandungnya..
Namun keputusan itu membawa dirinya bertemu dengan seorang mafia yang penuh dengan obsesi.
Bagaimana kah kelanjutan kehidupan Laura setelah bertemu dengan sang mafia? Akankah hidupnya lebih atau malah semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AARON DE LUCA
Laura mulai membersihkan mezzanine itu. Menyapunya sejengkal demi sejengkal. Dari gestur menyapunya juga keliahatan jika dia tak pernah melakukan itu. Karena sebenarnya Laura memang baru belajar hal itu saat tinggal di rumah mendiang orang tua Sansa.
Dia adalah orang kalangan atas, mana mungkin dia pernah menyapu atau mengepel. Tapi Laura mencoba sebaik mungkin. Dia merasa sangat gugup karena pekerjaan ini terus di perhatikan oleh Aaron. Sedangkan Fred sudah keluar sekitar sepuluh menit yang lalu. Entah pergi kemana pria itu.
Tinggal Aaron dan Laura di dalam mezzanine. Aaron yang sedari memperhatikan Laura nampak menelan ludah dengan susah payah. Dia memperhatikan pantat Laura yang sintal. Tubuhnya sangat terawat, Aaron yakin wanita ini bukan dari kalangan bawah seperti yang dia pikirkan.
Lalu tak lama kemudian, Aaron kembali bangkit dari duduknya. Berjalan ke arah pintu yang ada di samping Laura.
Hal itu membuat Laura menahan nafas. Dia takut membuat kesalahan lagi. Ini nampak seperti sebuah luka batin yang sangat mendalam. Membekas.
Seketika saat Aaron hendak membuka handle pintu. Laura menutup kedua matanya karena ketakutan. Dia salah paham pada Aaron. Mengira, Aaron akan memukulnya. Padahal saat itu Aaron hanya ingin membuka pintu.
Seketika Aaron terkejut melihat tingkah Laura yang ketakutan. Dia diam memandangi Laura yang masih menutup kedua matanya. Perlahan-lahan Laura membuka mata, mengecek keadaan. Dia mendapati sosok Aaron berada tepat di sampingnya, sangat dekat, hingga tersisa beberapa inci saja.
Namun, Aaron seakan mengingkari kejadian itu. Dia kembali melanjutkan aktifitasnya. Dia membuka pintu lalu keluar dari sana. Membuat Laura bernafas dengan lega.
Dia duduk di sofa, mencoba mengatur nafas berulang kali. Dia pun menyadari bahwa trauma batinnya begitu dalam hingga mengganggu aktivitas sehari-harinya.
Namun apa boleh buat. Laura juga berulang kali mencoba menemui psikolog, tapi belum ada hasil yang signifikan. Kebanyakan mereka bilang, hal ini akan membaik saat dia bertemu dengan seseorang yang tepat. Seseorang yang memanusiakan dirinya. Begitu kata mereka. Tapi ingatlah pepatah ini!
'Jika kau berharap kepada selain Tuhan, maka bersiaplah untuk patah hati kedua kalinya'
Laura sendiri tak mampu memikirkan hal itu, apalagi berharap. Karena yang dia tau sekarang adalah bagaimana bertahan hidup di kota ini.
*********
Saat Aaron keluar dari mezzanine, dia segera mencari keberadaan Frederick, atau pria yang sering dia panggil Fred itu.
"Cari tau siapa wanita itu sebenarnya!" Titahnya pada Fred saat sudah bertemu.
Aaron merasa begitu penasaran pada sosok Laura. Yang menurutnya memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi jika menatap kedua mata biru itu, Aaron seakan terhipnotis saat itu juga. Jadi, dia selalu berusaha menghindar dari tatapan Laura. Dan akan menatap Laura dengan tajam jika wanita itu menundukkan kepala.
"Baik, tuan." Jawab Fred yang paham dengan tugasnya kali ini.
Aaron juga bisa menebak, jika Laura pasti dari kalangan atas. Mana mungkin wanita dengan tubuh seksi dan wajah yang cantik terawat seperti itu dari kalangan bawah?
Karena memang selama ini Ben selalu memberi uang banyak untuk merawat diri agar Laura selalu terlihat cantik. Jika tidak, dia akan malu di depan keluarga besarnya nanti. Semua dia lakukan hanya untuk di pandang baik oleh sekitarnya.
Dia pergi ke sebuah ruang meeting bersama Fred. Menemui beberapa rekan kerjanya dari luar negeri. Membahas projek baru yang akan mereka garap bersama.
Meeting ini sangat penting karena menyangkut seluruh detail projek. Namun, pikiran Aaron tidak bisa fokus walaupun dia sudah mencobanya berulang kali. Pikirannya tetap terfokus pada Laura yang sedang berada di mezzanine.
Aaron ingat betul setiap lekuk tubuh Laura. Apalagi mata birunya, Aaron tidak bisa berbohong jika dirinya mulai gila karena Laura. Dia juga ingat betul bagaimana bentuk leher jenjang Laura. Dia sangat ingin menghirup aroma tubuh wanita itu mulai dari sana.
Seketika Aaron juga menyadari sesuatu. Ada yang mengeras di bawah sana dan ini akan mulai sulit baginya. Entah itu untuk fokus atau untuk kembali ke mezzanine. Dia tidak bisa melakukan keduanya.
Gejala penyakit priapism ini sangat menganggu. Dimana aliran darah terjebak di penisnya, membuat milik Aaron selalu berdiri tegak meskipun sudah mencapai pelepasan. Ereksi berkepanjangan. Parahnya lagi, ini bisa bertahan selama dua jam. Atau bahkan lebih, bisa sampai empat jam. Selama itu pula dia harus melawan rasa sakitnya.
Jika merasa tak kuat, Aaron akan pergi ke club malam dan menyewa pelacur disana untuk memuaskan nafsunya. Lebih tepatnya untuk mencapai pelepasan agar miliknya tidak terus menerus terasa sakit.
Tak hanya satu, Aaron biasanya menyewa hingga tiga pelacur untuk melakukan s*ks oral padanya. Sebatas oral, tidak lebih. Dia tidak suka di sentuh oleh wanita-wanita murahan itu. Namun dia juga tidak memungkiri jika dirinya membutuhkan mereka.
Sebenarnya, saat kambuh dokter tak menyarankan Aaron untuk berhubungan badan atau masturb*si, namun Aaron malah terus melakukannya karena merasa lebih baik.
Dia mengalami hal ini sejak kematian ibunya sepuluh tahun lalu. Dimana dia harus meminum obat tidur setiap malam, yang ternyata membawa efek besar pada dirinya. Kecanduan obat tidur serta ereksi yang berkepanjangan. Dokter pribadinya mengatakan, untuk berhenti mengonsumsi obat tidur agar mengurangi timbulnya masalah yang lebih serius.
Sejak kematian ibunya, Aaron jadi lebih pemurung. Tidak banyak bicara, dingin dan angkuh. Dia merasa marah pada Tuhan karena telah mengambil ibunya. Sungguh, ini bukan hanya soal patah hati karena kematian. Tapi juga karena keputusasaan.
Mau tidak mau, Aaron harus melanjutkan hidup. Melanjutkan bisnis keluarganya. Bergabung di pasar gelap dan menjadi salah satu mafia yang sangat di segani disana.
Semua tidak di dapatkan dengan mudah, harus melalui kerja keras siang dan malam. Juga dengan bantuan Fred yang selama ini setia padanya.
Namun, ini lah kelemahan Aaron. Setiap malam harus mengonsumsi obat tidur, jika tidak, dia akan terjaga sepanjang malam untuk mengenang mendiang ibunya. Tapi, jika terus meminum obat tidur itu, dia akan terancam terkena penyakit priapism yang akan menyakiti dirinya sendiri.
Ini bukanlah pilihan bagi Aaron. Keduanya sama-sama menyakiti dirinya.
Disitulah Aaron membuat peraturan ketat di mansionnya. Tidak ada seorang wanita pun yang boleh masuk ke mansion. Jika ketahuan melanggar, maka dia tak akan segan-segan memenggal kepalanya. Dan sejauh ini, tidak ada yang berani melanggar. Lagipula, siapa yang ingin di penggal oleh Aaron?
Hal itu bukan hanya keegoisan semata. Tapi Aaron mencoba menahan diri. Agar dirinya tidak nafsu atau gairah saat melihat seorang wanita di mansionnya. Karena jika dia terangsang, maka akan sulit baginya untuk menghentikan hal itu.
Seperti saat ini, dia tidak fokus sama sekali dengan presentasi yang di bawakan oleh rekan kerjanya. Dia benar-benar terprovokasi oleh Laura yang bahkan tak berani menatap mata Aaron. Begitupun sebaliknya.
Dia malah tertarik pada wanita yang sama sekali tak ingin melihatnya. Sedangkan di luar sana banyak wanita yang siap merenggangkan kaki mereka untuk Aaron. Namun, Aaron sama sekali tidak tertarik pada barang murah.
Menurutnya, wanita yang gampang di sentuh bukanlah wanita yang pantas untuk di miliki.
Seketika Aaron tersadar. Apakah benar dia menginginkan Laura? Sosok yang baru dia temui kemarin pagi di parkiran supermarket? Laura yang belum jelas asal usulnya.
Namun, inilah Aaron. Dia harus mendapatkan apa yang dia mau. Termasuk Laura.
Bersambung...
.