Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.
Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.
Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Menuju sebuah tempat tenang, Brayn dan Rafa duduk berdua. Di tepi danau, tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama.
"Aku sudah dengar semuanya dari Om Joane!" ucap Brayn. "Kamu dan Mia ...."
"Jangan pikirkan aku," potong Rafa. "Karena yang paling terluka di sini adalah Mia."
Brayn mengangguk. Paham ke mana arah pembicaraan Rafa.
"Mia akan baik-baik saja. Dia sudah aman."
Dalam hitungan detik bola mata Rafa mulai dipenuhi cairan bening. Setiap kali memikirkan Mia, hatinya seakan diremas.
"Mentalnya yang tidak baik-baik saja. Kehormatannya direnggut, dan aib itu akan menempel padanya seumur hidup. Aku gagal, aku tidak bisa melindunginya. Tidak bisa menjaganya."
"Dia hanya anak manja dan cengeng yang terbiasa hidup dengan ditopang orang tuanya. Tiba-tiba karena kejadian semalam, seluruh hidupnya harus berubah. Dia dipaksa mandiri, dipaksa berani, dipaksa kuat untuk bisa memastikan orang tuanya baik-baik saja."
"Kamu tahu, Brayn ... setiap kali aku mendekatinya dia berpura-pura berani dan galak, padahal sebenarnya dia sedang ketakutan. Dia bahkan takut makan apapun yang kuberikan karena khawatir ada racunnya. Di malam hari dia tidak bisa tidur karena takut aku tiba-tiba datang dan berbuat jahat padanya. Setakut itu dia padaku dan semua itu karena ulah adikku sendiri yang menghasutnya."
"Ya, dan ternyata Leon juga yang menghasut Bima. Tapi, aku akan serahkan urusan Leon padamu. Kamu pasti bisa mengatasi dia."
Rafa mendesah panjang.
"Hari ini aku diberi pilihan sulit, harus memilih istriku atau adikku. Andai kamu jadi aku, kamu akan memilih siapa?"
"Aku akan memilih istriku karena melindunginya adalah tanggungjawabku."
"Karena itulah aku memilih jalan ini, aku bukan tidak memilihnya. Aku mencintainya, sangat! Tapi, dia akan aman kalau aku menjauh. Selama dia aman dan hidup baik-baik saja aku akan merasa baik."
Ada keraguan dalam tatapan Brayn. Ia tahu sebesar apa cinta yang dimiliki Rafa untuk Mia. Melihatnya terluka saja, Rafa tidak akan sanggup.
"Yakin mau melepasnya?"
"Tidak ada aku di hatinya. Dia akan lebih bahagia tanpaku. Alasannya mau tinggal denganku hanya untuk menjauhkan aku dari orang tuanya karena mengira aku mau balas dendam."
"Aku tidak bisa memberi saran apapun. Kamu pasti lebih tahu jalan mana yang lebih baik. Kalau kamu merasa melepas Mia adalah jalan terbaik, itu hakmu. Sebagai teman aku hanya bisa mendoakan yang terbaik."
**
**
Sementara itu, rumah keluarga Hadiwijaya suasana mulai lebih tenang setelah Mia bisa beristirahat di kamar dengan ditemani Airin dan Rina.
Kejadian malam ini mengejutkan semua orang.
Joane dan Gilang masih duduk di ruang keluarga. Menunggu seorang dokter untuk memeriksa keadaan Mia.
Khawatir terjadi hal buruk setelah kejadian tadi.
"Ada kabar dari Rafa?" tanya Gilang, menatap besannya.
"Belum. Aku juga sedang menunggu kabar darinya," jawab lelaki berjambang lebat itu.
Ketika Rina keluar dari kamar sambil mengusap air mata, Joane segera bangkit dan mendekat.
Membawa istrinya ke sudut ruangan. Tampak jelas kekhawatiran dalam tatapan wanita itu.
"Di mana Rafa? Kenapa dia tidak ikut? Apa dia tidak mengkhawatirkan istri dan calon anaknya?"
"Tenang dulu, Sayang. Biar aku ceritakan pelan-pelan. Ayo, duduk!" ucap Joane lembut.
Rina mengikuti arahan suaminya. Ia duduk di kursi.
Mendengar ketika Joane memberitahu apa yang terjadi, juga tentang Leon, yang merupakan adik Rafa dari wanita lain yang ingin membalas dendam karena ayahnya dipenjara.
Fakta tersebut pun membuat wanita itu sangat terkejut. Tidak menyangkan bahwa Rafa bisa menutupi rahasia besar dan menyimpannya seorang diri.
Rina menyeka air mata, entah harus menyalahkan siapa.
"Kenapa Rafa menyembunyikan semuanya dari kita? Kenapa dia menutupi kejahatan Adiknya? Itu tidak bisa dibenarkan!"
"Aku tahu itu tidak benar. Tapi, aku yakin dia punya alasan sendiri. Rafa bukan seseorang yang sembarangan bertindak, dia akan memikirkan semuanya dari sudut pandang yang berbeda."
Air mata Joane merebak untuk pertama kali. Ia yang selama ini terlihat kuat dan tangguh kini menunjukkan sisi rapuhnya sebagai seorang ayah.
"Untuk pertama kalinya aku melihat Rafa begitu hancur. Dia terpuruk. Saat dia diminta memilih antara istri atau Adiknya, saat itu juga aku melihatnya begitu tertekan. Aku bahkan tidak bisa berbuat apa-apa untuknya."
Rina mengusap bahu suaminya. Tak ada kata yang terucap dari bibirnya. Pikirannya hanya tertuju pada putranya.
Joane menghirup napas dalam-dalam.
"Anakku ... Dia harus melindungi orang-orang di sekitarnya sendirian, memendam semuanya sendirian. Dia berdiri di tengah-tengah dan tidak mau melukai siapapun. Dia merasa semua yang terjadi adalah karena kesalahannya."
"Jadi, tolong.. apapun jalan yang dipilih Rafa, jangan memojokkannya. Mental anakku itu sedang tidak baik-baik saja."
Joane masih mengusap ujung mata ketika Rafa muncul dari ambang pintu.
Menatap semua orang yang ada di ruangan itu. Tatapannya seperti menyimpan beban besar.
Melihat Rafa berdiri di ambang pintu, Joane segera bangkit. Melangkah mendekat dan langsung memeluk. Mengusap punggungnya.
"Anakku, apapun keputusanmu Ayah akan mendukung. Ayah percaya itu yang terbaik." Ia berbisik pelan, suaranya terdengar lirih.
Begitu pun dengan Rina. Ia menyambut putranya dengan tangis. Memeluk dan mengajaknya duduk.
Setidaknya, sebelum Rafa menghadap mertuanya, mereka harus menguatkannya dulu.
Gilang masih duduk di ruang keluarga. Sedang berbicara dengan Pak Vino yang baru tiba di rumah beberapa menit lalu.
Setelah membawa Bima pulang, Pak Vino langsung menyusul ke rumah Gilang begitu mendengar kabar tentang Mia yang disekap seseorang.
"Aku minta maaf, Ayah. Aku tidak bermaksud menutupi masalah ini. Bukan tidak percaya pada Ayah, bukan tidak menganggap Ayah. Tapi ... aku sudah terlalu banyak membebani Ayah."
"Sudah cukup, Nak! Kamu sudah menanggung semuanya sendirian. Itu bukan salahmu." Joane mengusap bahu putranya.
"Terlalu banyak luka di hati Ibuku di masa lalu. Aku tidak mau Ibuku terikat dengan masa lalu lagi, tidak mau Ayah terbebani lagi."
"Jangan bicara begitu. Tidak pernah satu kali pun kamu membebaniku," ucap Joane. "Kamu anakku, bukan? Sudah tugas seorang Ayah melindungi anaknya."
Air mata Rina merebak di pipi. Ia bisa melihat luka menganga dalam tatapan Rafa.
"Pertama kali tahu punya seorang Adik dan melihat kehidupannya, aku merasa sangat jahat padanya. Aku hidup normal, punya segalanya, bahkan aku punya harta peninggalan Oma-ku. Sedangkan dia ... dia dan Ibunya tidak punya siapapun untuk tempat bersandar. Ayahnya dipenjara karena aku. Aku merasa sudah merampas haknya sebagai anak."
"Kamu tidak pernah merampas hak siapapun. Jangan lupa bahwa kamu adalah korban. Kamu bahkan butuh bertahun-tahun untuk pulih dari trauma. Semua bukan salahmu, Nak. Andai orang lain yang ada di posisimu, belum tentu akan sekuat ini," ucap Rina menatap putranya.
"Aku tidak meminta dia diampuni, Bu. Aku tahu dia melakukan kesalahan fatal. Tapi, Ayah pernah bilang bahwa tidak ada manusia yang benar-benar jahat. Lingkungan dan keadaan yang mengubah hati seseorang. Aku yakin Leon juga begitu."
"Jangan khawatir, insyaallah ada jalan terbaik untuk masalah Leon. Kalau memang dia butuh dukungan, kita akan membantunya." Joane mengulas senyum di balik tatapan sedihnya.
*************
*************
Dina sangat terkejut mia berkata istrinya dan mengandung anaknya, dina patah hati....
waktu interaksi dgn leon.