Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.
mampukah aisyah menghadapi ini semua..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
meremehkan
Keesokan Harinya, hari ini dimana aisyah dan farhan akan datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan mereka.
Aisyah yang sedang menyiapkan sarapan di dapur ,mendengar ponsel nya bergetar. Ia melirik di layar dan melihat nama ibu mertuanya. Dengan sedikit ragu dan gugup, ia mengangkat telepon itu.
"Assalamu'alaikum, Bu," sapa Aisyah pelan. mencoba menormalkan kegugupan ini.
"Wa'alaikumsalam," suara ibu mertuanya terdengar dingin, dan ketus. "Kau dan Farhan ada di rumah?"
Aisyah melirik ke arah suaminya yang sedang bermain handphone di ruang makan. "Iya, Bu. Ada apa ya?"
"Aku nanti akan datang sebentar lagi. Ada yang ingin kubicarakan , pada kalian! " ujar sang ibu mertua tanpa basa-basi, lalu menutup telepon.
Aisyah hanya menatap ponselnya dengan perasaan tak enak dan ragu. Ia menarik napas panjang sebelum berbalik menatap Farhan.
"Ibu mau ke sini," katanya singkat. sembari duduk disamping suaminya.
Farhan mematikan hpnya dan menghela napas. "Aku sudah bisa menebak dia pasti ingin membahas hal yang sama lagi."
"Aku juga merasa begitu," gumam Aisyah.
Tidak lama kemudian, bel berbunyi. Aisyah membuka pintu dan melihat ibu mertuanya berdiri dengan ekspresi tegas dan sinis.
"Silakan masuk, Bu," ucap Aisyah sopan.
Sang ibu masuk tanpa banyak bicara, langsung menuju ruang tamu dan duduk. Tatapannya tajam saat menatap Aisyah dan Farhan yang duduk di depannya.
"Apa benar kalian akan pergi ke dokter?" tanyanya langsung tanpa basa-basi.
Farhan mengangguk. "Iya, Bu. Aku dan Aisyah sudah memutuskan untuk periksa bersama."
Sang ibu menyipitkan mata. "Kenapa repot-repot? Kalau memang tidak bisa punya anak, kenapa tidak langsung cari solusi yang lebih pasti saja?"
Aisyah menahan napasnya. "Maksud Ibu?"
Ibu mertua mendengus. "Kau tahu maksudku, Aisyah! . Aku tidak ingin membuang waktu. Jika ada sesuatu yang salah denganmu, aku ingin Farhan mempertimbangkan pilihan lain."
Farhan mengepalkan tangannya. "Bu, cukup! Jangan bicara seolah-olah Aisyah tidak berharga hanya karena masalah ini!"
Sang ibu mendelik. "Aku hanya memikirkan masa depanmu, Farhan! Kau anakku satu-satunya! Aku ingin garis keturunan keluarga kita tetap ada!"
Aisyah menundukkan kepala, berusaha menahan air matanya. Ia ingin bicara, tapi tidak tahu harus berkata apa.
Farhan menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Bu, kalau memang ada masalah, aku juga bisa jadi penyebabnya. Jangan hanya menyalahkan Aisyah."
"Apa?!" Sang ibu langsung menatap Farhan tajam. "Jangan bercanda, Farhan! Tidak mungkin ada yang salah denganmu!"
Farhan menatap ibunya dengan tegas. "Itu sebabnya kami akan periksa bersama. Aku ingin tahu kebenarannya, bukan hanya mendengar asumsi tanpa dasar."
Ibu mertua menatap Farhan lama, lalu mendengus kesal. "Baiklah. Lakukan apa pun yang kalian mau. Tapi aku sudah menyiapkan rencana lain jika hasilnya tidak sesuai harapan."
Aisyah mengernyit. "Rencana lain?"
Sang ibu berdiri dan menatap Aisyah dengan tajam. "Kau akan tahu nanti."
Dengan itu, ia berbalik dan pergi, meninggalkan Aisyah dan Farhan dengan perasaan tidak enak.
Farhan meraih tangan Aisyah dan menggenggamnya erat. "Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama, ya?"
Aisyah mengangguk pelan. "Ya, kita hadapi bersama…"
Namun, di dalam hatinya, ia tahu—ini baru permulaan dari badai yang lebih besar.
entah apa yang direncanakan oleh ibu mertua nya, aisyah hanya bisa sabar dan terus berhati-hati.